Penerapan KRIS Harus Mencakup Standardisasi Pelayanan BPJS
Penerapan kelas rawat inap standar jangan hanya fokus pada bangunan, tetapi juga pelayanan pasien BPJS Kesehatan.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan kelas rawat inap standar atau KRIS di rumah sakit diharapkan tidak hanya mengubah kondisi bangunan rumah sakitnya, tetapi juga diiringi dengan pelayanan yang optimal. Sebab, selama ini banyak warga yang mengeluhkan pelayanan pasien peserta BPJS Kesehatan oleh tenaga kesehatan.
Pengamat kebijakan kesehatan Hermawan Saputra mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2024 bertujuan baik demi asas keadilan dan kesetaraan bagi peserta BPJS Kesehatan. Namun, dia meminta pelayanannya juga distandardisasikan, bukan hanya ruang rawat inapnya saja.
Salah satunya terkait pelayanan BPJS Kesehatan yang menggunakan sistem rujukan berjenjang dari tingkat satu baru ke rumah sakit. Hal ini terkadang menyulitkan peserta yang tidak berdomisili di daerah asalnya. Kebanyakan masyarakat memilih membayar sendiri saat di rumah sakit karena menunggu terlalu lama jika harus berjenjang.
”Sebenarnya mereka bisa saja lewat IGD, tetapi dalam kategori standardisasi seharusnya rujukan itu berdasarkan medical clinic yang harus dilihat apakah masuk ke gawat darurat atau tidak,” kata Hermawan dalam diskusi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Ketua Umum PP Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) ini mengusulkan percepatan digitalisasi seluruh rumah sakit di Indonesia untuk menghapuskan batas wilayah tersebut. Dengan digitalisasi, pihak rumah sakit bisa langsung mengetahui riwayat kesehatan seorang pasien baru yang datang.
”Kalau kita sudah mampu menerapkan rekam medis elektronik, itu akan memudahkan sistem rujukan berjenjang ini walau lintas batas,” ucapnya.
Permenkes dinanti
Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo, menambahkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) perlu segera menerbitkan aturan turunan dari Perpres No 59/2024 tersebut agar rumah sakit dan tenaga kesehatan bisa segera beradaptasi dengan panduan yang jelas. Rahmad pesimistis target penerapan KRIS pada 30 Juni 2025 bisa tercapai.
Penerapan KRIS baik infrastruktur maupun standardisasi pelayanannya akan dilakukan secara bertahap.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengungkapkan, belum ada konsep yang pasti dari pemerintah terkait detail pelaksanaan KRIS. Bahkan, dalam beberapa kali komunikasi informal ataupun formal seperti dalam rapat kerja antara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Komisi IX, pemerintah belum bisa menjelaskannya.
”Ini bukan saya tidak mendukung, Perpres ini sangat baik, menjamin akses keadilan, cuma rasanya sampai saat ini kita belum siap. Sampai sekarang saja belum ada konsep pembiayaannya. Hal ini bisa membuat target penerapan KRIS menjadi mundur,” kata Rahmad.
Senada dengan Rahmad, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menyatakan, kebijakan ini baik demi keadilan dalam sistem kesehatan nasional. Bahkan, KRIS sebenarnya sudah ditetapkan sejak 20 tahun lalu melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
”Jadi, KRIS ini mendesak untuk diterapkan sehingga pelayanan rumah sakit di Jakarta sama dengan rumah sakit di Papua atau Aceh,” kata Melki.
Penerapan bertahap
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kemenkes, Yuli Astuti Saripawan menjelaskan, penerapan KRIS baik infrastruktur maupun standardisasi pelayanannya akan dilakukan secara bertahap. Pihaknya akan terus melakukan pembinaan terhadap fasilitas kesehatan selama masa transisi.
”Kami mendampingi rumah sakit di Indonesia agar bisa menerapkan 12 poin di dalam KRIS tersebut, itu pun sudah banyak yang direlaksasi,” kata Yuli.
Sejak 2023 hingga saat ini sudah ada 2.048 rumah sakit yang telah menerapkan KRIS. Sedangkan Kemenkes menargetkan 3.060 dari 3.176 rumah sakit di seluruh Indonesia yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan bisa menerapkan standar KRIS pada 30 Juni 2025.