Sebagai pemegang Presidensi B20, Indonesia berpeluang besar merumuskan rekomendasi kebijakan solutif dan transformatif, terutama bagi negara-negara miskin dan berkembang. B20 memegang peranan krusial bagi pemimpin G20.
Oleh
SHINTA WIDJAJA KAMDANI
·4 menit baca
HERYUNANTO
Tahun 2022 jadi tahun bersejarah bagi Indonesia. Kita mengemban amanah sebagai pelaksana Presidensi B20. Ini merupakan forum dialog resmi antara komunitas bisnis global dan negara-negara anggota G20.
Sebagai pemegang Presidensi B20, Indonesia berpeluang besar merumuskan rekomendasi kebijakan yang solutif dan transformatif, terutama bagi negara-negara miskin dan berkembang. Apalagi setelah Presidensi G20 Indonesia pada tahun 2022 akan diikuti India dan Brasil. Prioritas dan outcome/legacy Indonesia akan menjadi prioritas kebanyakan negara berkembang lainnya.
B20 memegang peranan krusial bagi para pemimpin G20 karena melalui forum inilah komunitas bisnis global dapat bekerja sama dan mencapai konsensus untuk mengatalisasi transformasi ekonomi dunia. Selain menyumbang sebagian besar populasi dunia, negara-negara G20 juga mewakili 75 persen dari total perdagangan global dan mengendalikan 80 persen ekonomi global.
Dalam pidatonya di forum G20 Italia, tahun lalu, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya big action, big vision, big change, and big transformation dalam proses pemulihan ekonomi global. Transformasi, yang juga diutamakan dalam G20 Indonesia, menjadi kata kunci yang sepatutnya dimulai dari hal yang kecil, tetapi berkelanjutan dan progresif.
Presidensi B20 perlu dimanfaatkan Indonesia untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang ke tataran global, termasuk dukungan akses infrastruktur, digitalisasi, dan pembiayaan bagi UMKM.
Presidensi B20 perlu dimanfaatkan Indonesia untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang ke tataran global, termasuk dukungan akses infrastruktur, digitalisasi, dan pembiayaan bagi UMKM. Rekomendasi kebijakan yang akan dihasilkan Indonesia selaku pemegang Presidensi B20 harus menghadirkan legacy konkret yang mencakup isu-isu itu.
Salah satu prioritas utama bagi Indonesia adalah keterlibatan UMKM dalam forum multilateral B20. Ini karena UMKM memegang peranan krusial dalam pilar perekonomian, khususnya di negara berkembang. Melansir Bank Dunia, UMKM menciptakan 50 persen lapangan kerja secara global. UMKM formal juga berkontribusi sekitar 40 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) negara berkembang dan tujuh dari 10 lapangan kerja diserap oleh UMKM.
Di Indonesia, kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 62 persen, setara dengan Rp 8.500 triliun pada 2020. UMKM juga menyerap tenaga kerja hingga 97 persen dari daya serap dunia usaha pada 2020. Karena itu UMKM harus diberi perhatian khusus di business outreach B20 untuk membantu mereka mengatasi hambatan menembus value chain global. Dukungan ini dapat diwujudkan melalui komitmen dan kolaborasi bersama antarnegara G20.
Pandemi Covid-19 telah memperberat sejumlah tantangan yang dihadapi UMKM. Disparitas ekonomi menjadi semakin luas dan memukul UMKM. Kondisi ini membutuhkan intervensi struktural di tengah perubahan drastis supply chain yang terdisrupsi secara signifikan oleh pandemi. Kita memerlukan pendekatan inovatif di bidang perdagangan dan investasi yang memungkinkan UMKM memainkan peran yang lebih substantif dan kuat.
Selama ini, UMKM menghadapi berbagai kesulitan, mulai dari kurangnya akses permodalan dan keuangan hingga minimnya pengetahuan tentang cara memperluas penetrasi pasar mereka agar mampu bersaing di pasar global. B20 Indonesia diarahkan mengundang pelaku ekonomi global untuk membantu UMKM mengatasi permasalahan itu. Negara-negara dengan proporsi UMKM yang signifikan dapat memanfaatkan B20 untuk saling berbagi best practices, membangun platform perdagangan UMKM lintas negara, dan mendorong pengambil kebijakan memperbaiki regulasi yang berpeluang menjadi hambatan.
Kita berpacu dengan waktu untuk mengatasi segala tantangan yang bergulir cepat di tengah transformasi digital dan situasi ekonomi dunia yang dinamis. B20 Indonesia harus mengambil posisi strategis untuk mendukung UMKM.
B20 perlu mendorong percepatan pertumbuhan kewirausahaan digital untuk UMKM.
Pertama, B20 harus memastikan rekomendasi kebijakan atas keterlibatan UMKM dalam ekonomi berbasis digital sebagai kunci ketahanan terhadap perkembangan zaman yang sangat cepat. B20 perlu mendorong percepatan pertumbuhan kewirausahaan digital untuk UMKM. B20 juga perlu memastikan bahwa forum ini menghasilkan rekomendasi kebijakan terkait kemampuan literasi digital dan perangkat digital yang sangat diperlukan UMKM. Dalam hal ini, UMKM perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai, baik hard infrastructure seperti konektivitas jaringan komunikasi maupun soft infrastructure, termasuk di antaranya literasi dan kemampuan adaptasi digital.
Kedua, B20 perlu memastikan bahwa G20 memberikan ruang fasilitasi bagi UMKM untuk berpartisipasi dalam perdagangan global. Untuk itu, rekomendasi kebijakan di area ini akan berfokus pada prinsip inklusivitas global supply dan value chain. Dalam hal ini, regulasi memainkan peran penting, yaitu dengan menurunkan biaya transaksi bisnis dan memudahkan persyaratan untuk perdagangan antarnegara. Selain biaya, UMKM juga memerlukan pendampingan multipihak dari hulu ke hilir, terutama dalam memberdayakan semua sumber daya yang mereka miliki.
Ketiga, UMKM sangat terdampak pandemi sehingga di Indonesia, 39 persen UMKM mengurangi tenaga kerja. B20 Indonesia perlu mengupayakan mekanisme pendanaan gabungan untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi dan jangkauan akses pasar UMKM. Diperlukan rekomendasi kerangka kerja dan kebijakan sektor keuangan dan infrastruktur keuangan yang bisa memfasilitasi UMKM terhadap kredit ekspor dan pembiayaan ekuitas (equity financing), terutama bagi UMKM terdampak pandemi.
Presidensi B20 Indonesia menciptakan momentum strategis untuk berpihak pada kepentingan UMKM. Ini untuk menghilangkan stigma di mana sering kali B20 dinilai sebagai forum yang hanya berdampak bagi pelaku ekonomi besar.
Shinta Widjaja Kamdani, CEO Sintesa Group, Chair B20 Indonesia