Terorisme merupakan alat dan bukan tujuan. Sebab itu, pembinaan pasukan antiterorisme yang kita punya harus dilakukan mengikuti perkembangan internasional.
Oleh
·2 menit baca
Stephen E Flynn, pakar penanggulangan terorisme dan keamanan nasional Amerika Serikat, mengingatkan bahwa aksi teror tidak akan pernah padam, bahkan frekuensinya akan semakin meningkat. Namun, menurut penulis buku America the Vulnerable itu, terorisme adalah risiko yang dapat dikelola.
Untuk mengelola potensi risiko tersebut, setiap negara berupaya menangkal aksi teror dan menanggulanginya jika terjadi. Di Indonesia, upaya menanggulangi dan menangkal teror, seiring perkembangan internasional, telah dilakukan sejak lama. Pada 1976, Pemerintah Indonesia membentuk pusat pengendalian krisis menghadapi ancaman terorisme internasional.
Pada 1982 dibentuk satuan penanggulangan teror di bawah TNI AD bernama Sat-81/Gultor, yang kini dikenal sebagai Satuan 81 Kopassus.
”Kita sudah sejak lama menyiapkan diri (menghadapi ancaman terorisme internasional) dan kini tinggal melengkapi dan menyempurnakannya saja,” kata Kepala Staf Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) Laksamana Sudomo, Kamis (5/2/1976), saat meninjau persiapan pembentukan organisasi menuju peningkatan mutu dan penyempurnaan Satuan Tugas (Satgas) Antiterorisme di Kodam V Jaya (Kompas, 6 Februari 1976). Pada 1982 dibentuk satuan penanggulangan teror di bawah TNI AD bernama Sat-81/Gultor, yang kini dikenal sebagai Satuan 81 Kopassus.
Pada 1976 juga, Komando Daerah Udara (Kodau) V membentuk Satgas Antiteror dan Pembajakan Udara (Satgas Atbara). Satgas keamanan untuk menghadapi pembajakan pesawat itu diresmikan Panglima Kodau V Marsekal Aried Riyadi (Kompas, 28 April 1976). Di TNI AU, sejak 1990 ada Satuan Bravo 90. Sebelumnya, 1984, TNI AL membentuk Detasemen Jalamangkara, yang personelnya direkrut dari Batalyon Intai Amfibi dan Komando Pasukan Katak.
Setelah peristiwa bom Bali, yang menewaskan 202 orang, Polri membentuk Detasemen Khusus 88 Antiteror pada 2003. Menghadapi ancaman asimetris yang membutuhkan kemampuan gabungan matra darat, laut, dan udara, TNI membentuk Komando Operasi Khusus (Koopssus TNI). Koopssus TNI yang diresmikan pada 30 Juli 2019 oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto ini diperkuat pasukan khusus antiteror gabungan dari tiga matra. (LAM)