logo Kompas.id
TajaAPBN untuk Makan Siang Gratis ...

APBN untuk Makan Siang Gratis Esensial untuk Tingkatkan Prestasi Siswa

Prestasi anak di sekolah sangat dipengaruhi kecukupan gizi. Nyatanya, masih banyak anak Indonesia yang berangkat sekolah dalam keadaan perut kosong.

Indonesia Food Security Review
Artikel ini merupakan kerja sama antara harian Kompas dan Indonesia Food Security Review.
· 5 menit baca
tabel
Sumber: Indonesia Food Security Review (IFSR)

Jurus-jurus Peningkatan Penerimaan Negara dan Perbandingan Rasio Belanja Sejumlah Negara G20 ke PDB.

Kualitas pendidikan Indonesia masih rendah. Ini terlihat dari capaian skor anak Indonesia di Programme for International Student Assessment (PISA) yang mengukur kemampuan pelajar di bidang literasi, numerasi, dan sains. Selama dua dekade terakhir, skor PISA Indonesia berada jauh di bawah rata-rata negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Menurut analisis Bank Dunia (2018), 55 persen dari anak usia sekolah Indonesia functionally illiterate - atau tidak mengerti apa yang dibaca. Tanpa terobosan berarti dalam pengelolaan gizi dan pendidikan, Indonesia butuh 200 tahun untuk mengejar ketertinggalan skor PISA dari rata-rata negara anggota OECD.

41 persen anak usia sekolah di Indonesia berangkat sekolah lapar

Prestasi anak di sekolah sangat dipengaruhi kecukupan gizi. Nyatanya, masih banyak anak Indonesia yang berangkat sekolah dalam keadaan perut kosong. Mengutip data Riskesdas Kemenkes RI, Menko PMK Muhadjir Effendy beberapa waktu lalu mengungkapkan 41 persen anak usia sekolah dan remaja di Indonesia tidak pernah sarapan. Ia juga mengungkap sebanyak 58 persen anak usia sekolah memiliki pola makan tidak sehat.

Program yang diusulkan salah satu calon Presiden RI berupa makan gratis di sekolah dan bantuan gizi untuk ibu hamil melalui PAUD serta Posyandu adalah terobosan yang diperlukan untuk pastikan Indonesia manfaatkan bonus demografi. Kedua program ini juga dapat bantu mengatasi tengkes (stunting) yang masih menjadi salah satu persoalan. Indonesia masih berjuang untuk menurunkan prevalensi tengkes menjadi 14 persen pada tahun 2024, turun dari angka 21,6 persen menurut Survei Status Gizi Nasional (SSGI) 2022.

Makan gratis hari ini, manfaatnya sampai generasi berikutnya

Berkaca dari pengalaman India, program pemberian makanan sekolah-sekolah India yang dikenal sebagai “Makan Tengah Hari” (Mid-Day Meal/MDM) tidak hanya memberikan manfaat bagi penerimanya, tetapi juga keturunannya.

Hal itu dipaparkan Chakrabarti dan Scott dalam artikel “Intergenerational Nutrition Benefits of India’s National School Feeding Program” yang dimuat di jurnal bergengsi Nature tahun 2021. Menggunakan data nasional dari tahun 1993 hingga 2016, mereka mengikuti dampak program ini ke ratusan ibu serta anak-anaknya. Indikator utama yang dicek adalah skor tinggi-umur (height-for-age z-score/HAZ). HAZ semakin tinggi menandakan pertumbuhan lebih baik.

Ternyata, skor tinggi-umur anak-anak yang lahir dari ibu dengan paparan MDM penuh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak terpapar. MDM berkontribusi terhadap 13-32 persen peningkatan HAZ di India dari tahun 2006 hingga 2016. Dapat disimpulkan, skema MDM tidak hanya bermanfaat bagi yang menerima makan siang, tetapi juga anak mereka di kemudian hari atau disebut “manfaat intergenerasional”.

Tidak heran Mahkamah Konstitusi India di tahun 2001 memberikan mandat kepada siapapun Perdana Menteri dan Gubernur di India untuk menjalankan program ini. "Every child in every place and Government assisted Primary Schools with a prepared midday meal with a minimum content of 300 calories and 8–12 grams of protein each day of school for a minimum of 200 days," demikian bunyi putusan MK India yang revolusioner.

Anggaran makan siang gratis besar, tapi bisa dan harus tersedia

Ketersediaan anggaran kerap jadi kendala bagi berbagai program yang jelas-jelas bermanfaat. Menurut Indonesia Food Security Review (IFSR), ratusan negara lain bisa biayai program makan siang gratis dari APBN mereka. Saat ini, di antara negara-negara anggota G20 rasio belanja pemerintah Indonesia terhadap PDB adalah yang terendah. Dibandingkan Turkiye yang ekonominya lebih kecil, APBN negaranya lebih besar. Kalau saja rasio belanja pemerintah Indonesia terhadap PDB setara Turkiye (28 persen), APBN 2024 seharusnya mencapai Rp 6.380 triliun atau naik hampir dua kali.

Menurut kalkulasi IFSR, implementasi program makan siang di sekolah butuh anggaran sekitar 30 miliar dollar AS. Jumlah ini setara dengan Rp 450 triliun atau sekitar 2 persen dari PDB Indonesia. Angka ini didapatkan jika menggunakan indeks 1 dollar AS per makan, dan jumlah penerima manfaat 80 juta orang. Artinya per penerima manfaat mendapatkan makan setara 365 dollar AS per tahun.

Untuk membiayai pembangunan dan pemerataan, Pemerintahan mendatang perlu meningkatkan rasio pendapatan negara hingga 23 persen dari PDB. Sejumlah jurus peningkatan penerimaan negara untuk penambahan tersebut masih sangat mungkin.

Di antaranya, Pemerintah dapat melakukan digitalisasi dan otomasi pajak menggunakan big data dan AI yang berpotensi meningkatkan pendapatan negara antara 3-6 persen dari PDB. Karena NPWP dan NIK sudah terintegrasi, ini sebenarnya akan dimulai tahun 2024 mendatang dengan pre-populated tax form sebagai opsi default. Pemanfaatan pajak ekspor untuk mendorong hilirisasi tembaga atau bauksit bisa tingkatkan penerimaan 2-3 persen dari PDB. Optimalisasi cukai untuk mendorong hidup sehat seperti cukai minuman sangat manis juga bisa tingkatkan penerimaan hingga 1 persen dari PDB.

Program ini juga bisa dorong pertumbuhan ekonomi naik 3 persen

Jika menggunakan asumsi fiscal multiplier konservatif sebesar 1,5 kali dan menggunakan sumber anggaran belanja negara baru, dampak pertumbuhan ekonomi program yang membutuhkan APBN 2 persen dari PDB ini bisa memberi tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 3 persen.

Selain itu, program ini juga akan ciptakan setidaknya 1,8 juta lapangan kerja permanen baru. Ini didapatkan dari hitungan jika dibutuhkan 1 dapur untuk melayani 190 penerima manfaat, akan dibutuhkan sebanyak 377 ribu dapur. Jika setiap dapur melibatkan 5 tenaga kerja maka total tercipta kebutuhan sebesar 1,8 juta tenaga kerja. Angka ini belum termasuk petani, nelayan, peternak, atau UMKM yang terkait dengan penyediaan kebutuhan bahan makanan.

Menilik manfaatnya, program makan siang di sekolah amat layak diperjuangkan. Apalagi manfaat ekonominya begitu besar. Manfaat keberlanjutannya juga dapat dirasakan hingga generasi berikutnya. Pergi ke sekolah harus buat kenyang pikiran dan buat kenyang perut. [*]

Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000