Tajdid merupakan gerakan pembaruan pemikiran Muhammadiyah untuk mencari pemecahan masalah atas berbagai persoalan yang dihadapi. Berubah menjadi lebih baik merupakan hal yang lebih penting dalam dakwah.
Oleh
KHUDZAIFAH DIMYATI
·4 menit baca
SUPRIYANTO
Ilustrasi
Muhammadiyah yang berdiri pada 18 November 1912 merupakan organisasi Islam terbesar kedua setelah Nahdlatul Ulama di Indonesia. Peran Muhammadiyah terhadap persoalan purifikasi dan modernisasi ini tidak hanya berada di wilayah pemikiran, tetapi juga menjelma menjadi gerakan masif, baik pada level nasional maupun internasional.
Purifikasi diterjemahkan sebagai gerakan kembali pada semangat dan ajaran Islam yang murni dan membebaskan umat Islam dari kehidupan keagamaan yang bercorak sinkretik dan tradisional. Gerakan yang secara kasatmata acap kali hanya dipandang sebagai upaya untuk memurnikan Islam dari sirik, pada dasarnya merupakan upaya untuk melepaskan beban-beban kultural dan merasionalisasi masyarakat. Melalui gerakan purifikasi Muhamamdiyah berupaya melakukan proses demistifikasi dan mengeliminasi proses-proses dehumanisasi guna melakukan transformasi sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat industrial (tradisional ke modern), dengan etos yang baru, yaitu tauhid, sebagai titik sentral melandasi dan mendasari aktivitas.
Gerakan di atas menjadi bidang garap Muhammadiyah, lebih-lebih dalam menghadapi tantangan era global. Semangat purifikasinya adalah meluruskan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sesuai dengan cita-cita dan misi Muhammadiyah khususnya dan umat manusia pada umumnya. Kerja keras dan etos keilmuan warga persyarikatan yang menyatu dalam etos keagamaan umat sangat diperlukan. Pencapaian kemampuan iptek yang mumpuni membutuhkan sikap mental dan pandangan hidup bahwa aktivitas keilmuan bukannya berada di luar kesadaran keagamaan.
Internasionalisasi Muhammadiyah
Ide internasionalisasi gerakan Muhammadiyah telah dimulai pada Muktamar Muhammadiyah di Jakarta tahun 2000, yaitu dengan munculnya gagasan pendirian cabang Muhammadiyah di luar negeri. Ide ini kemudian ditegaskan kembali pada Muktamar Ke-47 Muhammadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan, di mana salah satu butir rekomendasinya adalah memberikan amanah kepada Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah agar melakukan gerakan internasionalisasi paham pemikiran (ideologi/manhaj) dan gerakan Muhammadiyah.
Ide ini kemudian terus bergulir menjadi gerakan dan terealisasi di berbagai bidang, seperti: (a) sejak 2011 Muhammadiyah resmi tercatat sebagai anggota ECOSOC; (b) memiliki organisasi mitra (sister organization); (3) mendirikan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) di lebih dari 20 negara; (4) melakukan kerja sama dengan beberapa negara, seperti Inggris dan Australia, serta organisasi tingkat dunia; (5) mendirikan amal usaha di beberapa negara, seperti Malaysia, Mesir, Taiwan, dan Australia; (6) melakukan kegiatan kemanusiaan di Filipina, Myanmar, Palestina, dan lain-lain; (7) memberikan beasiswa bagi mahasiswa negara sahabat untuk studi sarjana dan master di beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyah (PTMA); (8) melalui para tokoh baik sebagai pribadi maupun pimpinan aktif dalam berbagai forum internasional, baik yang bersifat akademik maupun strategis.
Ide internasionalisasi gerakan Muhammadiyah telah dimulai pada Muktamar Muhammadiyah di Jakarta tahun 2000.
Tajdid kemanusiaan global
Tajdid sebagai pembaruan atau modernisasi atau juga reformasi merupakan gerakan pembaruan pemikiran Muhammadiyah untuk mencari pemecahan masalah atas berbagai persoalan yang dihadapi. Muhammadiyah merujuk pada Al Quran dan As-Sunnah sebagai titik tolak dan landasan yang memberikan pengarahan ke arah pemikiran harus dikembangkan. Tajdid pada dasarnya merupakan usaha dan upaya intelektual untuk menyegarkan serta memperbarui pengertian dan penghayatan terhadap agamanya berhadapan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Melalui ijtihad, Muhammadiyah menjadikan sebagai strategi untuk membumikan Islam dalam konteks waktu dan ruang.
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid berupaya untuk menyesuaikan dengan keadaan zaman yang selalu berubah. Tajdid lebih banyak menitikberatkan pada pemikiran secara kontekstual, dalam segala aspek kehidupan. Diharapkan, Muhammadiyah tidak akan kekeringan wacana yang senantiasa hadir setiap waktu berubah. Tajdiddipersiapkan untuk menghadapi atau mengantisipasi terjadinya perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berdampak positif dan negatif.
KOMPAS/AYU PRATIWI
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian mengunjungi Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
Tajdid merupakan gerakan pembaruan pemikiran Muhammadiyah sejatinya untuk mencari problem solving atas berbagai persoalan kehidupan baik sosial, ekonomi, pendidikan, kultural, maupun keagamaan yang dihadapi masyarakat. Muhammadiyah tidak bermaksud menjadikan semua warga negara ikut Muhammadiyah, tetapi berubah menjadi lebih baik merupakan hal yang lebih penting dalam dakwah. Perubahan inilah yang dinamakan sebagai tajdid Muhammadiyah.
Muhammadiyah juga dikenal dengan gerakan purifikasi, sebuah gerakan kembali pada semangat ajaran Islam yang murni dan membebaskan umat Islam dari perilaku yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam. Secara empiris Muhammadiyah tidak hanya berkutat pada wilayah teologis semata-mata. Akan tetapi, sebagai gerakan tajdid diharapkan mampu menyesuaikan dengan perubahan zaman dengan segala problem kehidupan di bidang hukum, sosial, ekonomi, ataupun budaya.
Tajdid merupakan gerakan pembaruan pemikiran Muhammadiyah sejatinya untuk mencari problem solving atas berbagai persoalan kehidupan.
Terkait Ijtihad Kemanusiaan, Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam, dalam forum- forum dan kegiatan-kegiatan yang berskala internasional, baik berupa misi kemanusiaan, misi perdamaian, maupun kegiatan sosial dan ilmiah. Internasionalisasi dilakukan oleh organisasi- organisasi otonom Muhammadiyah dan amal usaha Muhammadiyah di bidang kesehatan, pendidikan, dan sosial kemanusiaan.
Peran Muhammadiyah-Aisyiyah dalam penanggulangan tuberkulosis, peran aktif Muhammadiyah dalam forum-forum perdamaian, kerja sama Perguruan Tinggi Muhammadiyah dengan lembaga pendidikan internasional dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peran aktif MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) dalam kegiatan kemanusiaan menjadi misi utama ijtihadMuhammadiyah sekarang ini.
Internasionalisasi gerakan dakwah Muhammadiyah adalah model praktik keislaman yang dapat diterapkan dalam konteks keindonesiaan, diadopsi dalam ruang lingkup global. Inilah tajdid dakwah Muhammadiyah yang sejatinya sangat dibutuhkan saat ini ketika dunia terus mengalami disrupsi global. Selamat berseminar Pra-Muktamar Muhammadiyah 30-31 Mei 2022 di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Khudzaifah Dimyati, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta