Langkah serius perlu dijalankan untuk melindungi masa depan anak dari belenggu produk tembakau.
Oleh
DEONISIA ARLINTA DARI BANGKOK, THAILAND,
·4 menit baca
DEONISIA ARLINTA
Sejumlah anak muda perwakilan dari negara-negara di Asia Tenggara berfoto bersama setelah menyampaikan dorongan mereka terkait perlindungan pada anak dan remaja dari dampak produk tembakau dalam acara ASEAN Regional Workshop di Bangkok, Thailand, Rabu (15/5/2024).
BANGKOK, KOMPAS — Anak muda menjadi target utama dalam sasaran promosi produk rokok. Hal itu semakin tampak nyata dari pemasaran produk rokok elektrik. Upaya radikal perlu dilakukan untuk melindungi masa depan anak dari belenggu produk tembakau.
Besarnya ancaman dari produk rokok elektrik bagi anak muda telah disikapi dengan tegas oleh sejumlah negara. Setidaknya 39 negara sudah melarang penjualan rokok elektrik. Sebanyak 82 negara juga sudah mengatur penjualan rokok elektrik sekalipun masih mengizinkan penjualannya. Di Indonesia, aturan mengenai rokok elektrik sudah masuk dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, tetapi implementasinya belum berjalan karena belum ada aturan turunan dari undang-undang tersebut.
Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (Rukki) Mouhamad Bigwanto ditemui di sela-sela acara ASEAN Regional Workshop yang diselenggarakan oleh Southeast Asia Tobacco Control Alliance (Seatca) di Bangkok, Thailand, Rabu (15/5/2024), menuturkan, strategi promosi yang dilakukan oleh industri rokok secara jelas menargetkan anak muda sebagai sasaran yang dituju. Hal itu dilakukan dengan menawarkan berbagai perisa dalam isi ulang rokok elektrik.
Setidaknya ada lebih dari 16.000 rasa yang ditawarkan dalam perisa untuk isi ulang rokok elektrik dengan aneka rasa buah dan permen. Selain itu, alat hisap untuk rokok elektrik pun didesain dengan berbagai macam rupa yang menarik.
”Dari perspektif psikologi sosial, slogan yang digunakan untuk pemasaran rokok elektrik sebenarnya mengambil strategi yang sama dengan rokok konvensional. Pesan yang digunakan menggambarkan fenomena di masyarakat muda dan jarang menggunakan informasi yang rumit. Seperti pesan just do it, itu seperti ingin mengatakan bahwa apa pun yang dilakukan akan baik-baik saja,” tuturnya.
Strategi lain yang juga memperkuat bukti bahwa anak muda menjadi sasaran utama industri rokok adalah dengan banyaknya acara-acara musik dan olahraga yang disponsori oleh industri rokok. Penggunaan influencer atau pemberi pengaruh di media sosial yang berasal dari anak muda juga berupaya untuk menormalisasikan penggunaan rokok elektrik.
Tidak ada regulasi yang kuat untuk mengatur rokok elektrik.
Dengan adanya bukti-bukti tersebut, menurut Bigwanto, seharusnya sudah cukup menjadi dasar bagi pemerintah untuk memperkuat aturan dalam pengendalian produk tembakau, khususnya produk rokok elektrik. Anak usia muda yang menggunakan rokok elektrik di Indonesia semakin meningkat.
Mengutip data Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok elektrik pada usia 10-18 tahun sebesar 10,9 persen. Jumlah itu meningkat hampir 10 kali lipat jika dibandingkan dengan data Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016 yang menunjukkan angka sebesar 1,2 persen.
”Persoalannya sekarang ini ada di sisi hulu. Tidak ada regulasi yang kuat untuk mengatur rokok elektrik. Tidak ada regulasi yang melarang iklan rokok elektrik. Tidak ada juga regulasi yang mengatur perilaku industri. Jika tidak ada ketegasan di sisi hulu, intervensi di sisi hilir, seperti edukasi dan promosi kesehatan, tidak akan berdampak,” katanya.
Hal itu pula yang disampaikan oleh pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi. Media sosial saat ini lebih banyak didominasi dengan misinformasi mengenai rokok elektrik. Pada Tiktok, misalnya, konten-konten yang lebih banyak muncul terkait rokok elektrik atau vape yang menunjukkan rokok elektrik sebagai bagian dari gaya hidup anak muda.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Ilustrasi. Sejumlah produk rokok elektrik dan rokok konvensional dipajang dalam acara forum diskusi terkait dorongan kebijakan rokok elektrik, Juni 2019, di Jakarta.
”Misinformasi ini seperti tsunami sehingga jika hanya ditangkal dengan promosi kesehatan mengenai bahaya rokok elektrik itu tidak akan efektif. Harus ada regulasi yang mengatur dan mengendalikannya. Dengan begitu, pengawasan pun bisa lebih mudah dilakukan,” katanya.
Mendesak
Direktur Departemen Promosi Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Rudiger Krech mengatakan, upaya untuk mengendalikan rokok elektrik semakin mendesak guna melindungi anak-anak dan remaja. Rokok elektrik terbukti berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.
Penggunaan rokok elektrik dapat berpengaruh pada perkembangan otak dan menyebabkan gangguan belajar pada remaja. Paparan rokok elektrik pun bisa berdampak buruk pada perkembangan janin dari ibu hamil.
Karena itu, WHO mendesak setiap negara untuk berupaya keras mencegah penggunaan rokok elektrik. Negara-negara yang sudah melarang penjualan rokok elektrik diminta untuk memperkuat implementasi larangan tersebut. Sementara pada negara yang mengizinkan penjualan rokok elektrik harus memastikan adanya aturan yang kuat untuk mengurangi daya tarik dan dampak buruknya bagi kesehatan, termasuk dengan melarang adanya perisa, membatasi nikotin, serta mengenakan pajak pada rokok elektrik.
Dari laporan yang diterbitkan oleh Southeast Asia Tobacco Control Alliance, di Asia Tenggara, aturan mengenai larangan penjualan rokok elektrik sudah berlaku di Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Singapura, dan Thailand. Aturan larangan penjualan rokok elektrik ini sebagai bentuk komitmen pemerintah setempat untuk mencegah normalisasi dan potensi penggunaan rokok elektrik pada kelompok usia muda.
Sementara di Indonesia, rokok elektrik baru diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Namun, aturan terkait rokok elektrik hingga saat ini belum bisa dijalankan karena belum ada aturan turunan yang secara khusus mengatur pembatasan rokok elektrik di masyarakat.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit akibat Tembakau Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Benget Saragih menyampaikan, aturan mengenai rokok elektrik sudah dibahas dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Setidaknya dalam aturan itu telah mengamanatkan larangan iklan dan promosi rokok elektrik. Kadar zat yang ada di rokok elektrik juga akan diatur oleh Kementerian Kesehatan. Selain itu, aturan mengenai penerapan peringatan kesehatan bergambar (PHW) juga akan diterapkan ada kemasan isi ulang rokok elektrik sebesar 50 persen.
”Semua pembahasan sudah selesai di Kementerian Kesehatan. Saat ini sudah ada di Presiden. Namun, seharusnya ini perlu diselesaikan setidaknya satu tahun setelah aturan (UU Kesehatan) itu diundangkan. Itu artinya paling lambat pada Agustus tahun ini,” katanya.