Opsi pemerintah yang membebaskan guru untuk menggunakan tiga kurikulum tersebut, kemudian menimbulkan pertanyaan sederhana . Bagaimana kemudian kemajuan pendidikan Indonesia yang menggunakan kurikulum yang berbeda-beda?
Oleh
WAODE NURMUHAEMIN
·5 menit baca
DIDIE SW
-
Memasuki tahun 2020 wajah pendidikan berubah total. Dunia ditarik dan dipaksa untuk melakukan semua aktifitas keseharian di rumah termasuk juga pembelajaran di semua jenjang. Memasuki abad ke-21, isu-isu pembelajaran yang bisa dilakukan di mana saja memang gencar menyerbu kita dengan segala platform daring, menyesuaikan dengan perkembangan internet yang masif termasuk juga penggunaan internet 4G dan 5G. Bamun serangan virus Covid-19 memaksa transformasi sekolah berbasis internet menjadi lebih cepat dari yang diperkirakan.
Fakta membuktikan hampir semua negara kelimpungan dengan perubahan pola pendidikan yang seratus persen bertolak belakang dari yang biasa dilakukan. Bukan hanya di di Indonesia, serangan virus Covid-19 dengan pembelajaran daring yang dilakukan selama hampir dua tahun ini, membuat pendidikan di negara-negara maju juga menjadi sulit, salah satunya pendidikan di Amerika. Negara super power itu juga menuai sejumlah masalah yang tidak kalah pelik.
Dalam laporan tahun 2021, Mc Kinsey and Company merilis artikel yang bertajuk “Covid-19 and education: The lingering effects of unfinished learning” menyimpulkan bahwa Covid-19 di Negara Paman Sam itu menyebabkan ketidaktuntasan belajar siswa di tingkat 12 dimana rata-rata mereka tertinggal lima bulan dalam matematika dan empat bulan dalam membaca pada akhir tahun ajaran. Pandemi juga melebarkan peluang dan kesenjangan pencapaian yang sudah ada sebelumnya. Siswa sekolah menengah atas dari keluarga berpenghasilan rendah cenderung tidak melanjutkan ke pendidikan pasca sekolah menengah.
Di Indonesia, untuk membantu guru dalam merumuskan konsep belajar selama pandemi Covid-19, dibuatlah kurikulum darurat pada Agustus 2020. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Guru diberi pilihan untuk tetap menggunakan kurikulum K13, menggunakan kurikulum darurat, atau menyederhanakan kurikulum secara mandiri.
Pada awal tahun 2022 Kemendikbudristek kembali melakukan satu gebrakan terkait kurikulum yang saat ini menjadi pembicaraan hangat, yaitu Kurikulum Prototipe. Mengutip dari laman Kemendikbudristek, kurikulum ini diterapkan mulai tahun 2022 hingga 2024.
Heryunanto
-
Kemendikbudristek memberikan tiga opsi kurikulum yang dapat diterapkan satuan pendidikan dalam pembelajaran, yaitu Kurikulum 2013 (K13), Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Prototipe yang merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek. Kurikulum Prototipe ini sudah diterapkan di 2.500 sekolah yang juga merupakan sekolah-sekolah penggerak.
Jumlah sekolah yang ada di Indonesia berdasarkan data 2021 sebanyak 217.283 dengan jumlah siswa 45,21 juta dan guru 2.698.103 orang. Jumlah sekolah yang sudah menerapkan K13 sebanyak 131.811 pada tahun 2018 dimana hal itu dapat diartikan bahwa baru setengah dari jumlah sekolah yang ada.
Di awal-awal kemunculannya K13 juga bertujuan untuk menciptakan budaya HOTS atau High Order Thingking Skill.
Bagaimana yang setengahnya lagi? Apa mereka memakai Kurikulum KTSP? Dan kemudian, bagaimana output-nya terhadap mutu pendidikan Indonesia? Apakah siswa memiliki kemampuan yang sama, atau paling tidak hampir sama ketika menamatkan sekolah? Di awal-awal kemunculannya K13 juga bertujuan untuk menciptakan budaya HOTS atau High Order Thingking Skill. Kurikulum itu dirancang dengan komplet untuk memenuhi tujuan pembelajaran abad ke-21.
Perubahan kurikulum di Indonesia, cenderung menyesuaikan dengan hasil PISA (Programme for International Student Assessment). Indonesia yang belum beranjak dari rangking sepuluh terbawah sejak keikutsertaan di tes PISA pertama sampai tes terakhir sepanjang kurun waktu 2000-2018, menghasilkan perubahan kurikulum, antara lain pada tahun 2004, 2006, dan 2013 yang dilakukan setelah hasil evaluasi PISA diumumkan.
Kemampuan guru
Maklum saja negara-negara yang memperoleh skor buruk di test PISA kemudian akan menjadi buah bibir sejagad raya sebagai negara yang memiliki standar, sistem dan mutu pendidikan yang buruk. Semua mencerca dan semua menghakimi. Pihak yang paling bertanggung jawab adalah guru, begitu analisa-analisa pakar dan kesimpulan banyak pihak.
Guru adalah eksekutor di lapangan dalam menerjemahkan dan melaksanakan kurikulum. Bagaimanapun kemampuan guru-guru kita kemudian diitelisik, disandingkan, dan dibandingkan dengan guru-guru negara lain, bahkan Menteri Keuangan menyindir bahwa sertifikasi yang sudah memasuki tahun ke lima belas tidak mampu mengangkat mutu pendidikan Indonesia. Menkeu membandingkan dengan Vietnam yang bisa menempati rangking delapan dalam test PISA dengan anggaran yang sama, yaitu 20 persen dari APBN.
Vietnam, negara yang GDP hanya setengah dari GPD Indonesia harusnya dengan segala teori bahwa negara berpendapatan rendah, sistem pendidikannya dan kemampuan siswanya harusnya juga ikutan buruk. Namun Vietnam menjungkirbalikan keadaan, membuat paradoks sebagaimana juga Estonia yang tiba-tiba mengalahkan semua negara Eropa dengan menduduki posisi puncak.
Apakah kemampuan siswa-siswa yang rendah juga diakibatkan oleh kemampuan guru-guru yang belum bisa menerjemahkan dan menerapkan kurikulum ditingkat satuan pendidikan?
Kurikulum Prototipe mempunyai tujuan mulia agar siswa-siswa Indonesia menjadi lebih berdaptasi dengan kemajuan teknologi yang begitu mencengangkan. Namun sebaiknya pemerintah melihat secara keseluruhan penerapan kurikulum ini. Bagaimana dengan ketuntasan K13? Apakah sudah ada evaluasi pencapainnya?
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Karena ketebatasan buku, SDN Pandu Cerdas masih menggunakan buku lembar kerja siswa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk bahan ajar. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum 2013.
Dalam disertasi saya, yang meneliti kualitas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di tahun 2022, saya mendapatkan fakta bahwa pada tahun 2014 -2018 dari 3667 guru PAI di Sulawesi Utara masih banyak yang belum mengikuti pelatihan K13 sampai tahun 2018. Itu baru satu mata pelajaran di satu propinsi. Bagaimana di propinsi lain?
Fakta ini didukung oleh salah satu penelitian yang dilakukan di tahun 2019 yang memperlihatkan ada sebagian guru PAI di salah satu kota di propinsi itu kesulitan dalam menerapkan K13 dalam proses belajar mengajar. Hal ini berkaitan erat dengan kompetensi yang mereka miliki yang salah satunya adalah kurangnya pemahaman terhadap kurikulum K13 itu sendiri, yang diakibatkan oleh tidak adanya kesempatan dalam mengikuti pelatihan K13. Mengapa kemudian pemerintah tidak menuntaskan terlebih dahulu pemahaman semua guru terhadap K13 sebelum beralih ke kurikulum baru lagi?
Mengapa kemudian pemerintah tidak menuntaskan terlebih dahulu pemahaman semua guru terhadap K13 sebelum beralih ke kurikulum baru lagi?
Opsi pemerintah yang membebaskan guru untuk menggunakan tiga kurikulum tersebut, kemudian menimbulkan pertanyaan sederhana . Bagaimana kemudian kemajuan pendidikan Indonesia yang menggunakan kurikulum yang berbeda-beda? Apa penerapan kurikulum protitipe di 2.500 sekolah itu hanya dengan alasan sekolah penggerak atau sekadar percobaan?
Angka 2.500 tidak sampai satu persen dari jumlah sekolah yang ada di Indonesia. Mengapa kurikulum prototipe tidak diterapkan di semua satuan pendidikan? Menurut kepala Litbang Kemdikbudristek, kurikulum prototipe ini sukses diterapkan di sekolah-sekolah yang minim fasilitas sekalipun dari Asahan sumatera Utara sampai di Manggarai, NTT. Itu artinya tidak ada masalah kalau diterapkan di semua sekolah. Lantas, mengapa tidak diterapkan saja di semua jenjang pendidikan? Agar mutu lulusan Indonesia seragam.
Dengan semua pertanyaan di atas, apakah disparitas sekolah di Indonesia tidak semakin lebar? Semoga saja adigium “ganti menteri ganti kurikulum” tidak terjadi lagi.
Waode Nurmuhaemin, Pengembang Potensi Siswa pada Kanwil Kemenang Sulawesi Utara