Di mana juga anak-anak gemar bernyanyi. Tiga anggota putri Mapala UI sedang mengajar para adiknya di desa Jericho - Pegunungan Jayawijaya Timur, agar pandai bernyanyi dan berbahasa Indonesia. Mereka baru saja turun dari Puncak Trikora selesai mengikuti program Pendakian ekspedisi VIII Mapala UI ke Irian Jaya. Tetapi penekanan ekspedisi wanita ini pada bidang pendidikan, pengobatan, penelitian sosial ekonomi, dan kerja nyata di lapangan selama 27 hari.
Masalah kekurangan guru dan distribusi guru yang tidak merata bukan cuma kali ini saja terjadi. Harian Kompas 14 September 1968 memberitakan, 216 guru dikirim ke Irian Barat (kini Papua) untuk mengatasi kekurangan guru.
Saat itu sejumlah daerah juga mengalami masalah kekurangan guru. Jawa Barat, misalnya, kekurangan 12.347 guru. Dari 60.213 ruang kelas yang ada saat itu di Jawa Barat, hanya ada 47.839 guru, sedangkan jumlah murid 2.456.450 orang. Artinya, seorang guru harus mengajar sekaligus di beberapa ruang kelas.
DKI Jakarta saat itu juga menghadapi masalah serupa, kekurangan 453 gedung sekolah dasar dan 8.136 guru. Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sampai memanggil lulusan sekolah pendidikan guru (SPG), sekolah guru agama (SGA), dan sekolah guru taman kanak-kanak (SGTK) untuk menjadi guru. Namun, peminatnya tetap saja sedikit karena pekerjaan lain gajinya lebih menggiurkan.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ME Soebisdinata dalam Kongres XI PGRI di Bandung, Maret 1967, melaporkan, dari sekitar 400.000 guru di Indonesia saat itu, sebanyak 300.817 guru merupakan anggota PGRI. Dari jumlah guru sebanyak itu, Indonesia masih kekurangan sekitar 90.000 guru. Kekurangan ini antara lain juga disebabkan sekitar 25.000 guru ditangkap dan diberhentikan karena terlibat Partai Komunis Indonesia.
Lebih dari 50 tahun kemudian, persoalan guru itu belum juga terselesaikan. Hingga saat ini 451 kabupaten/kota di Indonesia kekurangan guru sekolah dasar, sebaliknya 62 kabupaten/kota kelebihan guru.
Distribusi guru memang menjadi persoalan klasik dari dulu. Guru menumpuk di perkotaan karena fasilitasnya lengkap, sedangkan daerah-daerah terisolasi, baik daerah terdepan, terluar, maupun tertinggal, kekurangan guru.
Ini ditambah lagi dengan otonomi daerah, yakni persoalan pendidikan dasar, termasuk guru, ditangani pemerintah kabupaten/kota. Akibatnya, guru yang menumpuk di perkotaan tidak bisa dimutasi ke daerah lain. Karena itu, butuh solusi segera untuk mengatasi persoalan ini. (THY)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Gedung Kompas Gramedia, Jalan Palmerah Selatan 26-28, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.