Nyepi adalah waktu untuk mendengarkan alam. Suara alam menghanyutkan ”samadhi”. Alam merupakan pautan energi yang semarak mengalir antara tanah, sungai, tumbuhan, dan satwa. Alam dan manusia itu satu detak, satu irama.
Oleh
Saras Dewi
·4 menit baca
Perayaan hari Nyepi selalu mengendapkan makna ekologis di relung hati. Ritual penyepian adalah momen spiritual merasakan keterjalinan dengan seluruh denyut kehidupan. Nyepi di Bali adalah tradisi yang dipenuhi dengan ketakjuban terhadap alam. Segalanya hening, Bali sunyi senyap tanpa aktivitas atau pun kesibukan. Tapa penyepian sesungguhnya juga adalah waktu untuk mendengarkan alam.
Suara alam secara kresendo terdengar jelas, jika pada hari-hari biasanya dipadati oleh kebisingan manusia. Suara alam menghanyutkan samadhi, pada siang hari kawanan burung terbang dengan bahagia mengitari Gunung Agung. Kepakan sayapnya adalah musik, dan tarian mereka membentuk koreografi yang menghipnotis. Menjelang sore tiba, berbagai suara menjadi simfoni yang merdu, suara; ayunan laba-laba merangkai jaring, liukan tubuh ular pucuk hijau melintas dengan ceria, dan gemerisik kelapa gading diterpa angin yang sejuk. Sedangkan, malam hari Nyepi adalah obrolan panjang antara katak enggung dan tonggeret yang saling bersahut-sahutan.
Alam bukanlah obyek yang pasif, sebaliknya, alam, menurut Aldo Leopold, seorang pelopor ide-ide konservasi, merupakan keterpautan energi yang semarak mengalir antara tanah, sungai, tumbuhan, dan satwa. Esai puitis yang berjudul ”Song of the Gavilan” (1940) karya Leopold merupakan ode kepada aliran sungai Rio Gavilan yang berada di wilayah utara Chihuahua, Meksiko. Ketika berkunjung ke Rio Gavilan, ia menjumpai alam liar yang elok, sungai itu menjadi penyangga beragam kehidupan spesies flora dan fauna, seperti serigala, ikan trout, pohon dedalu, pohon sycamore, dan berbagai jenis burung serta serangga.
Leopold menggambarkan hangatnya api unggun diiringi nyanyian sungai yang mengalir di antara bebatuan. Mencermati keselarasan di Rio Gavilan, Leopold mencetuskan gagasan tentang konservasi yang melampaui kebutuhan ekonomi, rekreasi atau pun estetik manusia. Pelestarian alam dalam arti yang sesungguhnya berarti tindakan menjaga satwa, tumbuhan, serta lingkungan tersebut sebagai yang intrinsik dan saling terhubung satu dengan yang lainnya. Betapa kecewanya Leopold, ketika mendatangi wilayah Rio Gavilan pada tahun-tahun berikutnya, ia mengamati degradasi lingkungan dikarenakan aktivitas manusia.
Problem-problem seperti penebangan hutan, pencemaran air sungai, hingga menghilangnya satwa predator. Esai yang ditulis oleh Leopold, merupakan kontemplasi kritis sekaligus ajakan untuk mengembangkan kepekaan ekologis. Leopold mengusulkan manusia untuk memperluas gagasan tentang komunitas, yang tidak saja menyangkut sesama manusia tetapi juga perlindungan komunitas biotik.
Sungai memiliki kekuatan yang dahsyat, tubuhnya terus bergerak. Ia menjadi jeram di hulu, menerjang dengan tajam, dan mengalir dengan anggun hingga muara. Sungai membentuk ekosistem yang unik, dan bagi manusia, selain sungai merupakan sumber air dan pangan, sungai juga membentuk kebudayaan kita. Arne Naess, seorang filsuf lingkungan hidup, menggunakan perspektif ekologi mendalam (deep ecology) untuk mencermati hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Dalam salah satu kasus kontroversial di Norwegia yang menyangkut penolakan masyarakat terhadap pembangunan bendungan Alta pada tahun 1970, Arne Naess menyampaikan pentingnya pertimbangan ekologis dalam melakukan pembangunan.
Ia mengkhawatirkan dampak lingkungan dan budaya yang mengancam masyarakat setempat. Salah satu kelompok masyarakat adat yang kehidupannya amat bergantung pada ekosistem sungai adalah masyarakat adat Sámi. Mereka hidup secara sederhana dan mengikuti tradisi leluhurnya menjalani kehidupan pastoral seperti menggembala rusa kutub.
Pembangunan bendungan Alta pada mulanya berencana menggusur dua desa masyarakat adat Sámi, yakni Desa Masi dan Mieron. Namun, karena protes yang berkepanjangan serta tekanan nasional dan global, memaksa Pemerintah Norwegia untuk menyesuaikan pembangunan tersebut. Arne Naess dalam salah satu wawancaranya menyampaikan pengalamannya bersolidaritas dengan masyarakat adat Sámi, filosofi ekologi mendalam menjelma dalam slogan perjuangan mereka, ”La Elva Leve!”, Biarkan Sungai Terus Hidup!
Para perempuan petani di Desa Wadas hidup secara lekat dengan alam, tanah bagi mereka adalah sumber kehidupan yang harus dilestarikan. Mereka mencemaskan terganggunya mata air jika pertambangan batu andesit dilakukan.
Masyarakat Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, semenjak tahun 2015 teguh mempertahankan lingkungan hidupnya. Mereka menolak penambangan batu andesit di desa mereka, yang rencananya digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener. Para perempuan di Wadas membentuk komunitas Wadon Wadas (Perempuan Wadas) sebagai wujud kecintaan mereka kepada alam Wadas. Sebagian besar penduduk di Desa Wadas bekerja sebagai petani, mereka hidup sejahtera dari hasil pertanian, seperti cengkeh, kapulaga, kemukus, durian, kelapa, cabai, vanili, aren, pisang, dan berbagai hasil bumi lainnya.
Yatimah bercerita kepada saya bahwa baginya alam bukanlah sesuatu yang terpisah dari dirinya. Alam dan manusia itu satu detak, satu irama. Para perempuan petani di Desa Wadas hidup secara lekat dengan alam, tanah bagi mereka adalah sumber kehidupan yang harus dilestarikan. Mereka mencemaskan terganggunya mata air, jika pertambangan batu andesit dilakukan. Yatimah merasa bahwa menjaga mata air, tanah dan hutan di wilayah Wadas merupakan amanah bagi mereka.
Menggunakan perspektif ekologi mendalam, praktik kehidupan pertanian berkelanjutan yang diterapkan di Desa Wadas adalah model kegiatan ekonomi yang memiliki sensibilitas keseimbangan lingkungan hidup. Ekologi mendalam menekankan komitmen manusia untuk menjaga lingkungan hidup melalui pemaknaan kembali ekonomi, teknologi, dan politik yang mengarah pada kesinambungan alam.
Jika dikaitkan dengan laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang dipublikasi pada 28 Februari 2022, laporan itu membahas strategi adaptasi yang imperatif dilakukan dalam menghadapi perubahan iklim. Beradaptasi dalam kondisi perubahan iklim berarti mendorong kebijakan-kebijakan pembangunan yang mengutamakan kesehatan lingkungan hidup. Suara alam adalah karunia, suara itu mengilhami manusia dan mengingatkan kita tentang ikatan yang menghubungkan semua makhluk di alam ini.