Ketenangan Jiwa, Mencatat Warisan Leluhur
Tulola menggandeng maestro seni ukir Bali, I Made Pada, dalam proyek kolaborasi Pustaka Tulola bertajuk ”Ketenangan Jiwa”.
Jenama perhiasan asal Bali, Tulola, meluncurkan rangkaian koleksi perhiasan terbaru bertajuk ”Ketenangan Jiwa”. Koleksi tersebut merupakan koleksi kolaborasi antara Tulola dan maestro seni ukir asal Bali, I Made Pada, dalam program Pustaka Tulola, sebagai upaya Tulola mencatatkan kekayaan warisan leluhur.
Rangkaian koleksi perhiasan Ketenangan Jiwa tersebut terdiri atas sembilan item berupa anting, gelang, tusuk konde, hingga bros. Pada setiap item terdapat motif-motif khusus buah karya I Made Pada yang dihadirkan dengan sentuhan modern agar dapat dinikmati oleh pasar masa kini.
I Made Pada yang menjadi mitra kolaborasi Tulola adalah seorang maestro seni ukir asal Banjar Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali, yang telah menekuni seni ukir sejak usia 10 tahun. Saat ini, dia dikenal sebagai seniman ukir emas dan perak untuk barong suci, keris, Pratima (benda sakral) untuk sesuhunan (dewata dan leluhur) di berbagai pura di Bali.
Pada program Pustaka Tulola yang diinisiasi tahun ini untuk mendokumentasikan karya-karya para maesto seni Tanah Air, Tulola menggandeng I Made Pada agar proses kekaryaannya yang selama ini tak tercatat dan hanya diturunkan secara turun-temurun secara verbal terdokumentasi dengan baik. Harapannya, tak punah digerus zaman.
Keahlian I Made Pada dalam membuat detail-detail ukiran pada keris dengan teknik tatah tersebut diterapkan pada perhiasan koleksi Tulola dengan sentuhan modern. Pada koleksi Ketenangan Jiwa, inspirasinya diambil dari tiga keris Tangguh Kamardikan karya I Made Pada. Masing-masing keris memiliki kekhususan istimewa.
Keris Tangguh Kamardikan 3, misalnya, danganan atau hulu kerisnya, pada zaman dahulu, khusus dikenakan oleh para raja dan bangsawan. Danganan bentuk grantim dibuat menggunakan lempengan logam perak yang dibentuk dan dipahat menggunakan teknik wudulan, dikombinasikan dengan batu mulia.
Teknik wudulan adalah cara memahat dengan dua arah, negatif (cekung) dan positif (cembung), dengan pahat ukir berbentuk bulat.
Sementara warangka atau sarung kerisnya mendapat pengaruh warangka ladrang dari Jawa berupa sesrengatan berbahan kayu arang, dihias pendok bunton dari bahan perak dan batu mulia. Kaya aran dipercaya memiliki tuah baik untuk menambah keteguhan hati dan kewibawaan pemiliknya.
Ketiga keris yang menjadi inspirasi tersebut sengaja dipilih sebagai refleksi dari Tiga Perempuan atau Tri Sakti, cerminan ketiga pendiri Tulola, yaitu Sri Luce Rusna, Happy Salma, dan Franka Franklin. Koleksi Ketenangan Jiwa dikerjakan bertahap di Studio I Made Pada di Desa Taro, Gianyar, dan Studio Tulola di Desa Celuk, Gianyar.
Beberapa motif yang terdapat pada Koleksi Ketenangan Jiwa berupa tusuk konde dan anting, terinspirasi dari Keris Tangguh Kamardikan I berupa figur Dewa Krisna. Sosok Krisna merupakan simbol bagi kemurnian, kebajikan, kasih sayang, dan kesabaran.
Detailnya sangat halus dan teliti hingga ukiran terkecil sehingga tak sekadar menampilkan keindahan, tetapi juga menyiratkan sebuah karya seni bernilai tinggi. Benang merah dengan roh Tulola yang selama ini erat dengan motif-motif bernuansa Indonesia, tetapi bercita rasa modern, tetap memancar kuat pada koleksi ini.
Begitu pula pada anting dan tusuk konde yang terinspirasi dari Keris Tangguh II dengan 7 luk ngelindung (berlekuk sedang), gandik Ganesa. Selaras dengan filosofi motif, sosok Ganesa melambangkan kebijaksanaan, ketulusan, dan keberuntungan. Tambahan batu permata berwarna merah pada anting dan putih pada tusuk konde mempercantik kekayaan detail yang ditampilkan.
Terus belajar
Salah satu pendiri Tulola, Happy Salma, menuturkan, Pustaka Tulola diinisiasi karena selama ini karya-karya Tulola lebih banyak terinspirasi dari karya sastra dan apa yang ada di seluruh semesta. Meski kini desain Tulola dengan motif sangat beragam sudah cukup banyak, Tulola merasa perlu untuk terus belajar.
”Di sisi lain, semakin banyak maestro yang tergerus zaman karena teknik kekaryaan mereka hanya dituturkan secara verbal. Hanya lewat praktik, tak ada sekolahnya. Maka, kami berpikir, inilah saatnya kita bekerja sama dengan para maestro untuk membuat karya mereka terus hidup,” tutur Happy dalam peluncuran koleksi Ketenangan Jiwa, Kamis (24/3/2022), di Savyavasa, Jakarta.
Melalui Pustaka Tulola, mereka ingin memberikan ruang kepada para seniman agar mendapatkan kebaruan kreativitas serta panggung apresiasi terkini dalam presentasi karya. Dari ruang lingkung terbatas, menuju publik yang lebih luas.
Untuk periode pertama, Tulola mengandeng I Made Pada dengan pertimbangan lokasinya yang sama-sama berada di Bali sehingga memudahkan proses kolaborasi yang terjalin. Proses kekaryaan I Made Pada yang berbeda dengan teknik yang dikerjakan Tulola menjadi salah satu perhatian, begitu pula dalam upaya mengejawantahkan motif-motif ukir ke dalam perhiasan.
CEO Tulola Franka Franklin menambahkan, seluruh produk perhiasan dikerjakan dengan 100 persen pengerjaan tangan, setidaknya dalam kurun waktu satu bulan. ”Semuanya dibuat oleh Made Pada di tempat beliau, di-finishing. Baru kami membantu untuk quality insurance-nya. Kita juga membuat platting-nya, menempel batu-batu. Di bagian awal kami bekerja sama di bagian desain untuk mengejawantahan motif yang sudah beliau buat dan berkolaborasi dengan tim di awal. Dari sembilan item, semuanya kolaborasi,” ungkap Franka.
I Made Pada secara khusus memilih batu ruby dan orange crystal untuk ditambahkan pada koleksi anting. Di Studio Tulola, dilakukan proses pelapisan emas 18 karat dan penambahan mutiara, batu white crystal, dan batu ametis untuk koleksi bros, gelang, dan sirkam. Proses kekaryaan I Made Pada untuk koleksi tersebut juga didokumentasikan dalam video garapan Gusti Dibal Ranuh.
Ketenangan Jiwa yang dipilih sebagai tajuk koleksi, sebagai refleksi dari filosofi I Made Pada dalam berkarya. Menurut I Made Pada, jiwa yang tenang dan sabar dalam bekerja akan menghasilkan karya seni yang baik. Hasilnya akan memberikan kenyamanan pada pemakainya karena vibrasi pikiran yang tercurah di dalamnya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim yang turut hadir dalam perilisian koleksi Ketenangan Jiwa mengatakan, kekayaan kebudayaan Tanah Air yang tidak diturunkan secara turun-temurun dan lintas generasi akan hilang.
Oleh karena itu, dia melihat kolaborasi I Made Pada dan Tulola adalah salah satu contoh sempurna kolaborasi sebuah konsep modern dan warisan budaya Indonesia yang begitu kaya.
”Kolaborasi semacam ini, yang memadukan antara inovasi modernisme dan sejarah kita yang luar biasa akan membuatnya relevan lagi untuk generasi berikutnya. Harapannya, Tulola akan membanggakan kita di panggung dunia,” kata Nadiem.
Program Pustaka Tulola, menurut rencana, akan dilanjutkan dengan menggandeng maestro-maestro seni dari seluruh Tanah Air, seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.