Habibie: Menang-Kalah adalah Hal Yang Wajar (Arsip Kompas)
Pemilu 1999 yang digelar pada Senin (7/6/1999) adalah pemilu pertama sejak jatuhnya Orde Baru. Pemilu yang diikuti 48 partai politik bertujuan memilih anggota DPR-RI, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten 1999-2004.
Oleh
J. OSDAR, Cordula M. Kuntari
·4 menit baca
ARSIP KOMPAS
TPS RUANG TAMU — Ruang tamu di rumah Achmad Djufri Kepala Urusan Pemerintah Desa Tuntang, Salatiga (Jawa Tengah), dijadikan salah satu tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 1999, Senin (7/6) ini. Bilik suara dibuat sederhana dengan bambu dan ditutupi kain korden atau taplak meja yang dipinjam dari warga sekitar.
*Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi 7 Juni 1999. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id untuk mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
Jakarta, Kompas -- Presiden BJ Habibie menegaskan, kemenangan maupun kekalahan merupakan hal yang wajar, alamiah, dan tak terpisahkan dalam pemilihan umum (pemilu). Oleh karena itu ia mengingatkan, yang kalah harus dapat menerima kekalahan itu dengan lapang dada dan jiwa besar, tanpa harus berbuat yang tidak perlu dan merugikan kehidupan masyarakat. Sebaliknya, bagi yang menang, karena dapat mengungguli perolehan suara partai lain, diharapkan tidak sampai menjadi pongah, dan melupakan bahwa Indonesia merupakan satu keluarga besar.
Penegasan Presiden Habibie itu disampaikan melalui pidato yang disiarkan melalui radio dan televisi, Minggu (6/6) malam, untuk menyambut pelaksanaan pemilu tanggal 7 Juni 1999, Senin pagi ini.
Hal itu ditekankan, karena menurut Habibie, demokrasi dan peradaban demokrasi hanya dapat dibangun oleh suatu bangsa yang mampu menahan diri. Dalam arti, menerima kemenangan tanpa melecehkan pihak yang kalah, dan menerima kekalahan tanpa memusuhi mereka yang menang. "Menang atau kalah dalam pemilu adalah hal biasa, tak terhindarkan, dan alamiah," kata Habibie.
Mereka yang menang pada satu periode, lanjut Presiden, bisa saja kalah pada periode berikutnya, dan sebaliknya.
Ia mengingatkan, pemilu yang demokratis selalu memberi cukup ruang kepada setiap partai politik untuk memanfaatkan peluang yang sama untuk menang. Oleh karena itu, tegas Habibie, predeterminasi dalam bentuk apa pun tentang kemenangan atau kekalahan suatu partai dalam pemilu tidaklah demokratis.
"Kedewasaan kita sebagai bangsa yang ingin menciptakan kehidupan yang demokratis akan teruji di hari-hari mendatang ini," tegas Presiden.
Habibie menilai, pelaksanaan Pemilu 99 ini sebagai hari bangkitnya kembali demokrasi di Indonesia. "Tetapi hendaknya diingat, sekadar kebangkitan saja tidaklah cukup," tegasnya.
ARSIP KOMPAS
Pemilu 1999 yang digelar pada Senin (7/6/1999) adalah pemilu pertama sejak jatuhnya Orde Baru. Pemilu yang diikuti 48 partai politik bertujuan memilih 462 anggota DPR-RI, serta anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota periode 1999-2004.
Menurut dia, demokrasi merupakan satu proses tanpa henti untuk menyelesaikan berbagai masalah secara damai, saling mengisi, dan saling menghormati, untuk membawa sebuah komunitas bengsa ke jenjang kecerdasan lebih tinggi dari waktu ke waktu.
"Oleh karena itu, saya ingin mengingatkan kembali kepada seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali, hendaknya mampu bertanya kepada hati nurani masing-masing sebelum melaksanakan hak pilihnya. Gunakanlah suara hati nurani dalam memutuskan pilihan dan bukan hanya sekadar emosi yang dapat menyesatkan," tegas Habibie.
Jaga keragaman
Mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter hari Minggu kemarin dijamu makan siang oleh Presiden dan Ny Hasri Ainun Habibie di Istana Merdeka, Jakarta. Sebelumnya, Habibie dan Jimmy Carter sempat mengadakan pembicaraan.
Menlu Ali Alatas yang ditanya wartawan setelah Jimmy Carter meninggalkan Istana Merdeka, hanya mengatakan, "Saya tidak ikut pertemuan itu."
Sementara itu Pembantu Presiden Jimly Assidhiqie yang ikut hadir dalam pertemuan Habibie-Carter di tempat jamuan makan siang menjelaskan, kedua tokoh ini antara lain menekankan pentingnya menjaga keragaman (kebhinnekaan) di Indonesia dan Asia, karena itu merupakan kekuatan.
Sementara itu, usai melakukan pertemuan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Carter menyatakan terkesan atas berbagai persiapan yang dilakukan Indonesia menjelang pemungutan suara, Senin 7 Juni 1999.
''Dalam pertemuan dengan KPU, saya juga telah mendapat berbagai keterangan dan penjelasan mengenai semua masalah teknis pada hari pencoblosan,'' katanya seperti dikutip Antara.
KOMPAS/JOHNNY TG
Tembakan peluru karet, gas air mata, lemparan batu dan botol, mewarnai bentrokan fisik antara aparat keamanan dengan massa Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang berusaha masuk ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (1/7). PRD menuntut Partai Golkar didiskualifikasi karena dinilai memiliki banyak melakukan kecurangan dalam Pemilu 1999.
Secara khusus, ia mengatakan rasa puasnya dengan persiapan pemilu yang dilakukan di wilayah Aceh dan Timor Timur, tetapi tetap berharap hari pemungutan suara berlangsung transparan dan demokratis.
Jangan serba positif
Pada hari yang sama, secara terpisah Jimmy Carter juga bertemu masing-masing dengan Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Hotel Borobudur Intercontinental, Jakarta.
Ketua DPP PAN Amien Rais, setelah pertemuannya dengan Jimmy Carter, mengimbau, agar mantan presiden AS tersebut menyimpan penilaian positifnya atas persiapan pemilu di Indonesia. Ia memberikan informasi pada Carter bahwa di daerah-daerah tertentu di Indonesia penggunaan politik uang (money politics) masih banyak dilakukan.
Jimmy Carter mengingatkan padanya bahwa pemerintah yang berkuasa akan menggunakan kelebihannya, misalnya dalam penggunaan uang, untuk memenangkan partai yang sedang berkuasa. ''Ia mengatakan pada saya, apabila penggunaan uang tersebut masih masuk akal dan tidak dilakukan secara berlebihan, kadang-kadang hal tersebut dilakukan di mana-mana,'' kata Amien Rais.
Sementara Megawati mengemukakan, ''Banyak hal yang kami bicarakan, tentunya supaya semua berjalan seperti yang kita inginkan, yaitu jujur, adil dan demokratis. Kami berdiskusi tentang hari Pemilu besok agar tidak terjadi kecurangan.''
Carter, tambah Megawati, sangat menaruh perhatian dan komitmen terhadap kelangsungan pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia pada masa reformasi seperti yang sekarang ini terjadi untuk pertama kalinya.
Sebelumnya, Carter juga mengadakan pertemuan dengan Komite Independen Pemantau Pemilu dan anggota-anggota DPR, dan Sabtu malam, Carter bertemu dengan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Abdurrahman Wahid. (rie/osd/Ant)