Kampus Merdeka Memungkinkan Mahasiswa Akuntansi Kembangkan Minat Musik
Sebagian mahasiswa optimistis Kampus Merdeka memberikan kesempatan besar untuk mengembangkan diri. Di sisi lain, muncul kekhawatiran program ini membuat mereka tidak fokus di bidang yang diambil.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Kampus Merdeka yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim disambut beragam oleh mahasiswa. Sebagian mahasiswa optimistis program ini akan memberikan kesempatan besar bagi mereka untuk mengembangkan diri. Di sisi lain, muncul kekhawatiran program ini membuat mereka tidak fokus mempelajari bidang yang dipilih di kampus.
Kebijakan Kampus Merdeka intinya agar proses perkuliahan tidak hanya dihitung dari jumlah pertemuan di ruang kelas. Hendaknya kegiatan mahasiswa di laboratorium, mengerjakan proyek, magang, dan berbagai aktivitas di luar kampus yang menunjang peningkatan kompetensinya turut dilihat sebagai bagian dari kuliah.
Dalam peluncuran Kampus Merdeka tersebut, Nadiem Makarim menyebutkan, program ini bertujuan untuk memperkaya kompetensi mahasiswa sebelum menghadapi dunia kerja. Terlebih, mayoritas dari angkatan kerja saat ini bekerja tidak sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.
Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Indonesia (UI), Brigitta Ancilla (22), merespons positif kebebasan belajar di luar program studi asal. Ketika kebijakan itu sudah berlaku, dia akan mengembangkan minatnya di bidang musik. Brigitta berencana magang di kafe dan restoran besar. Di tempat itu, dia bakal mengajukan diri sebagai kurator musik.
Baca juga : Pedoman Kampus Merdeka Siap Pekan Ini
Secara otodidak, Brigitta belajar mengurasi musik yang cocok diputar atau dimainkan di kafe atau restoran. Selama ini, beberapa order sudah ia terima terkait hal itu. ”Kini (aku) masih freelance. Ada yang bayar, ada juga yang sekadar membantu teman yang sedang membuka kafe. Aku yang memilih format musik yang cocok diputar dengan tema kafe yang mereka usung,” kata mahasiswi semester delapan ini, Senin (10/2/2020).
Menurut dia, kebijakan terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu membuat peluang mahasiswa untuk berkembang. ”Jadi, kita tidak melulu tahu soal akuntansi saja,” ujarnya saat ditemui di depan kantin Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI.
Saat ini, Brigitta magang di salah satu kantor akuntan publik di Jakarta. Di tempat itu, ia magang selama tiga bulan dan ditempatkan di divisi konsultan. Awalnya, ia mengira saat magang dirinya akan segera langsung berhadapan dengan klien. Akan tetapi, setelah sebulan berjalan, ia belum diperbolehkan berhadapan dengan klien.
”Saat ini, kerjaku melengkapi dokumen-dokumen di divisi konsultan. Sepertinya baru minggu depan berhadapan sama klien,” katanya.
Baca juga : Kampus Merdeka untuk Pengembangan Perguruan Tinggi
Mahasiswa Teknik Sipil UI, Farras Ammar (22), berbagi pengalamannya sewaktu melakukan kerja praktik (KP) pada Juni-Agustus 2019 di sebuah BUMN karya. Disigi dari sisi kecukupan materi KP, waktu tiga bulan itu malah dia rasa lebih dari cukup. Sebab, katanya, KP di Jurusan Teknik Sipil menitikberatkan pada proses observasi. Ia tidak dilibatkan langsung dalam pekerjaan saat KP. Lalu, hasil observasi itu dibuat dalam bentuk laporan tertulis. Farras berpendapat, karena tuntutan KP yang sebatas observasi, dirinya merasa KP belum memadai untuk menjadi modal untuk mencari kerja.
Apabila program Kampus Merdeka sudah dilaksanakan dan memungkinkan mahasiswa untuk memperdalam pengetahuan mereka di dunia kerja, Farras berniat memakai kesempatan itu untuk memperdalam kompetensi di bidang teknik sipil, bukan bidang lain.
Kesempatan untuk magang, menurut Farras, akan mengaktualkan pengetahuan di kampus dengan kenyataan di dunia kerja. ”Sebab, apa yang diajarkan kampus selalu ketinggalan dibanding apa yang sudah ada di industri,” ucapnya.
Baca juga : ”Kampus Merdeka” Harus Diikuti Kesiapan Kalangan Industri
Felicyta Dara Sulistyo, mahasiswi semester empat Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik (Unika) Indonesia Atma Jaya, menyadari, lulusan sarjana saat ini sudah semakin banyak. Maka, jika ingin memiliki kesempatan kerja yang lebih terbuka, mahasiswa perlu memiliki nilai tambah.
”Lulusan sarjana saat ini sudah seperti kacang goreng, di mana-mana ada. Persaingan sudah semakin terbuka,” katanya saat ditemui di Jakarta, Senin.
Ia menyambut antusias kebijakan Kampus Merdeka yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Khususnya yang berkaitan dengan peluang bagi mahasiswa untuk belajar di luar program studi (prodi) selama tiga semester.
Dara menilai, kesempatan menambah kompetensi seperti bahasa asing atau teknologi informasi akan terbuka lewat Kampus Merdeka sebab mahasiswa bisa kuliah di prodi lain tanpa harus menambah masa studi. Selain itu, mahasiswa juga akan memiliki kesempatan magang dengan durasi yang lebih lama dari biasanya.
Menurut Dara, hal itu akan memberikan pengalaman yang lebih banyak karena mahasiswa cenderung fokus pada pekerjaan. Berbeda dengan dirinya saat ini yang melakukan magang sembari kuliah. Saat ini, ia tengah menjalani proses magang sebagai anggota staf informasi penerimaan mahasiswa baru.
”Saat ini saya sedang magang selama setahun, tapi tetap kuliah. Jadi, jam kerja menyesuaikan dengan jadwal kuliah,” ujarnya.
Kesempatan menambah kompetensi seperti bahasa asing atau teknologi informasi akan terbuka lewat Kampus Merdeka sebab mahasiswa bisa kuliah di prodi lain tanpa harus menambah masa studi.
Mahasiswa semester delapan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta, Mochammad Afi Nur Rizqi, menilai, waktu magang yang lebih lama akan menambah pengalaman mahasiswa.
Ia baru selesai melaksanakan kegiatan Praktik Kuliah Mengajar (PKM) di SMP Negeri 216 Jakarta selama tiga bulan. Menurut dia, waktu yang ideal untuk melakukan PKM adalah 3-6 bulan sehingga tidak membuat jenuh. Jika diterapkan selama 1,5 tahun, menurut dia, hal tersebut terlalu lama.
”Beberapa teman saya ada yang secara khusus diminta (PKM) selama enam bulan oleh pihak sekolah. Mereka mendapat uang saku,” ucapnya.
Kurangi mata kuliah jurusan
Diskursus mengenai kebebasan mahasiswa untuk mengembangkan diri selama tiga semester juga mengemuka di kalangan mahasiswa sastra. Mahasiswa Sastra Arab UI, Dewanti (19), berpandangan, kebijakan itu positif lantaran membuka ruang bagi mahasiswa untuk mengetahui bidang ilmu lain.
Akan tetapi, menurut dosennya, kebijakan itu kemungkinan berakibat pada pengurangan mata kuliah jurusan. Oleh sebab itu, ia khawatir tak fokus pada studinya. Padahal, ia sejak awal memang meminati Sastra Arab.
”Kan, tidak semua mahasiswa itu memilih jurusan karena kecemplung atau tak ada pilihan lain. Aku dulu sekolah di Pesantren Gontor (Jawa Timur) dan memang memilih untuk mendalami Sastra Arab,” ujar mahasiswi semester empat ini. Jika pun diberi kesempatan untuk mengembangkan diri, ia akan magang di tempat-tempat yang masih berkaitan dengan bidangnya.
Mahasiswi semester lima Jurusan Manajemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Unika Atma Jaya, Ika Apriyani, menilai, waktu magang selama tiga semester dapat memberatkan mahasiswa, terutama mereka yang memiliki nilai indeks prestasi akademik (IPK) pas-pasan.
”Selama ini, enam bulan saja sudah memberatkan. Belum lagi kalau tuntutan dari perusahaan tinggi,” katanya.
Menurut Apri, mahasiswa yang memiliki IPK tinggi akan cenderung mudah diterima magang di perusahaan-perusahaan besar. Sementara mahasiswa dengan IPK pas-pasan harus mati-matian mencari perusahaan yang mau menerimanya.
Selain itu, berdasarkan pengalaman kakak tingkatnya, selama ini proses magang tersebut tidak dijadikan pertimbangan saat melamar pekerjaan. Perusahaan cenderung menganggap magang hanya bagian dari pelatihan dalam proses akademik.
Dengan adanya Kampus Merdeka, Apri berharap pandangan tersebut bisa berubah. Jika proses magang di perusahaan benar-benar bisa dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama, perusahaan harus mau mempertimbangkan pengalaman tersebut saat mahasiswa melamar kerja.
”Daripada magang, barangkali mahasiswa lebih tertarik untuk kerja sampingan karena dari situ mereka mendapatkan uang. Magang juga kadang tidak diakui pengalamannya,” ungkapnya.