Kardinal Ignatius Suharyo: Saatnya Adil pada Lingkungan
Natal 2019 menjadi momentum bagi seluruh umat untuk semakin memperat tali persaudaran. Sesuai tema Natal tahun ini, "Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang," Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo menyampaikan sejumlah elaborasi. Termasuk pula dorongan mewujudkan keadilan. Tak hanya bagi sesama manusia, tetapi juga untuk alam yang menjadi tempat keberlangsungan hidup umat manusia. Mengapa penekanan ini dinyatakan, berikut petikan wawancara wartawan Kompas, dengan Kardinal Ignatius Suharyo, di Keuskupan Agung Jakarta, Senin (23/12/2019).
Apa makna dari pesan Natal tahun ini?
Tema Natal tahun ini itu, "Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang" itu konstekstual dan sangat komplek. Tetapi yang mau diperhatikan itu konteks masyarakatnya sekarang yang tidak saling bersahabat.
Di negara kita, persaudaraan semakin runtuh. Padahal nama negara kita itu negara kesatuan. Kita bisa melihat mudah sekali ada rintangan untuk terus merawat dan mengembangkan persaudaraan.
Ada beberapa penyebab,. Pertama, banyaknya ujaran kebencian. Kedua, istilah intoleransi kerap diucapkan. Itu tanda bahwa masyarakat kita dalam bahaya karena tergerus intoleransi. Ketiga, politik identitas. Orang jadi tidak lagi berpikir lagi soal baik dan benar, tetapi tentang menang atau kalah. Dan ketika menang atau kalah yang jadi tujuan, pasti yang dipakai senjata dan kekerasan.
Oleh karena itu, pesan dari tema Natal itu adalah pesan iman. Referensinya dari injil Yohanes (15: 14-15). Ayat 14, kira-kira berkata begini, \'Kamu adalah sahabat-sahabat-Ku jikalau kamu melakukan segala perintah-Ku\'. Pertanyaanya, perintah yang mana? Ayat berikutnya menyebut perintahnya sederhana: agar kamu saling mengasihi.
Karena manusia dengan iman yang terbatas itu, Yesus datang membawa kasih yang tak terbatas. Ia mengasihi siapapun. Musuh dikasihi. Yang melawan dikasihi. Semua manusia yang berdosa dikasihi. Yang baik dikasihi.
Pesan Natal itu sebetulnya ajakan supaya manusia bisa bertumbuh terus. Ketika manusia semakin hari semakin serupa dengan Kristus (yang penuh kasih) maka rumus tadi dapat berbunyi "Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang".
Selama masa menyambut Natal, banyak umat membangun pohon-pohon natal dari barang bekas dan limbah plastik. Apa pesan dibaliknya?
Tahun 2020, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) itu dinamika pastoralnya sampai pada tahun keadilan sosial atau sila kelima Pancasila. Jadi, semboyan untuk seluruh Keuskupan Agung Jakarta itu adalah Kita Adil Bangsa Sejahtera.
Bicara tentang keadilan sosial, salah satu yang ada di dalam surat imbauan yang saya sampaikan kepada seluruh umat Keuskupan Agung Jakarta adalah keadilan iklim. Jadi keadilan itu tidak hanya ditujukan kepada sesama manusia tetapi juga ditujukan kepada lingkungan hidup. Kepada jagat raya. Itu keadilan.
Bangsa yang sejahtera, prasyaratnya mempunyai udara bersih, tanah bersih, air bersih. Kalau itu tidak terjaga, maka masyarakat yang terpinggirkan akan menjadi yang paling menderita. Mereka sudah menderita secara sosial ekonomi. Sudah terpinggirkan, masih pula ditambah lingkungan hidup yang rusak. Maka saudara-saudara kita yang terpinggirkan itu yang akan paling menderita.
Realitas apa yang terjadi ?
Jakarta selalu dikatakan polusi sangat jelek. Termasuk salah satu yang paling jelek di dunia. Beberapa tahun yang lalu, misalnya, ketika ditemukan ada ikan paus mati, saat dibedah isinya banyak plastik. Hal-hal seperti itu yang menjadi alasan gereja harus ikut memberi perhatian.
Apalagi kita merasakan musim kering makin panjang. Suhu makin tinggi dan mengakibatkan banyak orang sakit. Bagi orang yang punya uang, kalau sakit bisa berobat. Namun, saudara-saudara kita yang terpinggirkan tidak bisa berobat di rumah sakit. Lalu, apakah mereka harus menerima sakitnya begitu saja?
Belum lagi ditambah pembakaran hutan. Itu sangat memprihatinkan. Orang tidak peduli tentang lingkungan hidup. Yang dipikirkan hanyalah apa yang dapat dikeruk. Secara moral itu perbuatan tidak mulia.
Seberapa besar gereja bisa memberikan kesadaran pada umat?
Yang saya layani khususnya dari masyarakat akar rumput, kesadaran ini sebetulnya sudah ditanamkan 6 hingga 7 tahun lalu melalui gerakan konkret, misalnya untuk mengubah cara berpikir orang soal sampah, yakni sampah bukan untuk dibuang, tetapi untuk diletakkan. Jadi orang tidak sembarangan membuang sampah.
Ada gerakan lain, buatlah sampah menjadi berkah. Jadi bukan sampah yang dibuang tetapi sampah bisa diolah menjadi berkah. Gerakan ini diikuti oleh macam-macam komunitas paroki.
Ada paroki yang mengelola bank sampah. Mereka sudah mengolah 24 ton sampah plastik. Sampah plastik itu datangnya dari masyarakat dan umat.
Ada pula gerakan pertobatan ekologis. Bentuknya sederhana, kalau orang naik pesawat terbang itu, kan, emisinya mengotori udara. Ada gerakan naik pesawat terbang, lalu menyisihkan dana untuk memulihkan lingkungan yang rusak.
Saat gerakan kepedulian lingkungan tumbuh, konsumerisme pun kian masif...
Konsumersime itu diciptakan. Kalau tidak diciptakan, nanti orang tidak akan belanja. Masalahnya, apakah secara moral dibiarkan begitu saja? Artinya bisnis ya bisnis tetapi bisnis yang beretika. Sehingga sebetulnya konsumerisme diikuti dengan moralitas yang sesuai dengan keadilan.
Oleh karena itu, di dalam bisnis muncul namanya fair trade (perdagangan yang adil).
Mengapa gereja harus ambil bagian dalam persoapan lingkungan ?
Karena keyakinan iman. Kitab suci menyebut semua diciptakan baik adanya. Kosmos, di mana manusia hidup damai sejahtera dalam relasi yang baik dengan sesama manusia dan dalam relasi yang baik dengan alam.
Di dalam Kitab Kejadian dikatakan, manusia menguasai, tetapi tentu juga dikatakan untuk merawat. Artinya, manusia dititipkan untuk merawat, tidak sekadar menguasai.
Dalam Kitab Wahyu, digambarkan langit baru, bumi baru, yang berarti menjadi harmoni.
Gerakan peduli lingkungan sudah didorong untuk seluruh umat?
Gerakan ini bukan hanya umat tetapi seluruh masyarakat. Pada beberapa gerakan di sini (KAJ) itu bukan hanya umat Katolik, tetapi siapa saja boleh. Jadi gerakan ini diharapkan tersebar pada lintas keyakinan.
Apa yang dilakukan gereja untuk ikut menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah?
Pemerintah punya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Seharusnya pemerintah fokus melihat hal ini. Pemerintah membuat regulasi. Susahnya kalau pemerintah berkolusi dengan pengusaha. Dampaknya, yang susah rakyat.