Kas Negara Tergelincir Minyak
Lonjakan harga ICP dapat menyebabkan harga keekonomian bahan bakar minyak meningkat. Pada akhirnya muncul kekhawatiran bila beban subsidi dan kompensasi BBM dalam APBN akan ikut bertambah.
Sulit untuk menentukan secara pasti apa penyebab utama dari lonjakan harga minyak mentah patokan dunia, Brent, sehingga dapat menyentuh angka 139,13 dollar AS per barel pada pekan pertama Mei 2022. Angka ini pun menjadi rekor harga tertinggi sejak Oktober 2014.
Namun, setidaknya, terdapat tiga faktor yang mempunyai korelasi paling kuat dengan kenaikan harga minyak mentah dunia.
Ketiga faktor tersebut adalah peningkatan permintaan akibat peningkatan aktivitas ekonomi seiring dengan membaiknya penanganan pandemi Covid-19, inflasi tinggi yang terjadi di negara-negara maju, serta gangguan suplai minyak dunia akibat gejolak geopolitik yang melibatkan negara-negara produsen minyak termasuk Rusia.
Dengan permintaan meningkat lebih tinggi daripada kemampuan penawaran, harga minyak akan naik. Kenaikan harga minyak dunia tersebut ikut menyeret lonjakan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP).
ICP ini menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan besaran penerimaan yang berasal dari minyak dan gas serta alokasi subsidi energi. Pergerakan ICP mengikuti arah perkembangan harga minyak mentah dunia secara umum, terutama jenis Brent.
Lonjakan harga ICP dapat menyebabkan harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) meningkat. Pada akhirnya muncul kekhawatiran bila beban subsidi dan kompensasi bahan BBM dalam APBN akan ikut bertambah.
Dampak serangan Rusia terhadap Ukraina sepertinya memang tidak masuk dalam perhitungan para eksekutif dan legislatif ketika menyusun APBN 2022. Saat anggaran disusun, justru sorotan risiko lonjakan harga minyak dunia mengarah pada pemangkasan produksi negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Faktanya saat ini telah terjadi perubahan penawaran dan permintaan secara fundamental yang memengaruhi pergerakan harga minyak mentah dunia. Ditambah lagi faktor geopolitik Rusia-Ukraina yang memicu kenaikan harga minyak saat ini.
Berdasarkan hitung-hitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, setiap kenaikan harga minyak mentah 1 dollar AS per barel turut menaikkan anggaran subsidi elpiji sekitar Rp 4,7 triliun, subsidi minyak tanah Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM kepada Pertamina sebesar Rp 2,65 triliun.
Sementara dalam APBN 2022, subsidi BBM dan elpiji 3 kg dialokasikan sebesar Rp 77,5 triliun dengan perhitungan ICP sebesar 63 dollar AS per barel. Hitungan pemerintah atas sensitivitas kenaikan ICP akan menyebabkan harga keekonomian BBM meningkat. Imbasnya tentu menambah beban subsidi BBM dan elpiji serta kompensasi BBM dalam APBN.
Perlu diingat bahwa hingga akhir Januari 2022 saja, realisasi subsidi energi, termasuk subsidi listrik, telah mencapai Rp 10,2 triliun, melonjak 347,2 persen dibandingkan belanja subsidi pada Januari tahun 2021 yang sebesar Rp 2,3 triliun.
Baca juga: Harga Jual BBM Terus Dikaji
Mengingat akhir dari konflik Rusia-Ukraina belum juga menemukan titik terang, maka risiko tambahan beban APBN yang mesti ditanggung negara akan semakin berat. Sudah waktunya bagi pemerintah untuk menyiapkan langkah jitu guna mencegah risiko kenaikan ICP yang dapat menggerus sisi penerimaan lain.
Perubahan ICP yang terjadi memang tidak harus melulu direspons dengan perubahan APBN mengingat asumsi makro dalam anggaran tak hanya menyangkut ICP, tetapi juga angka pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga surat utang negara, serta lifting minyak dan gas.
APBN juga telah mengamanatkan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga jika ICP tidak sesuai dengan perkiraan. Kewenangan bisa diambil untuk menjaga kinerja APBN dari beban yang ditimbulkan harga jual BBM di bawah harga keekonomian.
Tentu kebijakan kenaikan harga ini dapat diambil setelah melalui perhitungan yang matang karena ada risiko lain yang telah menunggu, yakni terkereknya inflasi yang dapat menekan daya beli masyarakat.
Memanfaatkan saldo anggaran lebih (SAL) ke pos pembiayaan subsidi energi mungkin patut diperhitungkan. Kementerian Keuangan mencatat bahwa terdapat SAL Rp 144 triliun pada 2021 yang dapat menjadi sumber dana pada tahun ini.
Solusi lain, pemerintah telah menargetkan bisa mencapai karbon netral pada 2060. Untuk mendukung itu, dari sisi transportasi, pemerintah mendorong kendaraan listrik. Percepatan program konversi kendaraan bensin ke kendaraan listrik tahun ini tentu menjadi momentum yang tepat.
Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2020 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai. Dalam peraturan itu telah diatur sejumlah syarat bengkel umum menjadi bengkel konversi motor listrik, seperti memiliki peralatan khusus untuk pemasangan peralatan instalasi sistem penggerak motor listrik, peralatan uji perlindungan sentuh listrik, dan hambatan isolasi.
Upaya untuk menyelamatkan APBN dari lonjakan harga ICP memang membutuhkan kebijakan dengan kalkulasi yang tepat. Sebuah kebijakan yang menjaga dua sisi kepentingan ialah mengurangi beban APBN, tetapi tetap meminimalkan risiko inflasi yang memengaruhi daya beli masyarakat.