Normalisasi Kampus Diserahkan Sepenuhnya kepada Departemen P&K (Arsip Kompas)
Melalui kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), rezim Orde Baru meredam kritik mahasiswa, dengan cara membuat mahasiswa sibuk dengan aktivitas akademik.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F02%2F05%2F0d412370-f934-474a-9adb-2afabdbac473_jpg.jpg)
JAKARTA, KOMPAS
Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi 4 April 1978. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id untuk mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
Menteri P dan K, Dr. Daoed Joesoef mengatakan, bahwa normalisasi kampus diserahkan sepenuhnya kepada P & K oleh Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, Laksamana Sudomo.
Keterangan itu disampaikannya kepada pers sesaat setelah dilangsungkan pertemuan tertutup antara Menteri P & K dan Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, yang didampingi oleh asisten I/Intel Hankam Mayjen Benny Murdani. Pertemuan ini diadakan di gedung P & K Senayan, Senin sore. Pelaksanaan normalisasi tersebut masih akan dibicarakan oleh Menteri P & K dengan Dirjen Pendidikan Tinggi dan para Rektor.
Keterangan Pangkopkamtib
Ditanya apakah normalisasi kampus berarti pencairan secepatnya Dewan Mahasiswa yang dibekukan, Pangkopkamtib Sudomo mengatakan hal itu sepenuhnya terserah kepada Menteri P & K. Namun, menurut Sudomo, penyerahan normalisasi kampus kepada Menteri P & K tidak berarti bahwa Pangkopkamtib melepaskan tanggungjawabnya. Menurut Sudomo, Kopkamtib hanya membantu, sedangkan P & K masih tetap yang bertanggungjawab secara fungsionil.

Berita Normalisasi kegiatan kampus oleh Orde Baru yang dimulai pada 1978.
Mengenai kebebasan kampus, Sudomo mengatakan bahwa “kebebasan kampus itu tidak ada.” “Yang ada sekarang ini ialah daerah bebas, dalam arti: daerah dengan hak kekebalan. Yakni wilayah kedutaan asing.” Sedang mengenai kebebasan mimbar akademik, Sudomo menyatakan, bahwa hal itu sebenarnya ditentukan oleh beberapa norma, yakni norma ilmiah, norma moral dan norma hukum. Menurut Sudomo, hukum bisa dimana saja, selama daerah itu resmi ada di wilayah Indonesia.
Baca juga: Gerakan Mahasiswa Tetap di Hati Rakyat
Tentang mahasiswa yang ditahan, Sudomo mengatakan bahwa kini tinggal kuranglebih 60 orang yang belum dilepaskan. Mereka itu harus diselesaikan lewat saluran hukum.
Tugas P & K
Sebelum mengadakan pertemuan dengan Pangkopkamtib itu, Senin pagi Daoed Joesoef dan Syarif Thayeb melakukan serah-terima jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di ruang sidang Departemen P & K. Upacara ini disaksikan oleh Menko Kesra Surnono, dan dihadiri oleh pejabat eselon satu dan dua Departemen P dan K.

Melalui kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), rezim Orde Baru meredam kritik mahasiswa, dengan cara membuat mahasiswa sibuk dengan aktivitas akademik. Kebijakan NKK keluar pasca protes mahasiswa terhadap ditetapkannya Soeharto sebagai presiden untuk ketiga kalinya lewat Pemilu 1977.
Dalam sambutannya, Menteri P & K Daoed Joesoef mengatakan antara lain, bahwa tugas P & K bukan saja mengurus soal “human investment” tapi lebih jauh daripada itu. Yakni secara essential membantu anak-didik untuk dapat menunaikan dengan baik tugas utama makhluk manusia berupa transformasi dirinya, auto-identifikasi dan auto-pengertian mengenai dirinya sendiri.
Tugas itu, demikian Daoed Joesoef, tidak hanya untuk membuat anak Indonesia manusia cerdas, manusia trampil, tapi juga manusia sosial berkebudayaan, manusia yang utuh. Dengan demikian menjadi jelas kaitan antara pendidikan dan kebudayaan. Ditegaskan oleh Menteri P & K bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan bukan sebaliknya.
Perlu segera dicairkan
Sehabis menghadiri serah-terima jabatan Menteri P & K tersebut, Rektor Universitas Indonesia, Prof. Dr. Mahar Mardjono menyatakan kepada pers, bahwa ia mengharapkan agar pembekuan Dewan Mahasiswa/Senat Mahasiswa (DM/SM) seluruh perguruan tinggi di Indonesia segera dicarikan kembali. Dikatakannya, kalau keadaan itu terus berkepanjangan, kiblatnya akan aparah. Sebab dengan tidak berfungsinya DM/SM, hubungan antara pimpunan perguruan tinggi dengan mahasiswa tidak jalan.
Prof. Mahar mengatakan sudah berkali-kali hal itu diajukan kepada pemerintah. Antara lain kepada Wakil Presiden Adam Malik sewaktu masih menjabat sebagai Ketua MPR. Tetapi sampai dengan pergantian Kabiner, masalah itu belum ada jawabannya yang pasti.
Khusus untuk DM UI yang masa jabatannya berakhir bulan Agustus, kalau sebelum masa jabatan itu habis dan sudah ada ketentuan pencairan kembali, maka para fungsionaris lama tetap menduduki jabatan DM UI.
Tetapi kalau sampai dengan bulan Agustus para fungsionaris DM-UI masih ditahan, sementara sudah ada ketetapan pencairan maka dengan sendirinya Rektor UI harus mencairkan calon-calon yang dipilih oleh para mahasiswa sendiri. “Pendeknya prosedur pemilihan tetap sama seperti pemilihan fungsionaris DM/SM yang biasa,” ujarnya.
Biasa
Sehubungan dengan kegiatan mahasiswa, Prof. Mahar menilainya sebagai sesuatu yang biasa. Para mahasiswa mengadakan kritik terhadap pemerintah, itu adalah biasa. Supaya prosedur penyaluran kritik tidak keluar dari jalur yang ada, maka perlulah diciptakan kondisi kerjasama antara aparat pemerintah dengan perguruan tinggi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F02%2F05%2F4f06c03e-aef5-4c29-af4a-1cbaf56526b3_jpg.jpg)
Nilai-nilai perjuangan Angkatan 66 dahulu, ternyata sekarang mengalami erosi. Karena beberapa orang dari Angkatan 66 itu menjadi vested kata Ketua Panitia Besar Peringatan 12 tahun Tritura A.M.Pulungan. Berbicara dalam konperensi pers Rabu 28 Desember 1977 di Press club Indonesia, Pulungan mengatakan, karena itulah panitia memberanikan diri untuk mengadakan peringatan 12 Tahun Tritura yang akan dilangsungkan di Gelanggang Mahasiswa Sumantri Brodjonegoro, Kuningan tanggal 10 Januari 1978. Peringatan lebih banyak merupakan reuni Angkatan 66. Tetapi diharapkan generasi muda lainnya turut hadir.
Ada empat jalan untuk menciptakan kondisi tersebut, kata Mahar. Pertama, supaya mahasiswa diberi kepercayaan sebagai salah satu unsur calon pemikir dan bukannya dianggap sebagai musuh. Kedua, supaya seringkali diadakan dialog antara pimpinan mahasiswa, pimpinan perguruan tinggi dengan aparat pemerintah.
Ketiga, supaya tercipta mekanisme perguruan tinggi yang lebih legal dan konstitusionil. Sebab hal itu akan mengarahkan pada mahasiswa pada kegiatan yang saling menguntungkan. Para mahasiswa diberi kebebasan menperkembangkan idealismenya dan ide-ide yang berupa kritikan itu tersalurkan melalui jalur konstitusionil, misalnya melalui DPR/MPR. Keempat, supaya semakin diintensifkannya pendidikan politik. Sebab tidak semua mahasiswa senang berpolitik. Padahal itu perlu bagi pengembangan watak mahasiswa. Dalam hal ini, ia mengajukan contoh, antara lain dengan diskusi dan semakin terbukanya DPR untuk menerima kedatangan para mahasiswa.
Kontrol sosial
Sementara itu Rektor IPB Prof. Dr. Satari mengemukakan, kontrol sosial dalam sebuah negara mutlak diperlukan. Ia mengakui memang dalam aparat pemerintahan sudah ada yang terakili dalam DPR/MPR. Tetapi hal itu perlu dilengkapi dengan fungsi kontrol-sosial dari perguruan tinggi. Ia mendukung pernyataan mahasiswa IPB yang menyatakan harapan mereka, agar Universitas lebih berfungsi sebagai fungsi kontrol sosial. Dikatakannya, pernyataan tertulis mahasiswa IPB itu dibacakan kemarin pagi di kampus IPB Jl. Baranangsiang Bogor. “Pernyataan itu juga disampaikan kepada pimpinan Dep. P&K dan itu atas sepengetahuan saya,” ujar Prof. Satari.
Berkaitan dengan masalah pencairan kembali DM/SM, Menteri P dan K Dr. Daoed Joesoef mengatakan masalah itu sedang dipikirkan pemecahannya. “Kita sedang memikirkannya dan semua pihak mengakui pembekuan itu tidak menguntungkan.”
ITB
Menjawab pertanyaan tentang jumlah mahasiswa ITB yang sudah masuk, Ketua Rektoriuum ITB Prof. Dr. Sudjana Sapi’ie mengatakan dari sekitar 6000 mahasiswa ITB, 90%-nya sudah masuk kuliah. Sisa 10% yang belum masuk itu terdiri dari mahasiswa yang ditahan dan mahasiswa yang tidak mengikuti perkembangan ITB.
Namun demikian, ia menandaskan, pihak pimpinan ITB tidak akan menskors atau mengambil tindakan terhadap mereka yang tidak masuk. “Saya akan selalu berlapang dada untuk menyambut kedatangan mereka. Sebab bagaimanapun juga mereka adalah anak-anak kita,” ujarnya.
Mengenai masalah pencairan DM, ia sepenuhnya mengharapkan agar pencairan itu segera diwujudkan. Sebab bagaimanapun juga kalau keadaan itu terus berkelanjutan, masalahnya akan sulit. (Sides/sjb/Sts)
Arsip Kompas bagian dari eksibisi “Indonesia dalam 57 Peristiwa”, 28 Juni 2022.