Harga ”Gas Khusus” Naik karena Bagian Penerimaan Negara Menipis
Harga gas bumi tertentu atau HGBT, untuk tujuh bidang industri, naik dari sebelumnya dipatok 6 dollar AS per MMBTU. Industri berharap kelancaran pasokan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga gas bumi tertentu atau HGBT untuk tujuh bidang industri dinaikkan dari sebelumnya 6 dollar AS per juta metrik british termal unit (MMBTU) menjadi lebih tinggi atau maksimal sekitar 7 dollar AS per MMBTU. Salah satu alasannya ialah menipisnya bagian penerimaan negara.
Kenaikan HGBT tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 91 Tahun 2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, yang ditetapkan pada 19 Mei 2023. Aturan itu mencabut Kepmen ESDM No 134/2021.
Salah satu penekanan dalam aturan baru ialah pertimbangan ketersediaan pasokan gas bumi dan/atau kecukupan penerimaan bagian negara. Sebelumnya, dalam lampiran Kepmen ESDM No 134/2021, mayoritas industri pengguna dikenai harga 6 dollar AS per MMBTU. Dalam aturan baru, harga menjadi lebih tinggi meski ada pula yang tetap. Sebagian besar masih di bawah 7 dollar AS per MMBTU.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji, di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/6/2023), mengatakan, saat ini kondisi sumur-sumur migas semakin tua (mature). Sejumlah masalah pun muncul, seperti terkait air, yang membuat biaya (cost) operasi meninggi.
”Otomatis, kami juga tidak bisa memotong lebih banyak. Kasarannya, dari 6 dollar AS itu, 4 dollar AS nya untuk hulu (migas). Namun, sekarang hulunya 5 dollar AS (sisanya ditanggung oleh negara). Itu terjadi karena dengan berjalannya waktu, di lapangan (migas), cost-nya lebih tinggi,” ujar Tutuka.
Dengan kondisi tersebut, imbuh Tutuka, pihaknya menjadi sangat berhati-hati terkait penetapan HGBT. ”Jadi, bagaimana agar bagian penerimaan negara dikurangi, (dan) tak mengurangi penerimaan KKKS (kontraktor kontrak kerja sama). Dengan demikian, harga (ditetapkan) masih paling minim dan bisa dijangkau,” ucapnya.
Salah satu contoh kenaikan ialah pada industri keramik. Sejumlah industri keramik di wilayah Jawa Timur melalui PT Perusahaan Gas Negara Tbk, misalnya, dikenai HGBT di titik serah sebesar 6,32 dollar AS per MMBTU untuk tahun 2023. Itu meningkat dari kepmen sebelumnya, yakni 6,02 dollar AS per MMBTU untuk tahun 2023.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menuturkan, kenaikan harga gas harus disertai perbaikan kelancaran pasokan gas di Jawa Timur. Selama triwulan I-2023, mereka hanya mendapat alokasi 65 persen. Akibatnya, industri keramik di Jatim pun rata-rata harus membayar 6,3-6,5 dollar AS per MMBTU.
”Kenaikan (HGBT) menjadi 6,32 dollar AS per MMBTU tentu akan semakin memberatkan dan memengaruhi daya saing jika masih dikenai pembatasan volume gas 65 persen. (Hal itu) akan mengakibatkan industri keramik harus membayar pada rentang 6,8-7 dollar AS per MMBTU,” ucap Edy.
Ia menambahkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 2022 dan kenaikan harga gas pada Mei 2023 akan memengaruhi langsung kenaikan biaya produksi keramik. Pasalnya, komponen biaya energi sekitar 30 persen dari total biaya produksi. Efisiensi-efisiensi baru akan dicari di tengah melemahnya daya beli masyarakat dan derasnya produk impor yang masuk.
”Asaki mengharapkan adanya akselerasi belanja pemerintah di tengah menurunnya permintaan pasar dan lemahnya daya beli masyarakat,” lanjut Edy.
Sebelumnya, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi Yustinus HG mengemukakan, HGBT sebesar 6 dollar AS per MMBTU terbukti menyelamatkan industri manufaktur sekaligus berkontribusi pada pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, kenaikan HGBT dikhawatirkan membuat ketangguhan industri tergerus.
Selain industri keramik, enam industri lainnya yang menerima HGBT, sebagaimana tertera dalam Perpres No 121/2020 ialah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, kaca, dan sarung tangan karet.