Persiapan Pilkada DKI Dilakukan Bersamaan dengan Rencana Pemindahan Ibu Kota
Pilkada Jakarta 2024 berlangsung di tengah persiapan pemindahan ibu kota negara ke IKN, Kalimantan Timur.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2024 diwarnai berbagai isu. Selain soal pemutakhiran data pemilih, lobi-lobi dan rencana koalisi antarpartai politik untuk bisa mengusung pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur turut meramaikan Pilkada DKI Jakarta. Kontestasi politik lokal ini semakin memanas di tengah-tengah upaya Jakarta menyiapkan diri menjadi daerah khusus Jakarta setelah ibu kota beralih ke Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur.
Jakarta termasuk ke dalam 546 daerah yang akan melakukan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 November nanti. Seiring dengan tahapan pemutakhiran data pemilih, pada saat yang sama pemerintah daerah sedang menanti keputusan presiden tentang pindahnya ibu kota negara ke IKN serta berlakunya Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) serta berbagai implikasi penyesuaiannya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Selasa (30/4/2024), berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta terkait pemutakhiran data kependudukan. Dalam waktu dekat, tahap awal penonaktifan 92.493 kartu tanda penduduk (KTP) warga. Penonaktifan KTP itu terdiri atas 81.119 warga yang meninggal dan 11.374 warga tinggal di RT berbeda. Selain itu, ke depannya, 8,3 juta warga Jakarta akan berganti KTP ke Daerah Khusus Jakarta sesuai dengan nomenklatur baru yang tercantum di dalam UU DKJ.
”Selasa ini, kami koordinasi dengan dinas tentang pemutakhiran data dan dampaknya. Kemudian, pada 2 Mei nanti kami akan terima data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) dari Kementerian Dalam Negeri sebagai data awal untuk pemutakhiran data pemilih pilkada,” kata Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU DKI Jakarta Dody Wijaya.
Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, di Jakarta terdaftar 8.252.897 pemilih. Mereka menggunakan hak pilih di 30.766 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 44 kecamatan dan 267 kelurahan.
Tahapan dan calon
Tahapan pilkada terdiri dari persiapan, pencalonan, penetapan, kampanye, dan pemungutan suara. Persiapan berjalan sejak 26 Januari, yang meliputi perencanaan program dan anggaran, penyusunan peraturan penyelenggaraan, pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), serta pemutakhiran data pemilih.
Tahapan berikutnya, pendaftaran calon peserta pilkada pada 27-29 Agustus dan penetapan calon pada 22 September. Kemudian, berlanjut masa kampanye mulai 25 September sampai 23 November.
Adapun untuk calon perseorangan, mereka dapat mengumpulkan dukungan mulai 5 Mei. Syaratnya, calon harus mengantongi dukungan 7,5 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 di Jakarta dan harus tersebar minimal di empat wilayah administratif.
Sementara itu, pemantau Pilkada dapat mendaftar sebagai pemantau pada 27 Februari sampai 16 November. Formulir pendaftaran bisa diunduh di bit.ly/PENGUMUMANPEMANTAUKPUDKI.
Partai politik juga mulai menjaring jagoannya untuk kontestasi 27 November nanti. Akan tetapi, tidak ada parpol yang bisa mengusung sendiri calon gubernur dan wakil gubernur lantaran tidak ada yang meraih 20 persen kursi DPRD ataupun memperoleh 25 persen suara sah pada Pemilu 2024. Ketentuan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Saat ini, ada 106 kursi di DPRD DKI Jakarta. Parpol harus menguasai 21 kursi untuk mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur sendiri. Hasil sementara Pemilu 2024, PKS meraih 16,68 persen suara, PDI-P 14,01 persen, Gerindra 12 persen, Nasdem 8,99 persen, Golkar 8,53 persen, PKB 7,76 persen, PSI 7,68 persen, PAN 7,51 persen, dan Demokrat 7,32 persen. Hasil ini belum ditetapkan oleh KPU lantaran masih menunggu putusan sengketa di Mahkamah Konstitusi. Dengan hasil sementara ini, dan menggunakan perhitungan metode sainte lague, PKS meraih suara terbanyak dengan 16 kursi.
Sejumlah nama muncul ke permukaan sebagai calon gubernur. Namun, belum ada satu pun yang ditetapkan secara resmi oleh partai politik. PDI-P, misalnya, mengusung calon yang berkomitmen sesuai ideologi Pancasila dan mampu atau selaras dengan visi Jakarta ke depan sebagai pusat perekonomian dan kota global. Sekretaris PDI-P DKI Jakarta Pantas Nainggolan menyebutkan, kriteria tersebut menyesuaikan dengan tantangan Jakarta selepas ibu kota. Partai juga memprioritaskan kader dengan tetap mempertimbangkan elektabilitas.
Sejumlah nama yang dipertimbangkan PDI-P, antara lain, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, serta mantan Panglima TNI Andika Perkasa.
Partai politik juga mulai menjaring jagoannya untuk kontestasi 27 November nanti. Akan tetapi, tidak ada parpol yang bisa mengusung sendiri calon gubernur dan calon wakil gubernur lantaran tidak ada yang meraih 20 persen kursi DPRD ataupun memperoleh 25 persen suara sah pada Pemilu 2024. Ketentuan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Golkar juga sedang menyiapkan tiga nama sebagai calon gubernur. Mereka adalah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, dan Wakil Ketua Umum Golkar Erwin Aksa.
Sekretaris Golkar DKI Jakarta Basri Baco menyebutkan, partainya tidak menjadikan elektabilitas sebagai satu faktor dalam penentuan calon gubernur. Hal ini belajar dari pengalaman Pilkada Jakarta 2017.
PKS juga mengusulkan tiga nama, yaitu mantan Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin. Sekretaris PKS DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan, ketiga nama ini masih akan dibahas lebih lanjut oleh partai sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku.