Persaingan Maskapai Pelat Merah
Pelita AIr Service kini masuk dalam arena medan pertempuran baru di jalur padat dan kompetitif. Akan lebih baik Pelita dan Garuda sama-sama bersaing sehat dalam merebut simpati pelanggan, terutama pasar domestik.
Belakangan ini banyak narasi bahwa Pelita Air Service dipersiapkan untuk menggantikan Garuda Indonesia. Pertanyaannya, siapkah Pelita Air berperan menggantikan Garuda sebagai flag carrier, sebagai designated carrier, yang menerbangi rute penerbangan domestik dan internasional? Lalu apakah benar Garuda Indonesia sudah tak dapat diselamatkan?
Pelita Air Service adalah maskapai penerbangan carter atau disebut juga penerbangan tak berjadwal milik Pertamina, terbiasa mengoperasikan pesawat kecil seperti ATR 42-500, ATR 72-500, CASA 212-200, dan helikopter. Selain itu, segmen pasar carter Pelita Air adalah kebanyakan dari korporasi pertambangan minyak dan gas maupun ada beberapa yang nonmigas, juga termasuk instansi pemerintah.
Pada 28 April 2022, Pelita Air baru saja memulai lembaran baru dengan melakukan penerbangan berjadwal perdana rute Jakarta-Denpasar. Menteri BUMN menyampaikan pandangan atas penerbangan tersebut sebagai paradigma baru, sekaligus mengingatkan agar tidak terulang kesalahan seperti di tempat lain. Tersirat maksud ini, mungkin jangan sampai seperti Garuda Indonesia yang terlilit utang besar dan korupsi.
Dengan terjunnya Pelita pada rute padat atau trunk route, artinya sudah satu langkah ke depan untuk bersiap diri sebagai pengganti Garuda kelak.
Dengan terjunnya Pelita pada rute padat atau trunk route, artinya sudah satu langkah ke depan untuk bersiap diri sebagai pengganti Garuda kelak. Bermodal dua pesawat Airbus A 320-200, pada tahap awal Pelita akan mendedikasikan pada rute Jakarta-Denpasar dan Jakarta-Yogyakarta, berangkat dari terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Pelita kini masuk dalam arena medan pertempuran baru di jalur padat yang sangat kompetitif dan akan berhadapan dengan empat grup besar maskapai penerbangan Indonesia, yaitu Garuda Indonesia Group, Lion Group, Sriwijaya Group, dan AirAsia.
Sebetulnya belum banyak keterangan, apa rencana bisnis ke depan Pelita, selain bahwa saat ini baru memiliki dua pesawat Airbus A 320-200 dengan livery baru yang diberi nama ”ribbon” karena menyerupai balutan pita dengan warna khas pemilik maskapai, Pertamina.
Setelah mengoperasikan dua pesawat ini, kemudian akan menyusul beberapa pesawat yang dijadwalkan hingga akhir tahun akan berjumlah 6 unit dan tahun depan menjadi 20 unit. Adapun pola pelayanan yang diterapkan penerbangan ini bukan model low cost carrier, melainkan medium service karena menyajikan makanan. Untuk pembelian tiket, sementara ini bekerja sama dengan beberapa agen perjalanan wisata dan belum ada pemesanan melalui website Pelita.
infografik Penerbangan Pelita Air Jakarta Bali
Nasib Garuda Indonesia
Lalu bagaimana dengan nasib Garuda Indonesia yang akan digantikan? Menjelang batas waktu penundaan kewajiban pembayaran utang pada 20 Mei 2022, manajemen Garuda Indonesia mendapat kabar gembira dari pemerintah selaku pemegang saham mayoritas bahwa lembaga legislatif negara, yaitu melalui Komisi VI DPR yang membidangi industri, investasi, dan persaingan usaha, telah menyetujui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 7,5 triliun. Keputusan itu diketuk pada Jumat, 22 April 2022.
Ditegaskan bahwa suntikan dana pemerintah itu bukan untuk membayar utang, melainkan untuk kegiatan operasional.
Dari sini jelas, Garuda diberikan suntikan vitamin agar napas lebih panjang untuk berusaha memperbaiki kinerja operasionalnya yang terseok-seok akibat beban biaya dan dampak dari Covid-19. Diharapkan dari suntikan ini Garuda dapat bangkit dan melakukan usahanya lebih produktif dan lebih efisien sejalan dengan sudah meredanya Covid-19 dan mulai dibukanya semua jalur penerbangan domestik dan internasional dengan pelonggaran bagi masyarakat yang mau bepergian dengan pesawat.
Terpenting lagi, ada satu momentum yang tak boleh disia-siakan Garuda, yakni sebagai angkutan Lebaran. Kemudian, pada pertengahan tahun, akan memasuki peak season liburan sekolah, serta tentu saja menggarap pasar umrah yang sudah dua tahun terhenti.
Baca juga Angin Segar Penyelamatan Garuda Indonesia
Satu harapan besar lainnya adalah tahun ini akan segera dibuka kembali penyelenggaraan ibadah haji, di mana tahun ini Indonesia mendapat kuota sebesar 100.051 anggota jemaah. Jumlah ini akan diangkut oleh dua maskapai penerbangan, yaitu Saudia dan Garuda Indonesia. Di luar jemaah reguler, Garuda juga memiliki peluang mengangkut jemaah haji khusus, dikenal dengan ONH Plus, dan jemaah haji Furoda.
Pendapatan dari angkutan haji adalah harapan terbesar Garuda Indonesia karena nilainya pasti dan likuid sehingga akan memperbaiki kinerja perusahaan, ketersediaan arus kas yang baik, yang pada akhirnya membuat Garuda Indonesia dapat mengoperasikan kembali semua pesawat yang dibutuhkan dan tentu saja sudah dapat mulai mencicil utang kepada kreditor. Ini akan memberi kepercayaan diri pada karyawan dan semua stakeholder dan konsumen.
Peluang pasar, dengan dibukanya semua jalur penerbangan, amatlah besar. Karena itu, Garuda harus siap. Tambahan PMN harus betul-betul dioptimalkan, karena selepas Lebaran kegiatan angkutan udara diperkirakan akan kembali normal seperti sebelum pandemi. Masyarakat pengguna jasa sudah tidak sabar setelah menunggu selama dua tahun, untuk bepergian kembali, untuk berwisata, mengunjungi saudara, kerabat, dan relasi yang jauh.
Peluang pasar, dengan dibukanya semua jalur penerbangan, amatlah besar.
Singkatnya, kalau pandemi sudah dapat dikendalikan dan kegiatan penerbangan sudah dibuka selebar-lebarnya, target jangka pendek, paling tidak pada laporan kinerja keuangan semester II, Garuda sudah kembali sehat.
Meski demikian, yang juga harus dipikirkan adalah what next? Bagaimana nasib Garuda Indonesia ke depan? Nilai kewajiban sebesar Rp 198 triliun dan kreditor ratusan jumlahnya tidaklah dapat diselesaikan dalam waktu satu-dua tahun. PMN Rp 7,5 triliun pun bisa habis dalam sekejap. Karena itu, perlu strategi penyelamatan sekaligus pengembangan secara bersamaan untuk keberlangsungan jangka panjang.
Bersaing sehat
Dari pemaparan di atas jelaslah bahwa Garuda sedang bersiap-siap take off kembali mengangkasa mengarungi pulau dan samudra sebagai recovery atas keadaan sebelumnya. Sementara Pelita baru mulai melangkah menapaki dunia baru penerbangan berjadwal dengan karakteristik pasar yang berbeda dari sebelumnya. Keduanya akan bertempur, bersaing, berlomba-lomba meraih simpati pelanggan domestik.
Belajar dari masalah yang mengakibatkan kerugian, menumpuknya utang, dan adanya korupsi di tubuh Garuda, hal terpenting yang harus dilakukan pemegang saham adalah mengawasi secara saksama business plan yang dibuat perusahaan, terutama dalam penentuan jenis armada dan rute penerbangan. Jangan sampai mengutamakan gengsi, tetapi berakibat rugi, seperti rute ke Eropa yang menerapkan tiga kelas pelayanan first, business, dan economy class yang mengakibatkan kerugian besar.
Contoh kesalahan lain adalah pemilihan pesawat Bombardier CRJ-1000 yang sesungguhnya tak layak. Akan lebih baik Garuda hanya memiliki dua merek pesawat, yaitu Airbus dan Boeing, agar pemeliharaan, perawatan, dan tenaga penerbang lebih efektif dan efisien.
Adapun bagi Pelita Air Service, ada catatan penting dengan disebut sebagai paradigma baru, tentu harus dimulai dari paradigma kompetisi, karena akan bersaing dengan maskapai lain yang sudah berpengalaman, sudah mendapat hati dari kalangan pelanggan, dan sudah dikenal luas oleh masyarakat. Sementara Pelita sebagai pendatang baru masuk pada segmen medium service, di mana segmen ini agak rancu.
Akan lebih baik Pelita menetapkan diri sebagai maskapai biaya murah alias low cost carrier (LCC). Ingat maskapai murah bukan berarti murahan. Kita bisa belajar pada Southwest Airlines asal Amerika Serikat sebagai pelopor LCC pada 1967 yang harus berhadapan dengan penerbangan lain yang sudah mapan, seperti Delta Airlines, American Airlines, dan United Airlines.
Sementara Pelita sebagai pendatang baru masuk pada segmen medium service, di mana segmen ini agak rancu.
Southwest hingga hari ini adalah maskapai berkinerja sangat baik yang meraih keuntungan terus-menerus selama 47 tahun hingga 2019. Rahasia keberhasilan Southwest, hanya menggunakan satu tipe pesawat, yaitu Boeing 737 yang kini berjumlah 735 unit dan menjadi pengguna terbanyak Boeing di dunia.
Atas strategi ini Southwest mendapatkan diskon besar dari pabrik pesawat Boeing. Sarana dan prasarana perawatan dan perbaikan pesawat tak banyak macam ragam sehingga lebih efisien. Begitu juga type rating penerbang adalah seragam, hanya satu type rating yang memudahkan pengaturan rotasi awak pesawat. Rahasia lain adalah meniadakan layanan makan dan minum di pesawat, tetapi tetap menyajikan layanan hiburan, di mana semua pesawat Southwest saat ini sudah dilengkapi Wi-Fi.
Model bisnis Southwest kemudian di-copy paste oleh maskapai LCC lain, seperti Ryan Air, Jet Blue, AirAsia, dan hampir semua LCC dunia. Itulah mengapa maskapai penerbangan LCC saat ini telah melampaui saudara tuanya yang masih menerapkan layanan penuh alias full service carrier (FSC). Keunggulan LCC adalah karena menerapkan konsep low profile high profit, sedangkan FSC high profile low profit.
Peluang pasar milenial
Dari keadaan di atas, maka lupakanlah pemikiran Pelita Air Service akan menggantikan Garuda Indonesia. Akan lebih baik Pelita dan Garuda sama-sama bersaing sehat dalam merebut simpati pelanggan, terutama pasar domestik yang cukup besar dan masih akan tumbuh lebih banyak seiring bertumbuhnya generasi milenial yang sudah mendominasi populasi penduduk Indonesia.
Dari keadaan di atas, maka lupakanlah pemikiran Pelita Air Service akan menggantikan Garuda Indonesia.
Generasi milenial memiliki ciri sangat menyukai bekerja dengan gadget, melakukan transaksi nontunai, cerdas, bekerja cepat, menyukai petualangan dengan mengunjungi daerah wisata atau tempat-tempat unik ikonik.
Maka dari itu, bagi Garuda, Pelita, dan semua maskapai penerbangan bersiaplah menyongsong kehadiran pasar milenial dan sajikan pelayanan yang optimal, terutama ketersediaan Wi-Fi di dalam pesawat. Dan satu ciri lain yang harus diperhatikan adalah bahwa generasi milenial tidak akan fanatik kepada satu brand. Dia akan beralih ke produk lain yang lebih baik yang lebih memiliki benefit bagi mereka.
Yona Mardiona Pengamat dan Mantan Praktisi Penerbangan