Manfaat HGBT sebesar 6 dollar AS per MMBTU bagi industri amat terasa dalam menyelamatkan bisnis. Di sisi lain, industri menilai rencana penyesuaian HGBT bisa berdampak pada pemulihan ekonomi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT bagi tujuh bidang industri telah membantu pemulihan setelah terdampak pandemi Covid-19. Namun, pasokan gas dan konsistensi HGBT seharga 6 dollar AS per juta metrik British thermal unit juga perlu terus dipastikan. Industri pun menilai penyesuaian HGBT bisa memberi dampak pada pemulihan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, ada tujuh bidang industri yang mendapat insentif harga senilai 6 dollar AS per juta metrik British thermal unit (MMBTU). Ketujuhnya adalah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Peraturan lain terkait HGBT di antaranya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 134/2021 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Juga, Peraturan Menteri ESDM No 15/2022 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus HG, dihubungi di Jakarta, Rabu (26/4/2023), mengatakan, manfaat HGBT dirasakan dalam menyelamatkan industri pengolahan setelah terdampak pandemi Covid-19. Kebijakan itu juga menjadi game changer selama terjadinya disrupsi global.
Itu terbukti dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) manufaktur yang di atas angka 50 secara berurutan dalam 19 bulan terakhir. ”Utilisasi meningkat melebihi sebelum pandemi. (Selain itu), serapan tenaga kerja terjaga, ekspor meningkat, dan neraca perdagangan surplus,” kata Yustinus.
Namun, menurutnya, memang masih ada kendala belum terpenuhinya alokasi sesuai Keputusan Menteri ESDM No 134/2021 sehingga industri harus membeli gas bumi dengan harga lebih dari 6 dollar AS per MMBTU. Perlu perbaikan agar kepercayaan pasar dalam dan luar negeri, serta realisasi ekspansi dan investasi terjaga.
”Kepastian HGBT 6 dollar AS per MMBTU sangat dibutuhkan semua pihak sehingga tidak menggerus kepercayaan yang dibangun dengan penundaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) ini. Pengaturan di tingkat hulu dan hilir perlu diperbaiki,” ucap Yustinus.
Ia menambahkan, penguatan regulasi melebihi perpres menjadi keniscayaan mengingat industri manufaktur memerlukan kepastian dalam periode panjang. Gas bumi seharusnya tetap kompetitif untuk memberi nilai tambah melalui sektor produktif, terutama industri pengolahan atau manufaktur.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menambahkan, kebijakan HGBT telah menopang pulih dan bangkitnya industri keramik nasional. Itu ditandai dengan tren peningkatan pemakaian gas dari 2020 hingga Maret 2023.
Rata-rata volume penyerapan gas bumi dari PGN (PT Perusahaan Gas Negara Tbk) oleh industri keramik nasional meningkat hampir 30 persen dari 63,3 miliar British thermal unit per hari (BBTUD) menjadi 81,8 BBTUD. Itu tidak terlepas dari peningkatan utilisasi kapasitas nasional yang meningkat dari 56 persen pada 2020 menjadi 76 persen pada awal April 2023.
Dampak ikutan (multiplier effect) juga terjadi. ”(Seperti) pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari industri keramik yang meningkat 25 persen (2019 ke 2021), ekspansi kapasitas produksi anggota Asaki sebesar 75 juta meter persegi yang berjalan on track, serta penyerapan tenaga kerja baru yang diperkirakan 10.000 orang,” katanya.
Butuh kelancaran
Edy menambahkan, pihaknya berharap dukungan, termasuk dari pemerintah, mengenai kelancaran pasokan gas yang saat ini masih terkendala di Jawa bagian timur. Hal itu menyulitkan dan membebani kinerja industri keramik lantaran harga pemakaian gas di atas HGBT 6 dollar AS per MMBTU, yakni 7,98 dollar AS per MMBTU.
Pihaknya juga mengharapkan kemudahan dan percepatan penerapan HGBT pada industri keramik yang sedang berekspansi. ”Ini menjadi perhatian utama karena industri keramik yang baru beroperasi tidak berdaya saing jika harus membayar seharga 7,98 dollar AS-10 dollar AS per MMBTU,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (11/4/2023), Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menuturkan, kendala pasokan gas bumi disebabkan ketidaksesuaian produksi dari rencana. Juga, mundurnya operasi proyek, seperti lapangan gas Jambaran Tiung Biru di Jatim.
Di sisi lain, sebagaimana tertuang dalam Perpres No 121/2020, dalam evaluasi, ada pertimbangan kondisi perekonomian dalam negeri. Artinya, kecukupan keuangan negara juga diperhatikan dalam penerapan HGBT. Sementara itu, Komisi VII DPR meminta diadakan diskusi kelompok terarah (FGD) dalam sinkronisasi pasokan gas bumi dan kebutuhan industri.
Adapun Kementerian ESDM tengah mengkaji ulang HGBT 6 dollar AS per MMBTU mengingat terbatasnya anggaran pemerintah. Revisi Kepmen ESDM No 134/2021 pun diproses. Menurut Tutuka, revisi kepmen itu ditargetkan terbit dalam waktu dekat.
Namun, Yustinus menilai penyesuaian atau kenaikan HGBT itu bisa berpengaruh besar. ”Meskipun hanya nol koma sekian dollar AS, (penyesuaian) pasti akan mengguncang momentum pemulihan ekonomi Indonesia yang terbukti efektif dan diapresiasi di tingkat global,” ujarnya.
Pengamat ekonomi energi, yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, Yayan Satyakti, berpendapat, pasokan gas bumi dan kebutuhan industri memang perlu dijembatani. Indonesia memiliki gas bumi melimpah, tetapi perlu penguatan integrasi dari hulu ke hilir agar pemanfaatannya optimal.