Gino Mariani yang dihasilkan di dalam negeri tidak kalah kualitasnya dengan produk-produk internasional. Pabrik yang membuat sepatu itu juga memenuhi pesanan untuk jenama-jenama global yang diekspor ke Amerika dan Eropa.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Kenecisan Gino Mariani tak hanya ditunjang desainnya yang modis. Sepatu itu juga terus diperbarui, antara lain dengan teknologi yang mengedepankan kenyamanan dan bahan daur ulang. Alas kaki tersebut dihasilkan industri dalam negeri yang membuat produk-produk berjenama global.
Sepatu-sepatu yang dipajang di kantor PT Sepatu Mas Idaman (Semasi) terlihat mentereng. Sebagian besar alas kaki itu terbuat dari kulit mengilat yang sesuai untuk pekerja kantoran. Sejumlah produk tersebut juga cocok digunakan untuk kesempatan kasual.
Beberapa sepatu kets yang trendi untuk anak muda turut diletakkan di rak heksagon tersebut. Di tengah rak, dipasang penampang bertuliskan Gino Mariani. Di dinding lain, tampak wadah kayu dengan sepatu-sepatu dengan merek mendunia, misalnya Chatham, Sebago, dan Ariat.
Di bangunan yang menyatu dengan pabrik tersebut, Product Development Senior Manager Semasi Ridwan Suryanto menunjukkan tiga material alas sepatu. Lapisan tengah atau bahan baku spesial, termasuk paling mutakhir. ”Disebut Cloudtech. Tujuannya, konsumen tidak gampang capek,” ujarnya di Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/2/2022).
Ridwan mengungkapkan Cloudtech yang sudah dipatenkan. Akronim itu terdiri dari cloud (awan) dan technology (teknologi) yang mengacu kepada ortopedi. ”Jadi, waktu digunakan terasa ringan. Pemakainya serasa melangkah di awan,” katanya sambil tersenyum.
Di atas Cloudtech, dilapisi spons dan diapit busa lateks di bawahnya. Bantalan sepatu juga dilengkapi lubang-lubang kecil untuk sirkulasi udara sehingga mengurangi panas. Saat dicoba, alas sepatu itu sama sekali tidak keras. Kaki pun sedikit membal ketika melangkah.
”Solusi bau juga karena mengurangi keringat. Kalau tanpa bantalan, alas sepatu memang keras supaya kokoh menyangga tubuh tapi dengan Cloudtech, jadi empuk,” ujarnya.
Di Indonesia, baru Semasi yang menggunakan Cloudtech. Kecanggihan itu didukung rupa-rupa fasilitas. Di laboratorium Semasi, umpamanya terlihat mesin-mesin, seperti penguji kekuatan lem, sol, warna, antiair, kelenturan, hingga daya tahan terhadap paparan sinar matahari.
Perusahaan itu rata-rata memproduksi 11.000 pasang sepatu per hari. Jumlah tersebut melonjak dibandingkan sekitar 7.000 pasang pada Oktober 2021. Semasi mengekspor sebagian besar sepatunya ke Amerika Serikat, selain Inggris, Jepang, dan Italia. Korporasi yang bekerja sama dengan Semasi, umpamanya Sperry asal Amerika Serikat. Produk itu dipakai sejumlah pesohor internasional.
John Legend
Chief Executive Officer Manufacture Group Tjandra Suwarto memperlihatkan bot mentereng warna coklat. Di dalam sepatu itu tertera nama John Legend, biduan asal Amerika Serikat dengan kalimat, ”Soul is about authenticity. Soul is about finding the things in your life that are real and pure”.
Tulisan itu menjelaskan soul atau jiwa yang berelasi dengan keotentikan, berikut pencarian terhadap hal-hal riil dan murni dalam hidup. “Legend dijadikan semacam brand ambassador (duta merek) lewat kolaborasinya dengan Sperry,” kata Tjandra soal penyanyi soul tersebut.
Tentu, kualitas Gino Mariani sepadan produk-produk yang diekspor. Proses produksi dan kualitasnya dikontrol.
Di lidah sepatu dengan tali yang dilengkapi ritsleting samping itu juga dicantumkan secarik kain kecil dengan tulisan Made in (buatan) Indonesia. Sementara, di luar bot dibubuhkan JL, singkatan dari John Legend yang dikenal dengan lagu-lagu hit seperti ”All of Me”, ”Love Me Now”, dan ”Ordinary People” tersebut.
Ia juga menerima informasi mengenai Sperry yang dikenakan Daniel Craig saat shooting film James Bond teranyar, No Time To Die, di Jamaika. Sepatu tipe boat shoe itu juga berwarna coklat yang terbuat dari kulit dengan tali simpel. Tjandra lantas menunjukkan sejumlah artikel media daring yang mengulas sepatu kedua selebritas tersebut, lengkap dengan foto-fotonya. Sebagian besar sepatu Sperry diproduksi Semasi.
”Tentu, kualitas Gino Mariani sepadan produk-produk yang diekspor. Proses produksi dan kualitasnya dikontrol,” kata Tjandra.
Atensi publik di negara berkembang hingga maju terhadap kelestarian lingkungan pun diikuti. Paling baru, Semasi menggunakan bahan baku berkelanjutan. ”Bahan yang tidak berguna dan bisa mencemarkan diolah untuk dibuat sepatu,” kata Denny Budianto, General Manager Sepatu Mas Indonesia. Semasi adalah salah satu entitas perusahaan di bawah Manufacture Group.
Segmen konsumen pun semakin luas dengan lebih beragamnya kombinasi warna sepatu, menyematkan bahan jins, dan jahitan zig-zag yang disukai anak muda.
Sebelumnya, konsumen yang dibidik berusia 30-45 tahun. Kami mulai menyasar pembeli 25 tahun ke atas. Sepatu untuk perempuan juga semakin bervariasi.
”Sebelumnya, konsumen yang dibidik berusia 30-45 tahun. Kami mulai menyasar pembeli 25 tahun ke atas. Sepatu untuk perempuan juga semakin bervariasi,” ujar Denny. Tak hanya bagian atas sepatu atau upper yang menggunakan kulit, tetapi juga dalamnya. Bahan itu sudah diuji sehingga saat bergesekan dengan kulit tidak menimbulkan iritasi. Gino Mariani mengincar konsumen menengah atas dengan harga mulai Rp 1,5 juta per pasang.
“Sepatu didistribusikan ke 40 department store. Kami juga membuka lima toko di Jakarta, Bandung, Banjarmasin, dan Makassar,” ucapnya.
Pada April 2022, tiga toko baru akan dibuka di Jakarta, Depok, dan Semarang. Penjualan Gino Mariani secara daring saat ini pun meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2020. Gino Mariani juga telah melengkapi koleksinya dengan aksesori kulit, contohnya dompet, tas, dan ikat pinggang.
Penghargaan mitra
Kompetensi Semasi menghasilkan sepatu bermutu diakui produsen-produsen dunia mitranya. Model Partnership Award dan Outstanding Factory Performance, misalnya, diserahkan jenama Wolverine, masing-masing pada tahun 2013 dan 2014. Semasi juga menerima Award of Excellence dari Polo Ralph Lauren pada tahun 2002.
Kuantitas sepatu yang dihasilkan pabrik saat ini sudah mencapai kapasitas maksimalnya. Semasi berencana meningkatkan produksinya dengan ekspansi di Jawa Tengah. ”Minat masyarakat membeli sepatu pada tahun 2020 dan 2021 sempat turun tapi sekarang, kondisinya sudah mirip sebelum pandemi,”ujar Denny.
Saat berdiri pada 1987, perusahaan itu hanya industri rumahan yang memproduksi sekitar 100 pasang sepatu per hari yang dihasilkan 100 pekerja. Kini, jumlah pekerja mencapai 2.700 orang. ”Bertambah 900 orang dibandingkan Oktober 2021 karena permintaan sepatu, khususnya ekspor, justru meningkat,” ujar Tjandra.