Presiden Megawati Soekarnoputri: Kabinet Demisioner (Arsip Kompas)
Kepemimpinan Gus Dur yang baru berusia dua tahun dilengserkan oleh MPR RI. Sementara, Megawati Soekarnoputri ditetapkan menjadi Presiden RI Ke-5 melalui Sidang Istimewa MPR.
*Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi Selasa, 24 Juli 2001. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
Jakarta, Kompas -- Presiden Megawati Soekarnoputri mengatakan, Kabinet Persatuan Nasional yang bertugas saat ini, beserta para menteri yang berada di dalamnya, dinyatakan dalam status demisioner terhitung hari Selasa (24/7) pukul 00.00. Para menteri tidak dibenarkan mengambil kebijakan dan keputusan yang bersifat prinsipiil sampai susunan kabinet baru terbentuk.
Menurut Presiden, penetapan para menteri yang akan menjadi anggota kabinet akan segera diumumkan dalam beberapa hari mendatang. "Pada saat yang sama, nantinya akan saya umumkan pula program kerja kabinet tersebut," kata Presiden dalam jumpa pers di Istana Wakil Presiden (Wapres) Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin sore.
Dalam jumpa pers itu tidak diadakan acara tanya jawab. Kepala Negara hanya membacakan Keterangan Presiden RI. Usai memberikan keterangan, Presiden langsung meninggalkan ruangan meski sejumlah wartawan berusaha untuk bertanya kepada Presiden.
Baca juga: Tujuh Wajah Presiden RI
Sebelum acara dimulai, bagian protokol sudah memberitahukan, Presiden Megawati tidak akan mengadakan acara tanya jawab dengan wartawan.
Segera setelah Megawati ditetapkan menjadi Presiden RI oleh Sidang Istimewa (SI) MPR, kiriman karangan bunga mengalir ke kediaman Presiden di Jalan Teuku Umar. Semula, staf rumah tangga mengatakan bahwa Presiden Megawati tidak menerima tamu. Akan tetapi, Presiden yang tiba di kediaman sekitar pukul 19.45 itu langsung memasuki ruangan keluarga. Di rumah itu juga lalu diadakan acara syukuran.
Megawati kemudian keluar bersama suaminya, Taufik Kiemas, dan menerima ucapan selamat dari tamu-tamu yang datang yang jumlahnya mencapai lebih dari 100 orang. Dalam berbagai perbincangan di antara para tamu malam itu, nama Laksamana Sukardi disebut-sebut akan menjadi Kepala Staf Kepresidenan, sedangkan nama HS Dillon disebut- sebut untuk nominasi Menteri Pertanian.
Sementara itu, di antara lobi-lobi kaum profesional, pada umumnya mereka menginginkan agar tokoh militer tidak memimpin departemen teknis. Namun, untuk jabatan menko, pertahanan maupun departemen dalam negeri, mereka tidak keberatan dipimpin militer.
Kemarin malam, sederetan taksi dari perusahaan Blue Bird dan sejumlah kelompok massa PDI-P melewati kediaman Presiden dan mengelu-elukan Megawati. Empat kendaraan berlapis baja berada di sekitar rumah Presiden. Itu adalah bagian dari prosedur standar pengamanan Presiden RI.
Baca juga: Pengaruh Gus Dur yang Terus Diperhitungkan
Layanan masyarakat
Dalam keterangan persnya, Presiden Megawati menjelaskan, status demisioner tersebut diberlakukan untuk memelihara kelancaran jalannya pemerintahan, khususnya untuk menjaga kelangsungan penyelenggaraan fungsi layanan masyarakat dan pembangunan. Hal itu sesuai dengan konvensi dalam ketatanegaraan serta ketatapemerintahan.
Dalam status demisioner tersebut, Presiden meminta dua hal kepada kabinet dan para menteri yang menjadi anggota Kabinet Persatuan Nasional. Pertama, tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Kedua, tidak mengambil keputusan dan kebijakan yang bersifat prinsipiil, yang akan besar pengaruhnya terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintahan negara, terhadap masyarakat atau terhadap susunan organisasi dan personalia di departemen atau kementerian masing-masing.
"Sampai dengan terbentuknya kabinet yang baru, para menteri kabinet yang telah saya nyatakan demisioner, melaporkan kebijakan yang ada dan keputusan yang telah atau akan diambilnya, langsung kepada saya," demikian perintah Presiden Megawati.
Dalam awal keterangannya, Presiden Megawati mengatakan, dengan Ketetapan (Tap) MPR Nomor III/MPR/2001, tanggal 23 Juli 2001, MPR telah menetapkan pengangkatan dirinya sebagai Presiden RI. "Dalam rangka pengangkatan tersebut, pada hari Senin tanggal 23 Juli 2001, pukul 17.30, saya telah mengucapkan sumpah jabatan Presiden RI dengan masa jabatan hingga tahun 2004," katanya.
Lebih lanjut Megawati mengatakan, mengingat keseluruhan mekanisme pengangkatan tersebut berlangsung dalam proses yang konstitusional dan demokratis, dan karenanya sah berdasarkan UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan yang mengatur pengangkatan Presiden, maka selaku Presiden, dirinya berkewajiban untuk segera menetapkan susunan pemerintahan dan para menteri, yang semuanya akan bertugas sebagai pembantu Presiden.
Terserah Mega
Mengenai soal penyusunan kabinet, Ketua DPR Akbar Tandjung menyerahkan sepenuhnya kepada Megawati karena hal itu hak prerogatif Presiden. Namun, apa yang disampaikan Megawati tentang kompetensi, kemampuan, dan akseptabilitas harus benar-benar diwujudkan.
"Faktor itu sangat dibutuhkan agar secara politik pemerintahan Megawati mendapat dukungan kuat sampai 2004. Dengan demikian, kabinet mampu menjalankan tugas-tugas pemerintahan secara baik dan efektif," ujar Tandjung.
Tentang pencalonan dirinya menjadi Wakil Presiden, Akbar Tandjung mengatakan harap tunggu saja. Tandjung juga menegaskan bahwa dia merasa dapat bekerja sama dengan Megawati.
Menurut Ketua DPP Partai Golkar Marzuki Darusman, pengajuan Akbar Tandjung bukan hanya wacana lagi, tetapi sudah menjadi "kesimpulan politik" Golkar. Dilihat dari aspek penguatan demokrasi berdasarkan kenyataan politik di parlemen, katanya, kehadiran Akbar Tandjung di kursi Wapres akan menguntungkan PDI Perjuangan.
Baca juga: Transisi Kekuasaan di Balik Tembok
"Selain akan ditandai penguatan secara demokrasi, corak kepemimpinan PDI-P dan Golkar juga bisa memperlancar pemerintahan, mengingat kekuatan Golkar di jalur birokrasi," kata Marzuki.
Namun, di sisi lain, Marzuki juga mengakui bahwa tampilnya Tandjung itu bagi Golkar sendiri juga penting karena hal itu dapat mengurangi berbagai macam tekanan terhadap Partai Golkar, untuk kepentingan masa depannya.
Secara terpisah, Sekjen Partai Amanat Nasional Hatta Radjasa mengharapkan dalam pencalonan Wapres, Poros Tengah akan mengeluarkan satu nama. Namun, kalaupun tidak bisa, tidak masalah bila setiap fraksi mencalonkan satu nama. "Jadi, kita lihat saja besok. Sekarang kita lihat dulu di permukaan nama-nama yang muncul. Kalau saya sebenarnya lebih baik bicarakan bagaimana platform negara ini ke depan," ujar Radjasa.
Mengenai waktu pemilihan Wakil Presiden, Wakil Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung mengatakan, lebih baik diselesaikan pada sidang istimewa kali ini. Menurut dia, penundaan pemilihan Wapres justru tidak akan menguntungkan Megawati pada hari-hari awal pemerintahannya.
"Kita tidak ingin menunda persoalan Wapres dua bulan ke depan. 100 hari pemerintahan akan diributkan persoalan Wapres kalau kita menunda sampai sidang tahunan mendatang. Dalam persoalan ini, PDI-P tidak akan menyebutkan nama Wapres," ujarnya.
Secara terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Mahadi Sinambela kepada wartawan, kemarin, mengatakan, partai-partai besar, yaitu PDI-P, Partai Golkar, PPP, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan, selama dua bulan sudah mendiskusikan soal pembentukan kabinet.
"Kami sudah punya formula, tetapi tidak bisa diungkapkan di sini. Kami yakin kalau formula itu disepakati masing-masing ketua umum, akan memberikan gambaran sama dan sebangun kekuatan di DPR," katanya.
Partai yang tidak berkoalisi, kata Sinambela, mungkin nanti akan kebagian di saat ada "belas kasihan" atau "tanda cinta". Ketika seorang wartawan menyeletuk apakah itu mantan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Matori Abdul Djalil, Sinambela melanjutkan, "Ya, itulah harapan kita. Kita harus bayar pada dia yang capek itu, kan. Tetapi TNI dan Polri itu, kan, given," ujarnya.
Mengenai sikap keras mantan Presiden Abdurrahman Wahid, PDI-P menurut Pramono Anung pasti akan mengambil sikap yang konstitusional. Apalagi, hubungan Abdurrahman Wahid dengan Megawati merupakan saudara kakak beradik yang diyakininya tidak akan rusak karena kekuasaan saja. "Saya yakin itu," ujar Pramono.
Tak ringan
Saat menyampaikan pidato pertama beberapa saat setelah ditetapkan Majelis sebagai Presiden ke-5, Megawati menyadari bahwa tugas dan tantangan yang akan diembannya sebagai Presiden tidaklah ringan. Diperlukan upaya untuk sesegera dan secepat mungkin keluar dari keterpurukan yang beberapa tahun terakhir melanda hampir setiap relung kehidupan. Presiden merasakan adanya keprihatinan nasional yang mendalam berkenaan dengan kondisi itu sebagaimana dirasakan seluruh rakyat Indonesia.
"Saya menangkap adanya rasa lelah bahkan kian melunturnya kepercayaan terhadap kemampuan pemerintahan negara menyelesaikan semua kemelut ini. Dalam keyakinan saya, di tengah kondisi itu tidak satu kelompok atau golongan mana pun yang mampu menyelesaikan sendiri masalah besar yang saat ini sedang kita hadapi," katanya. Megawati mengajak semua pihak untuk menerima hasil proses demokrasi dengan ikhlas, dengan legowo.
Baca juga: Megawati, ”Gorengan” Netizen, dan Tips Memasak Tanpa Minyak Goreng
"Saya juga menyimak dengan saksama proses demokrasi dan konstitusi yang berlangsung menjelang dan selama sidang majelis yang mulia ini, serta pelajaran yang begitu berharga tentang arti aspirasi, tentang makna amanah, mandat, dan bahkan konsekuensi jabatan yang harus dihadapi terhadap pengingkarannya. Betapapun, demokrasi pada ujungnya juga menuntut ketulusan, keikhlasan, dan ketaatan pada aturan permainan," katanya.
Tak terbendung
Penetapan putri mantan Presiden Soekarno ini tidak terbendung lagi menyusul jejak ayahnya sebagai Presiden setelah sembilan fraksi MPR dalam pemandangan umumnya menyatakan Presiden Abdurrahman Wahid harus diberhentikan karena telah melanggar haluan negara, salah satunya mengeluarkan maklumat atau dekrit tentang pembekuan MPR/DPR, pembekuan Partai Golkar, dan percepatan pemilu. MPR sekaligus menetapkan Wapres Megawati sebagai Presiden.
Penetapan Megawati semakin kukuh setelah dalam pendapat akhir fraksi-fraksi MPR dapat menyetujui hasil kerja Panitia Ad Hoc (PAH) MPR yang diketuai Jacob Tobing yang membahas empat Rancangan Ketetapan (Rantap). Keempat Rantap itu ialah Rantap tentang sikap MPR terhadap maklumat Presiden RI tanggal 23 Juli 2001, Rantap tentang Pertanggungjawaban Presiden, Rantap tentang Penetapan Wapres Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden, dan Rantap tentang pengangkatan Wapres.
Megawati tersenyum setelah mendengar kepastian dirinya sebagai Presiden. Saat keluar ruangan, Presiden ke-5 ini disambut salam hangat sejumlah pimpinan Majelis, termasuk Ketua MPR Amien Rais. Suami Megawati, Taufik Kiemas, memeluk dan mencium istrinya. "Dengan segala kerendahan hati, saya menyatakan kesediaan dan menerima sebagai amanah rakyat Indonesia," katanya disambut tepuk tangan meriah. (gun/ag/sah/bur/p07/tra/pep/vik)
Arsip Kompas bagian dari ekshibisi “Indonesia dalam 57 Peristiwa”, 28 Juni 2022.