Gunung Kelud, yang tingginya 1.731 meter di atas permukaan laut, terletak di Jawa Timur, tepatnya di perbatasan antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang, kira-kira 27 kilometer sebelah timur pusat Kota Kediri.
Kompas edisi 29 April 1966 mewartakan, letusan gunung itu terjadi pada 26 April 1966, disusul aliran lahar panas sampai dekat Blitar. Hujan kerikil, pasir, dan abu menerpa wilayah di radius 10-20 kilometer dari puncak gunung.
Pasang surut aktivitas Kelud terus diberitakan, termasuk sumbangan warga untuk korban dan rehabilitasi fisik akibat letusan. Pada edisi 18 Mei 1966 disebutkan, jumlah warga yang meninggal akibat letusan mencapai 181 orang dari desa-desa dan 31 orang dari daerah perkebunan. Ratusan warga hilang dan mengungsi.
Sejarah aktivitas Kelud tercatat sejak tahun 1000 hingga abad ke-20. Letusan tahun 1586 paling banyak menimbulkan korban jiwa, yakni 10.000 orang. Selama abad ke-20 hingga ke-21 terjadi tujuh letusan: 1901, 1919, 1951, 1966, 1990, 2007, dan 2014 (Kompas, 2/12/2018).
Kelud merupakan satu dari 127 gunung api aktif di Indonesia. Untuk mengantisipasi bahaya saat erupsi, air di danau kawah Kelud dikeluarkan melalui sudetan. Sebelum erupsi 2007, menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, danau kawah di Kelud memiliki volume sekitar 2,5 juta meter kubik.
Seismograf untuk mengukur gempa, electronic distance measurement (EDM) dan tiltmeter, serta global positioning system (GPS) untuk mengetahui perubahan tubuh gunung penting guna menentukan waktu evakuasi. Belakangan digunakan pula analisis citra satelit.
Namun, dukungan bagi pemantauan gunung api di Indonesia minim. Gunung api aktif di Indonesia umumnya hanya memiliki 4-5 stasiun seismometer, bahkan sebagian belum ada, dan tak semuanya memiliki tiltmeter. Indonesia dengan 127 gunung api hanya memiliki 45 pengamat sehingga satu orang memantau lima gunung. Di Jepang, satu gunung dipantau empat pengamat dan satu profesor (Kompas, 27/9/2017). (NAR)