Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada untuk pertama kali digelar secara serentak di 264 daerah. Berdasarkan hasil hitung cepat, sejumlah anak muda diketahui akan memenangi pilkada; seperti Emil Dardak (31) di Trenggalek.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
*Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi 10 Desember 2015. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id untuk mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
JAKARTA, KOMPAS — Pemilihan kepala daerah serentak yang digelar di 264 daerah, Rabu (9/12), telah memberikan harapan baru kepemimpinan di sejumlah daerah karena memunculkan pemimpin muda dengan berbagai latar belakang profesi. Pilkada ini juga memunculkan sejumlah petahana dengan kemenangan cukup besar.
Berdasar data Komisi Pemilihan Umum (KPU), semalam pukul 19.30, sudah ada 58 daerah yang terlibat dalam pilkada, yang melaporkan hasil rekapitulasi sementara perolehan suara yang didapat dari hasil pemindaian salinan formulir C1. Dari laporan itu diketahui tingkat partisipasi pemilih mencapai 73,5 persen. Jumlah sementara ini masih lebih rendah dibandingkan target awal KPU, yaitu 77,5 persen.
Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, tingkat partisipasi yang belum optimal itu tidak terlepas dari beberapa perubahan regulasi terkait kampanye, seperti pembatasan dana kampanye. Namun, di luar masalah partisipasi, pilkada berlangsung aman dan memunculkan sejumlah harapan baru, misalnya terkait kemunculan pemimpin muda.
Berdasarkan hasil penghitungan sementara atau hitung cepat, sejumlah anak muda diketahui akan memenangi pilkada. Mereka, antara lain, Zumi Zola Zulkifli (35), mantan artis dan Bupati Tanjung Jabung Timur, Jambi, yang memperoleh suara terbanyak di Pilkada Provinsi Jambi. Emil Elestianto Dardak (31), yang berlatar belakang pengusaha, kemungkinan memenangi Pilkada Trenggalek, Jawa Timur. Sutan Riska Tuanku Kerajaan yang berusia 26 tahun kemungkinan akan menjabat Bupati Dharmasraya, Sumatera Barat.
Dalam pilkada kali ini, sejumlah petahana juga menang dengan persentase cukup besar. Mereka antara lain pasangan Abdullah Azwar Anas-Yusuf Widyatmoko di Pilkada Banyuwangi, Jawa Timur, dengan persentase kemenangan 89,86 persen. Kemenangan yang cukup besar juga diraih pasangan petahana Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana di Surabaya serta Irwan Prayitno-Nasrul Abit di Pilkada Sumatera Barat.
Kemenangan para petahana ini umumnya ditentukan oleh kekuatan sosok dan kepemimpinan, jaringan partai politik, dan kebijakan prorakyat yang selama ini mereka jalankan. Para petahana yang menang cukup besar umumnya punya program unggulan untuk rakyat mereka.
Namun, kemenangan para petahana di pilkada kali ini, dalam catatan sementara Kompas, belum ada yang setinggi kemenangan pasangan Herman Deru-Kholid Mawardi di Pilkada Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, tahun 2010. Saat itu, mereka menang 94,56 persen. Persentase kemenangan para petahana dalam pilkada kali ini juga masih di bawah kemenangan Presiden Joko Widodo saat maju kedua kalinya di Pilkada Solo tahun 2010. Saat itu, Jokowi yang berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo menang dengan 90,09 persen (Kompas, 30/6/2010).
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, secara umum pelaksanaan pemungutan suara berjalan lancar. ”Logistik pilkada dapat sampai di setiap tempat pemungutan suara tepat waktu sehingga tidak ada hambatan bagi calon pemilih untuk menggunakan haknya,” katanya.
Namun, dia mencatat, politik uang untuk memengaruhi pilihan pemilih ditengarai terjadi hampir di semua daerah. ”Sesuai prediksi, saat masa tenang menjelang pemungutan suara, politik uang bakal marak terjadi, dan prediksi itu betul terjadi. Namun, sejumlah pelakunya akhirnya ditangkap,” katanya.
Ketua KPU Kota Semarang, Jawa Tengah, Henry Wahyono mengatakan, politik uang juga ada yang dilakukan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). ”Dua petugas KPPS yang melakukan politik uang ditangkap, sekarang prosesnya ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu. Selain itu, ada satu petugas KPPS yang ketahuan membagikan formulir C6 (undangan calon pemilih untuk memilih) disertai alat peraga kampanye milik salah satu calon,” ucapnya.
Menurut Komisioner Bawaslu Nasrullah, politik uang setidaknya ditemukan di sembilan tempat, salah satunya di Semarang.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menginstruksikan semua kepala polda untuk tidak ragu menindak temuan politik uang. Penyidik dapat berlandaskan Pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Komisioner KPU Arief Budiman mengajak masyarakat umum dan kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi rekapitulasi suara yang akan dilakukan di kecamatan mulai Kamis hari ini hingga 16 Desember. Pada pilkada serentak kali ini, rekapitulasi hasil pemungutan suara berdasarkan formulir C1 langsung dilakukan di tingkat kecamatan.
Penundaan
Ketua KPU Husni Kamil Manik berharap, pilkada di lima daerah yang pelaksanaannya ditunda dapat digelar tahun ini. Daerah itu adalah Kalimantan Tengah; Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun (Sumatera Utara); Kota Manado (Sulawesi Utara); dan Kabupaten Fakfak (Papua Barat).
Penundaan itu diputuskan dalam rapat pleno komisioner KPU di Jakarta, Selasa lalu.
Di Kalteng dan Kabupaten Fakfak sudah keluar putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), sedangkan di tiga daerah lain muncul putusan sela PTTUN yang memerintahkan KPU menunda pilkada sampai muncul putusan tetap PTTUN. Putusan-putusan itu terkait dengan gugatan pasangan calon atas pembatalan kepesertaan mereka di pilkada.
”Lamanya penundaan belum bisa dipastikan. Meskipun demikian, kami masih mengupayakan agar semua pilkada yang tertunda bisa dilaksanakan di 2015. Itu pun masih bergantung pada proses hukum yang berlangsung,” kata Husni.
Menurut Husni, KPU mengajukan kasasi atas putusan PTTUN untuk Kalimantan Tengah dan Fakfak. ”Majelis hakim menjelaskan bahwa sebaiknya melakukan kasasi untuk memperjelas amar putusan karena sebagian menyatakan menunda, sebagian membatalkan keputusan KPU,” lanjut Husni.
Menurut Husni, jika nantinya pilkada di lima daerah jadi dilaksanakan, tentu akan ada penambahan dana dan itu sudah menjadi komitmen pemerintah untuk menyediakannya. (TIM KOMPAS)