Anomali Perbedaan Bahasa dan Genetika di Halmahera
Maluku Utara menjadi tempat bertemu populasi Austronesia dan Melanesia atau Papua. Namun, sebaran data bahasa di kelompok populasinya ternyata tidak linier dengan data genetika.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
Kompas
Utu (70), warga suku Togutil yang berbahasa non-Austronesia, kini menetap di Dusun Lalaici, Desa Yawanli, Kecamatan Maba Tengah, Halmahera Timur, Kamis (19/12). Sebagian masyatakat Togutil saat ini masih tinggal berpindah-pndah di hutan sebagai pemburu dan peramu.
MABA, KOMPAS — Maluku Utara menjadi tempat bertemu populasi Austronesia dan Melanesia atau Papua. Meski demikian, sebaran data bahasa di kelompok populasinya ternyata tidak linier dengan data genetik. Padahal, di daerah lain di Indonesia, bahasa kerap mempresentasikan corak genetikanya.
Sekalipun mayoritas bahasa mereka non-Austronesia, sebagian besar populasi di Maluku Utara membawa marka genetik Austronesia. Fenomena itu menunjukkan sebagai unsur kebudayaan, bahasa bisa dipinjam suatu populasi.
Untuk mempelajari proses pembauran ini, tim peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman kini mempelajari populasi Togutil, yaitu suku terakhir di Pulau Halmahera, Maluku Utara, yang masih tinggal di hutan dengan hidup berburu dan meramu.
”Penelitian kami pada tahun 2010, di Maluku Utara ada 9 rumpun bahasa Austronesia dan 12 non-Austronesia. Namun, 78 persen populasinya memiliki penanda genetik Austronesia dan 22 persen penanda genetik non-Austronesia,” kata ahli genetik Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Supolo Sudoyo, di Maba, Halmahera Timur, Kamis (19/12/2019).
Baik penutur Austronesia maupun non-Austronesia di Maluku Utara ini masing-masing berbagi haplotipe (separuh pola genetik). Untuk populasi berbahasa Austronesia, 76 persennya memiliki penanda genetik Austronesia dan 23 penanda genetik non Austronesia. Sementara penutur non-Austronesia memiliki 78 persen penanda genetik Austronesia dan hanya 22 persen penanda genetik non-Austronesia.
”Hal itu menunjukkan secara bahasa populasi di Maluku Utara dominan non-Austronesia, tetapi secara genetik ternyata dominan Austronesia. Fenomena itu sangat kompleks, karena di tempat lain, seperti di Sumba antara genetik dan bahasa berjalan linier,” ujarnya.
Motif genetik
Secara teoretis, Austronesia berasal dari out of Taiwan dengan motif genetik Polinesia. Dengan demikian, populasi di bagian utara Maluku Utara, yaitu Tobelo dan Galela, seharusnya memiliki motif genetika ini.
Namun, motif Polinesia ini justru ditemukan di bagian tengah dan selatan Maluku Utara. Itu berarti pola genetiknya ternyata juga tidak berasosiasi kondisi geografisnya.
Fakta-fakta ini menunjukkan teori penggantian dan adopsi bahasa, yang merupakan penelitian Pradiptajati Kusuma dari Eijkman pada 2013, ternyata tidak berlaku di Maluku Utara. Bahkan, bahasa bisa dipinjam oleh populasi yang tidak berhubungan secara genetik.
”Ini amat kompleks, bagaimana di suatu populasi yang berdekatan ternyata tidak saling berhubungan secara budaya, walaupun secara genetik berbaur,” katanya.
Data di lapangan, misalnya, menunjukkan, populasi Togutil yang hidup bertetangga orang Maba di Halmahera Timur masing-masing memiliki bahasa yang berbeda. Orang Togutil berbahasa non-Austronesia, sedangkan Maba bahasa Austronesia.
”Kami sama sekali tidak paham bahasa orang Maba,” kata Santi (39), warga Togutil dari Dusun Lalaici, Desa Yawanli, Kecamatan Maba Tengah, Halmahera Timur.
Leluhur Santi sebelumnya tinggal berpindah-pindah di hutan dan sekitar 30 tahun terakhir menetap di perkampungan dan hidup bersama masyarakat suku Maba. Hingga saat ini masih ada sekitar 1.000 orang suku Togutil yang tinggal berpindah-pindah di dalam hutan. ”Kalau dari bahasa, kami lebih mirip dengan orang Tobelo (Halmahera Utara),” kata Santi.
Herawati mengatakan, riset yang akan dilaksanakan terhadap Togutil ini diharapkan bisa menjawab kompleksitas pembauran genetik dan budaya di Maluku Utara. Selain itu, penelitian molekuler di Togutil ini akan difokuskan pada perubahan metabolisme tubuh setelah mereka mulai keluar dari hutan dan tinggal di permukiman.