Ada hal yang menggembirakan saat otonomi desa dijalankan. Semakin banyak para sarjana baru penduduk desa yang tidak lagi segan bekerja di desa. BUMDesa menjadi salah satu lokomotif dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
Oleh
TRISNO YULIANTO
·4 menit baca
HERYUNANTO
Arus urbanisasi penduduk usia produktif dari desa ke kota terjadi secara reguler memanfaatkan momentum sosial tertentu.
Seperti halnya dalam arus balik Lebaran, banyak anak muda usia produktif dari desa yang mengikuti sanak famili kembali ke kota dengan tujuan mendapatkan pekerjaan. Demikian pula, saat musim sekolah atau mencari perguruan tinggi, banyak migrasi penduduk usia muda ke kota, yang biasanya setelah lulus tidak kembali ke desa.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), laju urbanisasi penduduk desa ke kota dalam kurun lima tahun terakhir meningkat 15 persen per tahun.
Laju urbanisasi penduduk dari desa ke kota disebabkan banyak faktor pendorong dan penarik. Dari mulai ketiadaan lapangan pekerjaan yang memberi pendapatan layak dan ajek untuk warga desa usia produktif, masih belum memadainya sarana pendidikan yang dekat dengan domisi li desa, sampai pada pergeseran kawasan agraris menjadi subindustri.
Urbanisasi adalah problem klasik yang menjadi beban kota besar dan menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan politis.
Semakin banyak para sarjana baru penduduk desa yang tidak lagi segan bekerja di desa, menjadi aparatur pemerintah desa.
Tak janjikan lapangan kerja
Era otonomi desa dengan kemunculan UU Desa No 6 Tahun 2014 dan adanya desentralisasi fiskal berwujud transfer dana desa memang mendorong hadirnya program-program pembangunan infrastruktur desa secara masif.
Namun, implementasi program pembangunan infrastruktur desa dengan pola padat karya ataupun melalui swakelola oleh pelaksana kegiatan di desa tidak menjanjikan lahan pekerjaan yang permanen bagi warga desa usia produktif.
Hal ini karena pembangunan infrastruktur desa durasi waktu pengerjaannya jangka pendek dan sangat tergantung kebijakan pemerintah pusat soal prioritas dana desa yang selalu berubah-ubah setiap tahunnya.
Apalagi dua tahun terakhir, di era pandemi Covid-19, prioritas dana desa mayoritas untuk penanggulangan Covid-19, khususnya bantuan langsung tunai (BLT) untuk masyarakat terdampak Covid-19, sehingga program pembangunan fisik tak tersedia anggarannya di desa.
Sempitnya lahan pekerjaan di desa disebabkan masih minimnya investasi dari luar desa yang serius mengembangkan kegiatan usaha produktif di sektor pertanian ataupun di luar pertanian.
Ada hal yang menggembirakan saat otonomi desa dijalankan. Semakin banyak para sarjana baru penduduk desa yang tidak lagi segan bekerja di desa, menjadi aparatur pemerintah desa. Saat ini di banyak desa banyak perangkat desa dari kalangan generasi muda terpelajar di desa yang mengabdi menjadi carik (sekretaris desa), bayan, dan kamituwo.
Peran BUMDesa
Potensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk mengakomodasi warga desa usia produktif agar kerasan bekerja di desa adalah badan usaha milik desa (BUMDesa).
BUMDesa merupakan perusahaan desa yang memiliki legal standing badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM, yang bisa berfungsi sebagai organizing company ataupun investment company. BUMDesa menjadi lokomotif usaha ekonomi desa yang berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat usia produktif di desa.
Di Indonesia saat ini telah berdiri 25.800 BUMDesa di mana 2.560 BUMDesa telah berbadan hukum. Di Jawa Tengah sendiri ada 3.215 BUMDesa yang telah berdiri dan 60 persen memiliki jenis usaha atau unit usaha yang riil dan telah mampu membuka lapangan pekerjaan bagi warga desa.
BUMDesa yang telah berdiri dan memiliki unit usaha yang berkembang akan berkontribusi bagi penciptaan lapangan pekerjaan di desa, yang bisa mengeliminasi laju urbanisasi.
Penyertaan modal
Untuk merintis dan mengembangkan BUMDesa diperlukan inisiasi sungguh-sungguh dan kebijakan pemerintah desa dalam penyertaan modal. Pemerintah desa jika ingin BUMDesa-nya maju, harus mau menyisihkan anggaran untuk penyertaan modal bagi BUMDesa. Penyertaan modal yang disertai dengan analisis kelayakan usaha yang sejalan dengan potensi ekonomi desa.
Penyertaan modal desa dituangkan dalam peraturan desa tentang penyertaan modal dan diatur dalam anggaran dasar BUMDesa sehingga ada kewajiban bagi BUMDesa untuk memberikan kontribusi bagi pendapatan asli desa.
Penyertaan modal desa untuk BUMDesa yang ideal adalah untuk penambahan modal atau mendorong terbentuknya unit usaha baru BUMDesa. Unit usaha BUMDesa yang luas, sesuai dengan aturan dalam klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) saat mengurus perizinan usaha.
Untuk merintis dan mengembangkan BUMDesa diperlukan inisiasi sungguh-sungguh dan kebijakan pemerintah desa dalam penyertaan modal.
BUMDesa relatif potensial untuk bisa mengembangkan usahanya, baik di sektor jasa (serving), makelar (brokering), persewaan (renting), produksi (producing), maupun jasa keuangan mikro melalui unit usaha Lembaga Keuangan Mikro.
Pengelolaan dan manajemen BUMDesa yang bagus dan profesional akan mendorong kemajuan BUMDesa yang nantinya akan menjadi peranti bagi perkembangan usaha, yang berimplikasi pada terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa dalam usia produktif. Pengelola BUMDesa harus mampu menjalankan roda organisasi dan manajemen bisnis yang menguntungkan.
BUMDesa diharapkan besar menjadi ”miniatur” BUMN yang membawa dinamika kemajuan ekonomi desa, menanggulangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Program kerja BUMDesa yang dijalankan secara baik dan selalu melakukan inovasi bisa menjadi solusi dalam irama kompetisi bisnis yang ketat. Terbukanya lapangan pekerjaan dengan kesejahteraan pendapatan akan menjadi instrumen sosial untuk mengeliminasi urbanisasi di masa depan.