Kenaikan harga secara drastis di pasar dunia merupakan beban bagi negara pengimpor bersih. Namun, situasi itu membuka peluang untuk mendorong substitusi guna mengurangi dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga.
Oleh
ARI KUNCORO
·5 menit baca
KOMPAS/BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
Seorang petani menunjukkan biji-bijian gandum setelah memanennya dari sebuah lahan di Kegubernuran Gharbia ketika Mesir meningkatkan upaya untuk memperlambat penyebaran Covid-19, Mesir 14 Mei 2020.
Dalam teori ekonomi, dikenal kurva penawara (offer curve) yang secara konsep serupa, tetapi tak sama dengan kurva penawaran (supply curve) yang lazim. Kurva ini diturunkan oleh ekonom Inggris Edgewoth dan Marshal (Salvatore 2001] untuk menjelaskan perdagangan internasional, tetapi dapat digunakan untuk kasus transaksi mikro. Kurva ini mengambarkan hubungan antara harga relatif atau term of trade dan posisi apakah suatu negara atau individu akan menjadi eksportir/produsen bersih atau importir/konsumen bersih.
Jika produksi melebihi konsumsi, selisihnya adalah surplus yang dapat diekspor atau dijual. Sebaliknya, jika produksi lebih kecil, selisih kebutuhannya mesti diimpor. Suatu negara dapat beralih dari importir bersih ke eksportir bersih tergantung term of trade, perubahan teknologi/produktivitas, dan preferensi penduduknya.
Kasus gandum
Konflik Ukraina-Rusia menyebabkan 31 persen dari pasokan gandum dunia terganggu. Ukraina menghasilkan 25 persen produksi gandum dunia, sementara sisanya adalah Rusia. Kenaikan harga gandum mencapai 56 persen di pasar internasional, yakni dari sekitar 8 dollar AS menjadi 12,4 dolar AS per gantang (bushel) sejak perang berkecamuk.
Kelangkaan dan kenaikan harga drastis merupakan beban bagi negara-negara di Afrika Utara, seperti Mesir. Sebelumnya, harga gandum India lebih mahal daripada pasar internasional sehingga sulit untuk menembus pasar ekspor. Namun, dengan perubahan harga gandum dunia, terjadi efek subsitusi-produksi sehingga India dapat masuk lebih dalam ke rantai pasok dunia sebagai eksportir. Efeknya meringankan negara-negara dengan kebutuhan pangan pokok gandum. Harga gandum juga turun 25 persen dari titik tertingginya ke 10 dolar AS per gantang.
Dalam kasus ekspor gandum India, efek harga di dalam negerinya terbatas karena ruang subsitusinya cukup luas. Bahan pangan pokok dan selera masyarakatnya cukup bervariasi, tak hanya gandum, tetapi juga beras, kentang, biji-bijian lain, dan sayuran. Selain itu, surplus produksinya berlimpah, produsennya terdesentralisasi, dan pemerintahnya menjadikan gandum sebagai bagian dari stok pangan nasional melalui institusi mirip Perum Bulog. Hal ini membuat usaha mengendalikan dampak kenaikan harga gandum dunia ke dalami negeri menjadi lebih mudah.
Kasus minyak goreng sawit
Kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) sudah terjadi sejak akhir 2021 atau sebelum perang Rusia-Ukraina. Kenaikan itu disebabkan oleh meningkatnya konsumsi negara-negara dengan populasi besar, seperti China dan India, sebagai akibat pemulihan ekonomi peralihan pandemi menjadi endemi. Tekanan tambahan berasal dari konflik di Eropa. Ukraina adalah produsen minyak biji bunga matahari.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ari Kuncoro
Supermarket di Islandia, misalnya, dengan langka dan naiknya harga minyak bunga matahari terpaksa harus berkompromi dengan posisinya yang antiminyak sawit dengan memajang kembali minyak nabati berbasis kelapa sawit di rak-rak di jaringan gerainya. Dampak sampingan dari efek subsitusi ini adalah kenaikan harga CPO di pasar internasional.
Di setiap negara, kenaikan harga di pasar dunia merupakan godaan untuk mengekspor. Kebijakan yang dipilih saat ini adalah dengan mengurangi diskrepansi harga dalam dan luar negeri melalui peningkatan tarif bea keluar ekspor yang dilakukan sejak 21 Maret dan bukan restriksi ekspor. Walaupun ada faktor-faktor lain yang bepotensi menekan harga, seperti penguncian (lockdown) di China dan resesi dunia, dengan pilihan kebijakan di atas dari Indonesia dan Malaysia yang pangsanya 85 persen produksi dunia, perbedaan harga dalam dan luar negeri mengecil. Harga CPO internasional sudah turun dari titik tertingginya 7.200 ringgit per ton pada Maret menjadi 5.450 ringgit per ton atau sekitar 33 persen pada awal April.
Ruang substitusi
Patut dicatat, harga internasional CPO tetap tinggi karena kelangkaan minyak biji bunga matahari. Hal ini membuat harga CPO domestik tetap tinggi dan membebani kelompok rentan. Antrean panjang minyak goreng curah akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kelompok rentan mempunyai ruang substitusi yang terbatas karena tidak banyak alternatif.
Produk-produk minyak nabati yang diproduksi usaha mikro dan kecil di pelosok-pelosok desa yang merupakan bagian dari kearifan lokal pra-kejayaan minyak sawit, seperti minyak kelapa dan lain-lain, hilang atau langka karena kalah bersaing. Kalaupun masih tersedia, kini sudah menjadi produk premium, seperti virgin coconut oil.
Akibat globalisasi, CPO telah menjadi traded-good internasional yang menghasilkan devisa untuk negara. Namun, pada saat yang sama, sebagai salah satu kebutuhan pokok di dalam negeri, CPO tetap memerlukan perhatian serius. Walaupun ada ketentuan DPO (domestic price obligation) dan DMO (domestic market obligation), pasar dalam dan luar negeri tetap tidak dapat disekat (separating equibrium) dengan sempurna jika ada perbedaan harga yang tinggi.
Mengisolasi perkembangan harga internasional terhadap domestik tidaklah mudah. Kenaikan harga memberikan sinyal substitusi dan penghematan bagi konsumen. Sementara bagi produsen adalah meningkatkan produksi, termasuk pemain baru produsen produk-produk substitusinya. Bagi masyarakat, hal ini dapat berupa perubahan cara pengolahan makanan yang menghemat minyak goreng sawit.
Efek dari diversifikasi ini adalah memperluas ruang substitusi sehingga dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga atau individu dapat diminimalkan. Selain mengurangi perbedaan harga internasional dan domestik, penghapusan harga eceran tertinggi (HET) mempunyai efek menjaga insentif bagi produsen produk-produk substitusinya. HET berpotensi menciptakan kelangkaan yang lebih parah karena fenomena pasar gelap akibat penimbunan atau perilaku hoarding (Mankiw [2016]).
Operasi pasar dapat tetap dilakukan untuk membuat pasar tetap contestable dan memberikan pilihan lebih luas bagi kelompok rentan. Namun, pengawasan tetap harus dilakukan dan inilah yang sering menjadi kendala di lapangan. Pasar minyak goreng dalam negeri lebih merupakan pooling equilibrium daripada separating equilibrium karena sangat mudahnya konversi dari minyak goreng curah yang lebih murah ke minyak goreng kemasan yang lebih mahal.
Seperti fenomena offer curve di atas, seseorang dapat tiba-tiba menjadi ”produsen” karena perbedaan harga yang menggiurkan antara HET dan harga pasar hanya dengan mengemasnya. Untuk mencegah kebocoran, selain pengawasan, operasi pasar harus juga memperhatikan target sasaran, baik kelompok penerima, lokasi dan sebaran, maupun waktu intervensi.
Kebijakan pendamping yang dibutuhkan adalah menjaga daya beli masyarakat rentan dengan mengoreksi efek pendapatan yang negatif (compensated effect) melalui bantuan tunai langsung (BLT), yang selain menjaga kesejahteraan juga memberi pilihan. Guna menciptakan sekat pasar, kebijakan BLT diberlakukan berdasarkan kriteria target 20,5 juta keluarga dalam bantuan pangan nontunai, program keluarga harapan, serta 2,5 juta pedagang kaki lima gorengan.