logo Kompas.id
TajaHilirisasi Industri...

Hilirisasi Industri Petrokimia, Asa dan Tantangannya

Pupuk Kaltim
Artikel ini merupakan kerja sama antara harian Kompas dan Pupuk Kaltim.
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/uhzBBwbCco1Mc8Acv3a2WLWmnAQ=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2022%2F08%2FPKT05669.jpg

Berbagai industri manufaktur bergantung pada gas alam untuk beroperasi, baik sebagai bahan baku maupun bahan penolong. Namun, produk gas banyak diekspor sebagai bahan bakar sehingga industri di dalam negeri kerap mengalami kekurangan bahan baku gas.

Satu dekade lalu, krisis gas yang berdampak pada melonjaknya harga gas membuat sejumlah pabrik gulung tikar. Ini mengilustrasikan betapa industri bergantung pada gas.

Untuk menjaga keberlangsungan industri, pemerintah membuat kebijakan harga  khusus untuk kebutuhan gas industri. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, ada tujuh sektor yang mendapat harga khusus ini.

Ketujuh industri itu adalah pabrik pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Baru-baru ini pemerintah berencana memasukkan sepuluh kelompok industri baru untuk kebijakan satu harga ini.

Meski begitu, kebijakan satu harga dinilai masih belum optimal karena persoalan yang lebih fundamental adalah pasokan. Sejumlah kalangan menilai stabilitas pasokan gas industri lebih penting ketimbang penetapan harga yang lebih murah.

Saat ini, kebutuhan gas alam dan produk turunannya masih lebih banyak dipenuhi dari pasokan impor. Data Industry Outlook 2022 dari Pupuk Kaltim menyebutkan, untuk metanol dan polietilena, pasokan impornya untuk kebutuhan domestik masing-masing 63 persen dan 53 persen. Abu soda (soda ash) dan asam asetat (acetic acid) bahkan seluruhnya impor.

Keempat produk turunan itu sangat diperlukan industri manufaktur. Abu soda misalnya. Produk turunan dari gas alam ini adalah bahan baku pembuatan sabun, detergen, kaca, kertas, hingga tekstil. Bahan ini masih seluruhnya mengandalkan impor.

Padahal, Indonesia masuk dalam lima besar dunia untuk produsen amonia. Amonia sendiri banyak dimanfaatkan untuk pupuk, selain bahan pembuat plastik, tekstil, pestisida, pewarna, peledak, dan sebagainya.

Urgensi hilirisasi

https://cdn-assetd.kompas.id/VRc2Gx5MTU0luBL0-hZ6dndhfkQ=/1024x681/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2022%2F08%2FPupuk-KALTIM-20220917-720x479.jpg

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo berkali-kali menekankan pentingnya hilirisasi. Indonesia terlalu lambat untuk melakukan hilirisasi, yang menjadi fondasi untuk industrialisasi. Sekarang bukan lagi saatnya untuk menunda.

“Apa yang kita dapatkan kalau kita melakukan industrialisasi? Pertama, pajak kepada pemerintah akan melompat. Lapangan kerja juga ada di Indonesia dan bukan ada di Uni Eropa. Membuka lapangan pekerjaan yang sangat banyak,” ujar Jokowi, Jumat (5/8/2022).

Hilirisasi menjadi salah satu strategi yang ditempuh Pupuk Kaltim untuk menjawab tantangan ke depan. Perusahaan ini akan bertransformasi melalui strategi jangka panjang yang dinamai growth strategy.

Fokus growth strategy ada pada tiga pilar utama, yaitu keunggulan operasional dan rantai pasok melalui efisiensi energi dan optimalisasi infrastruktur, keunggulan diversifikasi dengan mengembangkan bisnis di sektor hilirisasi petrokimia dan gas alam serta energi terbarukan, dan keunggulan jangkauan pasar dengan peningkatan kapasitas domestik dan ekspansi di pasar global.

Lebih spesifik soal hilirisasi, Pupuk Kaltim tengah membangun pabrik amonium nitrat di Bontang, Kalimantan Timur; dan akan membangun pabrik abu soda di Bontang; serta pabrik amonia, metanol, dan urea di Papua Barat.

Proyek pabrik abu soda di Bontang ditargetkan beroperasi pada 2025 dengan kapasitas produksi 300 ribu ton. Sebagai gambaran, saat ini, perhitungan kebutuhan di dalam negeri sekitar 1 juta ton.

“Saat ini, berbekal kapabilitas perusahaan dalam hal produksi dan teknologi, Pupuk Kaltim tengah bertransformasi menjadi pelaku industri petrokimia yang berorientasi pada efisiensi energi dan diversifikasi usaha. Salah satu yang menjadi fokus perusahaan yaitu pengembangan komoditas bisnis baru dengan menerapkan praktik ekonomi sirkular dan memanfaatkan emisi produksi, seperti pengembangan soda ash yang diolah dari bahan baku amonia dan karbon dioksida yang dihasilkan dari proses produksi pupuk PKT. Selain itu, dengan beralih kepada bahan baku energi terbarukan, PKT dapat menjamin keberlanjutan perusahaan, yang tentunya berorientasi pada penerapan prinsip ESG,” terang Direktur Utama Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi.

Tentu, keberlangsungan pasokan bahan baku untuk program hilirisasi menjadi prasyarat cita-cita ini. Apabila nantinya hal ini sudah berjalan, ketahanan industri petrokimia akan menguat dan produksi pupuk dapat meningkat. Dampak yang diharapkan, ini akan mendorong peningkatan produksi pertanian sehingga bisa mendukung program ketahanan pangan nasional.

Rahmad Pribadi menambahkan “Melalui growth strategy dan roadmap ESG yang solid, serta didukung capaian kinerja positif perusahaan dan kapasitas perusahaan dalam hal produksi, kami optimistis dapat menjamin keberlanjutan perusahaan dan mampu mendominasi pasar Asia Pasifik pada 5 tahun ke depan. Selain itu, ke depannya PKT akan terus memaksimalkan peran strategisnya mengingat peran vital pelaku industri pupuk bagi ketahanan pangan dan katalisator ekonomi.” [NOV]

Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000