"15 Tahun Lumpur Lapindo", Lumpur Panas, Bencana atau Kelalaian
Sudah sejak Senin, 29 Mei lalu, pukul 04.30 lumpur keluar di tengah areal sawah di Desa Siring, Sidoarjo. Tidak ada yang bisa memastikan kapan lumpur akan berhenti keluar dari sumur berkedalaman 2.743 meter itu.
Oleh
LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·4 menit baca
Arsip berita Kompas edisi 19 Juni 2006 berikut ini diterbitkan kembali untuk mengingatkan kita pada peristiwa kebocoran sumur pengeboran PT Lapindo Brantas di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Peristiwanya mirip dalam film Volcano. Lahar panas berwarna merah membara menerjang kota dan tanpa ampun melumatkan segalanya. Kejadiannya mirip, lumpur panas meluap menerjang Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Puluhan hektar lahan mulai dari pertanian, jalan, hingga perumahan kini terendam lumpur.
Keduanya mirip satu sama lain. Bedanya, film karya sutradara Mick Jackson (1997) itu hanya rekaan, sedangkan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, benar-benar terjadi.
Sudah tiga minggu lumpur panas berwarna abu-abu menyembur dari rekahan tanah, sejak Senin 29 Mei lalu pukul 04.30 Lumpur keluar di tengah areal sawah di Desa Siring, Sidoarjo. Titik sembur berjarak sekitar 100 meter dari sumur Banjar Panji-1 milik PT Lapindo Brantas. Lumpur bersuhu sekitar 60 derajat celsius itu menerjang rumah, pabrik, jalan tol, serta sawah dan tambak.
Tidak ada yang bisa memastikan kapan lumpur yang keluar dari kedalaman 2.743 meter itu akan berhenti. Volume lumpur belum bisa dipastikan karena volume gas di perut bumi di kawasan itu tak diketahui.
Padahal, selama 21 hari menyembur saja, dampaknya sangat luar biasa. Sekitar 90 hektar lahan yang terdiri dari sawah, tambak, dan permukiman terendam lumpur sedalam 1-6 meter. Sepuluh pabrik tutup, sekitar 1.200 buruh dan karyawan tak tentu nasibnya.
Tidak kurang dari 640 keluarga dengan 2.462 jiwa mengungsi karena rumahnya terendam lumpur. Jalan Tol Surabaya-Gempol lumpuh, terendam lumpur 20-60 sentimeter. ”Sekitar 5.000 meter kubik (m³) lumpur keluar setiap hari,” kata Imam Agustino, General Manager PT Lapindo Brantas, perusahaan yang melakukan pengeboran itu.
Masih misterius
Penyebab terjadinya semburan gas disertai lumpur panas hingga kini masih misterius. Informasi yang didapat simpang siur, bahkan bertolak belakang.
Seorang mekanik PT Tiga Musim Jaya Mas, kontraktor pengeboran, mengatakan, semburan gas disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Saat di kedalaman 9.000 kaki atau 2.743 meter dan akan diangkat untuk ganti rangkaian, bor tiba-tiba macet. Gas tak bisa keluar melalui saluran fire pit dalam rangkaian pipa bor, dan menekan ke samping, akhirnya keluar ke permukaan melalui rawa.
Dokumen yang diterima Kompas, yang ditujukan kepada Lapindo Brantas Inc, berisi, 18 Mei 2006 atau 11 hari sebelum semburan gas, PT Lapindo Brantas sudah diingatkan soal pemasangan casing atau pipa selubung oleh rekanan proyek. Pipa sudah harus dipasang sebelum pengeboran sampai di formasi Kujung (lapisan tanah yang diduga mengandung gas atau minyak) di kedalaman 2.804 meter.
Lapindo sebagai operator proyek belum memasang casing berdiameter 9 5/8 inci pada kedalaman 2.590 meter. Pemasangan casing adalah salah satu rambu keselamatan.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden PT Lapindo Brantas Bidang General Affairs Yuniwati Teryana membuat pernyataan tertulis. Isinya, sesuai dengan program pengeboran yang disetujui, pipa 9 5/8 inci akan dipasang 15-20 kaki (4,5-6 meter) di dalam formasi Kujung, sekitar 8.500 kaki.
Dengan pengalaman pengeboran sumur terdekat, sumur Porong-1, menurut Yuniwati, casing 50 kaki di atas formasi Kujung menimbulkan masalah loss and kick yang sulit diatasi. ”Kedalaman lapisan batuan tidak bisa diprediksi tepat. Karena itu, penentuan kedalaman pipa sangat ditentukan oleh tekanan aktual formasi dan kondisi lubang saat itu,” kata Yuniwati.
Dia menjelaskan, beberapa kali mengecek dan belum juga sampai ke formasi Kujung, pengeboran diteruskan ke 2.667 meter. Formasi Kujung tetap belum ketemu. Survei kedalaman dengan check shot dilakukan di 2.667 meter. Hasilnya tak jelas.
Dari interpretasi seismik, diduga formasi Kujung ada di 2.682 meter, 2.865 meter, bahkan paling mungkin 2.926 meter. Hingga 2.804 meter tetap belum ketemu. Mempertimbangkan kondisi lubang saat itu, diputuskan terus mengebor hingga menembus formasi Kujung, hingga 2.865 meter—mempertimbangkan kick tolerance pengeboran maksimum. ”Namun, pada 2.833 meter telah terjadi loss,” ujar Yuniwati.
Penampung lumpur
Hingga saat ini setidaknya 100.000 mm³ lumpur, atau setara dengan 20.000 truk lumpur, telah meluber ke banyak wilayah. Bupati Sidoarjo Win Hendrarso menyatakan menyerah menghadapi genangan lumpur. Gubernur Jawa Timur Imam Utomo juga ”lempar handuk”.
Kepolisian Daerah Jawa Timur saat ini meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan. Sebanyak 21 warga dan enam karyawan Lapindo dimintai keterangan. Meski demikian, belum ada tersangka dalam kasus semburan lumpur ini.
Sementara lumpur masih menyembur, nyaris terjadi konflik horizontal. Sebagian masyarakat membuat tanggul darurat agar lumpur tidak menggenangi wilayahnya. Warga lain yang mendapat lebih banyak lumpur lalu menjebolnya.
Masyarakat menjadi sangat sensitif. Maklumlah, akibat serbuan lumpur, mereka harus mengungsi. Mereka mau kondisi segera dipulihkan, siapa pun yang melakukannya. Bagi mereka, yang penting sekarang adalah mereka diperhatikan. Hidup di pengungsian bukanlah hidup yang sebenarnya. (THY/INA)