logo Kompas.id
Artikel OpiniJembatan Ilmu yang Rapuh
Iklan

Jembatan Ilmu yang Rapuh

Para akademisi filsafat diharapkan mampu memasuki ilmu-ilmu baru, seperti ”data science”, teknobiomedik, dan ”marketing”. Mereka berperan memberi pendasaran keilmuan yang kuat, juga agar filsafat tidak merapuh.

Oleh
ANDRI FRANSISKUS GULTOM
· 6 menit baca
https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/8NeK9sjD29LcHsICtcPdw57rMBI=/1024x768/https%3A%2F%2Finr-production-content-bucket.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com%2FINR_PRODUCTION%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F03%2F30%2F0fa5fe7a-a145-433b-94b5-c17765cbc0d8_jpg.jpg

Benarkah hanya filsafat yang bisa menjadi jembatan bagi banyak disiplin ilmu? Pertanyaan ini jadi respons epistemik bagi tulisan Siti Murtiningsih di Kompas (25/3/2022) berjudul ”Jembatan Ilmu-ilmu”.

Sebelum mendedah pemikiran Murtiningsih lebih jauh, saya terlebih dahulu memberi ”duduk perkara inti” dari tulisannya, untuk kemudian menjadi status quaestiones (state of investigation). Murtiningsih memulai tulisannya dengan berangkat dari situasi formal, bahwa ada itikad baik dari pemerintah untuk mengantisipasi spesialisasi ilmu dengan multidisipliner, interdisipliner, dan transdisipliner. Ketiga yang disebut terakhir ini menjadi semacam jembatan antarilmu.

Editor:
SRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN
Bagikan