Jelang Pemilu 2024 ada beberapa tokoh yang masuk kriteria ganteng dan dianggap potensial melaju sebagai capres. Namun, bukan berarti capres ganteng akan otomatis memenangi kompetisi politik. Masih banyak variabel lain.
Oleh
MUHAMMAD EDY SUSILO
·4 menit baca
”Capres ganteng” mendadak menjadi pembicaraan hangat belakangan ini setelah Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani melontarkan wacana tersebut. Dalam sebuah pertemuan, Puan meminta kadernya agar memilih pemimpin yang bisa bekerja, bukan hanya ganteng dan menyenangkan di media sosial. Sekilas, pernyataan ini tampak trivial dan kekanak-kanakan. Namun, ternyata kaitan antara daya tarik fisik dan politik sudah lama menjadi perhatian para peneliti.
Berbagai riset membuktikan bahwa daya tarik fisik memang memberikan manfaat bagi para kandidat politik. Daya pikat fisik ini berlaku untuk dua jenis kelamin, yaitu laki-laki ganteng dan perempuan cantik. Di Indonesia, di mana dunia politik masih didominasi oleh laki-laki, isu mengenai kandidat ganteng akan lebih sering dibicarakan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sebenarnya apa kriteria kegantengan seseorang? Para pakar bedah kecantikan memiliki ukuran mengenai apa yang disebut ganteng, seperti tingkat kesimetrisan wajah dan proporsionalitasnya secara keseluruhan. Standar ini diberlakukan bagi siapa pun yang ingin ”mengoreksi” wajahnya menjadi lebih menarik. Sayangnya, ukuran ini membuat wajah orang yang direstorasi menjadi mirip satu sama lain, seragam, dan—dengan demikian—tidak istimewa lagi.
Ganteng itu penuh dengan keunikan dan tidak bisa dijelaskan secara obyektif. Umumnya orang menyandarkan penilaian ini berdasarkan tacit knowledge atau pengetahuan tersembunyi di dalam otak, yang tidak terstruktur dan sulit ditulis dalam sebuah definisi. Uniknya, orang-orang cenderung memiliki kesepakatan terhadap obyek yang disebut ganteng itu. Jika disodorkan nama-nama seperti Nicolas Saputra, Reza Rahardian, atau Jefri Nichol, kemungkinan besar orang akan sependapat bahwa ketiganya masuk dalam kategori ganteng.
Apakah orang ganteng sadar bahwa dirinya ganteng? Menurut teori Interaksi Simbolik, pemaknaan terhadap segala sesuatu, termasuk pemaknaan diri, diciptakan melalui interaksi antarmanusia. Jika dalam interaksi tersebut seseorang selalu mendapatkan respons bahwa ia ganteng, ia akan menginterpretasikan dan memaknai diri sebagai orang yang ganteng. Menariknya, orang bakal berperilaku sesuai dengan makna yang ia konstruksi.
Orang yang menarik secara fisik akan mendapatkan keuntungan pada hampir semua bidang kehidupan.
Dalam literatur dikenal istilah beauty privilege, yaitu keistimewaan yang berlaku untuk orang yang dianggap menarik (berdasarkan standar kecantikan yang diterima masyarakat), dan mereka akan mendapatkan peluang lebih banyak daripada orang biasa. Niklas Potrafke dan kawan-kawan dari University of Munich menyatakan bahwa orang yang menarik secara fisik akan mendapatkan keuntungan pada hampir semua bidang kehidupan.
Bayi yang molek akan dirawat dengan lebih baik, guru yang cantik mendapatkan perhatian lebih dari muridnya, orang yang cantik lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan promosi jabatan, diperlakukan dengan baik dalam semua jenis hubungan sosial, lebih mudah mendapatkan pinjaman di bank, lebih dipilih oleh publik, dan bahkan akan mendapatkan hukuman yang lebih ringan ketika diadili. Niklas menyebutnya sebagai beauty premium.
Ganteng-ganteng capres
Statemen Puan menimbulkan spekulasi bahwa ada beberapa bakal kandidat yang ia bidik. Menjelang Pemilu 2024 ini, ada beberapa tokoh yang masuk dalam kriteria ganteng dan dianggap potensial untuk melaju sebagai capres. Nama-nama itu adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Prabowo Subianto.
Anies Baswedan memiliki wajah yang khas. Hidungnya lebih mancung daripada kebanyakan orang Indonesia. Penampilannya kalem dan elegan. Ganjar Pranowo tampak menjulang dengan tinggi badan 183 sentimeter dan tetap ramping di usianya saat ini. Uban yang menutupi kepalanya tidak membuat Ganjar terlihat seperti kakek-kakek, apalagi gerakannya masih gesit dan lincah.
Ridwan Kamil merupakan sosok yang paling sadar penampilan. Sepertinya, ia rutin merawat wajahnya dengan skin care sehingga selalu terlihat berseri ketika tampil di depan khayalak atau kamera. Ridwan tidak kaku melenggang di klip video, luwes muncul sebagai cameo di film layar lebar, dan dekat dengan kalangan pesohor yang tentu saja berparas rupawan.
AHY merupakan tokoh politik yang relatif muda, 44 tahun. Wajahnya segar dan bersih. Penampilannya stylish. Tinggi badan dan posturnya pas dengan istilah body goals. Terakhir, Prabowo Subianto juga tergolong atraktif. Namun, usia tidak bisa dibohongi. Seiring waktu, kegantengan masa muda semakin berlalu dari dirinya.
Para tokoh yang disebutkan di atas aktif memanfaatkan media sosial. Mereka membagikan pemikiran, kegiatan, dan seluruh kreativitasnya untuk mendapatkan perhatian khalayak. Wajah dan postur yang memang sudah di atas rata-rata masih diolah lagi dengan editing atau penggunaan filter. Begitu canggihnya teknologi ini sehingga bertunaslah hiperrealitas. Citraan, simulasi, fantasi, dan realitas bercampur baur dan sulit dibedakan lagi. Barangkali ini yang dimaksud oleh Puan dengan ”tampil menyenangkan di media sosial”.
Namun, bukan berarti bahwa capres ganteng akan otomatis memenangi kompetisi politik. Masih ada banyak variabel yang memengaruhi kesuksesan para kandidat. Di poin ini, Puan tidak perlu berkecil hati. Justru yang harus diwaspadai adalah rendahnya tingkat literasi politik pemilih. Sampai akhir tahun 2020, survei yang diadakan LSI menunjukkan bahwa masyarakat ingin memiliki pemimpin yang bersih dari korupsi, tetapi di saat yang sama mereka menganggap wajar politik uang.
Muhammad Edy Susilo, Dosen Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta