Peraturan pemerintah, pusat maupun daerah, menentukan harga internet. Akan sulit memajukan sektor internet jika hanya DPR dan presiden yang melakukan deregulasi, sementara di level menteri dan pemda menambah regulasi.
Oleh
HENRY D HUTAGAOL
·6 menit baca
Presiden berambisi untuk memajukan internet di Indonesia, mulai dari membangun ibukota negara berkonsep smart city rujukan dunia, memperluas 4G ke 12.000 desa terluar, membangun pusat data nasional, dan lain sebagainya. Terakhir, pada Dies Natalis Universitas Katolik Parahyangan (17 Januari 2022), Presiden kembali menegaskan bahwa pemerintah akan memperkuat ekonomi digital dan transformasi masyarakat digital melalui pembangunan infrastruktur yang mendukung transformasi digital (pembangunan satelit, BTS/base transceiver station, dan lain sebagainya). Kebijakan ini diperlukan untuk mewujudkan ekonomi digital yang menciptakan lapangan kerja dan investasi serta produktifitas.
Di level menteri koordinator (menko) juga tak kurang semangat untuk memajukan internet. Meski pada 12 Desember 2021, di acara Indonesia Fintech Summit 2021, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) mengakui ada kendala dalam menumbuhkan ekonomi digital dan menyampaikan bahwa “jaringan internet Indonesia lambat, mahal, dan belum merata”, sehingga banyak desa yang belum menikmati internet. Dengan kata lain internet hanya diakses oleh mereka yang mampu secara ekonomi.
Harus diakui, pemerintah telah melakukan deregulasi untuk mendorong kemudahan berusaha, melalui Undang-Undang Cipta Kerja yang mengurangi sebagian regulasi. Namun masih ada kendala lain yang menghambat kemajuan internet di Indonesia.
Jika kita fokus pada “tarif internet yang mahal” dan kaitannya dengan pemerintah, maka akan kita temukan bahwa pemerintah melalui kebijakannya ternyata berkontribusi dalam “mendorong” atau “menghambat” perkembangan suatu sektor usaha dan harga barang/jasa. Mahalnya harga internet hanyalah “puncak gunung es” dari beragam persoalan yang tidak disadari di swasta (pelaku usaha) dan sektor publik (kebijakan pemerintah).
Peran pemerintah
Konsumen, pelaku usaha (swasta), dan pemerintah memiliki peran dalam membentuk harga barang/jasa di masyarakat. Swasta umumnya membentuk harga melalui persaingan usaha, harga bahan baku, biaya overhead, dan lain sebagainya. Namun pemerintah juga memiliki peran dalam komponen biaya dari harga suatu produk di masyarakat. Peran pemerintah tersebut terbentuk melalui kebijakan pajak (pungutan) dan regulasi.
Dalam studi berjudul “How Do Federal Regulations Affect Consumer Prices?An Analysis of the Regressive Effects of Regulation” (2016) oleh Chambers dan Collins, disimpulkan bahwa ketika pemerintah menerbitkan regulasi baru, hal ini akan mempengaruhi biaya usaha (cost of doing business), dan pelaku usaha cenderung meneruskan biaya ini kepada konsumen dengan menaikkan harga barang.
Ketika pemerintah menerbitkan regulasi baru, hal ini akan mempengaruhi biaya usaha ( cost of doing business), dan pelaku usaha cenderung meneruskan biaya ini kepada konsumen dengan menaikkan harga barang.
Sektor telekomunikasi (khususnya internet) merupakan sektor yang menanggung beragam pajak dan pungutan, mulai dari (1) pajak penghasilan (PPh), (2) pajak bumi dan banguan (PBB) dan/atau retribusi untuk infrastruktur aktif dan pasif, seperti pergelaran kabel laut, (3) berbagai penerimana negara bukan pajak (PNBP), seperti biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi (0,5 persen dari pendapatan kotor), kontribusi pelayanan universal (1,25 persen dari pendapatan kotor), biaya hak penyelenggaraan frekuensi, sampai PNBP dari sewa barang milik negara berupa lahan untuk penempatan fiber optic. Segala pungutan ini, sedikit banyak menjadi komponen pembentuk harga penjualan, sehingga akan membuat harga akhir di konsumen (masyarakat) menjadi lebih mahal.
Dalam beberapa tahun terakhir bahkan muncul upaya dari beberapa pemerintah daerah (pemda) untuk mencari pemasukan dengan menerapkan pungutan (sewa dan/atau retribusi) terhadap pergelaran fiber optic yang melalui lahan pemda. Padahal legislatif melalui UU Telekomunikasi membolehkan pergelaran kabel telekomunikasi melalui gedung dan tanah milik pemerintah.
Namun kenyataannya, segelintir pemda tersebut menerapkan sewa dan/atau retribusi terhadap pergelaran kabel internet. Dapat kita bayangkan jika 500 lebih pemda ikut menerapkan pungutan tersebut, maka berapa biaya yang bertambah. Dan biaya ini, cepat atau lambat akan dialihkan ke harga internet di masyarakat.
Regulasi
Regulasi juga memiliki dampak besar dalam kemajuan sektor usaha. Regulasi dapat digunakan untuk “mendorong” atau “menghambat” suatu sektor usaha. DPR, presiden, 34 kementerian, sampai 514 pemda menerbitkan beragam regulasi setiap tahun. Pelaku usaha dan harga produk sangat rentan terhadap pengaruh regulasi, khususnya regulasi yang terkait dengan persaingan usaha, perijinan (jumlah dan tingkat kesulitan) dan sanksi (administrasi dan pidana).
Kita contohkan, jika pemda mengubah regulasi dan mewajibkan pemindahan kabel internet dari tiang ke bawah tanah, maka penyelenggara internet harus mengeluarkan dana pembangunan kabel baru di bawah tanah. Meski sepintas terlihat hanya “memindahkan”, namun biaya yang timbul, hampir sama dengan biaya pembangunan kabel baru.
Regulasi sanksi juga mempengaruhi cost of doing business, terdapat ketentuan sanksi administrasi yang tidak proporsional. Seperti sanksi administrasi (denda) dalam pembangunan jaringan, dimana “ketidaklengkapan izin” saja akan berkonsekuensi denda yang fantastis. Hal ini karena kalkulasi denda dihitung berdasarkan persentase nilai investasi. Padahal dampak negatif yang timbul (misal: kerusakan lingkungan) sangat minim.
Jika memang pemerintah bermaksud mendorong sektor prioritas, seharusnya sanksi administrasi untuk sektor tersebut menggunakan prinsip proporsionalitas dan berorientasi sebatas pemulihan kerusakan yang timbul, bukan pada upaya mencari pendapatan (PNBP) dengan persentase nilai proyek. Denda besar untuk isu administrasi (ketidaklengkapan izin) malah akan membuat pelaku usaha “jera” dan menurunkan minat untuk berinvestasi.
Restrukturisasi pajak dan regulasi
Pajak (pungutan negara) memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi anggaran (membiayai negara), dan fungsi regulasi (untuk mendorong atau menghambat suatu kegiatan). Pemerintah harus memahami fungsi regulasi ini.
Contohnya dapat kita lihat di kebijakan green energy di berbagai negara, dimana pemerintah bermaksud mengurangi pencemaran udara (dengan mengurangi mobil berbahan bakar fosil). Maka pemerintah melakukan restrukturisasi pajak, dengan menaikkan tarif pajak mobil fosil, namun mengurangi (atau menghapus) pajak mobil listrik. Pajak (dan harga) akan mempengaruhi pertimbangan konsumen sebelum membeli mobil fosil dan mendorong peralihan ke mobil listrik.
Menteri dan pemda juga harus memiliki kebijakan yang sejalan dengan DPR dan presiden dalam mengurangi pajak untuk sektor internet.
Jika memang pemerintah bermaksud memajukan sektor teknologi (khususnya internet), maka pemerintah harus (1) mendata jenis pajak/pungutan di sektor internet baik yang diberlakukan oleh kementerian sampai di level pemda, selanjutnya melakukan (2) pengurangan baik jumlah pajak atau persentase tarif pajak tersebut. Menteri dan pemda juga harus memiliki kebijakan yang sejalan dengan DPR dan presiden dalam mengurangi pajak untuk sektor internet (jenis dan tarif pajak), bahkan menghilangkan pungutan-pungutan yang tidak memiliki dasar yang jelas (seperti sewa atau retribusi kabel internet).
Begitu pula di sisi regulasi (khususnya perizinan dan sanksi), pemerintah juga harus mulai merestrukturisasi regulasi dengan mendata, “jumlah perijinan”, untuk selanjutnya dilakukan pengurangan, sekaligus memberikan kepastian “jangka waktu” mendapatkan izin tersebut. Selanjutnya pemerintah juga harus mengubah konsep sanksi (khususnya denda) untuk sektor prioritas, dari yang berorientasi mencari pemasukan (PNBP), menjadi sanksi yang berkonsep pemulihan.
Maksud saya pemerintah membatasi penerapan sanksi, dan menerapkan sanksi pada kegiatan yang terbukti merugikan masyarakat dan lingkungan saja, bukan pada administrasi (izin yang belum lengkap). Akan sulit untuk memajukan sektor internet, jika hanya DPR dan presiden yang melakukan deregulasi, sementara di level menteri dan pemda malah menambah pajak dan regulasi.
Akhir kata, semoga investasi di sektor teknologi (khususnya internet) semakin pasti dan mudah, dan masyarakat Indonesia dapat menikmati internet yang berkualitas secara merata dengan harga wajar.