TPA Piyungan Ditutup, Yogyakarta Gandeng Swasta dan Fasilitas Pengolahan Disiapkan
Pemkot Yogyakarta memastikan kesiapan kota itu menangani persoalan sampah setelah TPA Regional Piyungan ditutup total.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Yogyakarta bekerja sama dengan pihak swasta dalam mengelola sampah. Upaya itu dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah setelah ditutupnya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan pada 1 Mei 2024. Pemkot Yogyakarta juga menyiapkan sejumlah fasilitas pengolahan sampah.
”Insya Allah kita pastikan (penanganan sampah), karena kami juga cek terus setiap hari,” ujar Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo dalam jumpa pers di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (2/5/2024) siang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Daerah DI Yogyakarta menutup total TPA Regional Piyungan di Kabupaten Bantul, DIY, per 1 Mei 2024, karena lahan penimbunan sampah di zona transisi telah penuh. Sebelum itu, zona utama telah lebih dulu ditutup pada Juli 2023 karena alasan sama.
Kondisi tersebut membuat tiga kabupaten/kota yang selama ini mengandalkan pengelolaan sampahnya di TPA itu harus mengelola secara mandiri di wilayah masing-masing. Ketiga daerah tersebut adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.
Singgih mengatakan, saat ini Pemkot Yogyakarta telah mengoperasikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Nitikan yang berkapasitas 60 ton hingga 75 ton per hari. TPST itu mengolah sampah menjadi bahan bakar industri semen berupa refuse derived fuel (RDF) dan pupuk kompos.
Selain itu, ada pula TPST Kranon dengan model serupa yang bisa mengolah 40-45 ton sampah per hari. Namun, TPST itu masih dalam tahap penyelesaian akhir dan ditargetkan beroperasi minggu pertama Mei ini.
Singgih menambahkan, terdapat satu TPST lagi yang masih dalam tahap pembangunan, yakni TPST Karangmiri dengan kapasitas 25-30 ton per hari. ”Tapi, penyelesaiannya butuh waktu agak panjang, akhir Mei 2024,” ujarnya.
Kami coba lakukan komunikasi lebih intensif lagi dengan penjelasan lebih detail kepada warga.
Sambil menunggu penyelesaian dua TPST itu, sampah-sampah sementara ditampung di 14 depo yang dimiliki Pemkot Yogyakarta. Total volume sampah Kota Yogyakarta, ujar Singgih, mencapai 200 ton per hari.
Dia menjelaskan, sebagian sampah juga akan dikelola oleh pihak swasta yang bekerja sama dengan Pemkot Yogyakarta. Singgih menyebut, pihak swasta bisa menangani hingga 60 ton sampah per hari.
Di luar fasilitas di dalam kota tersebut, Pemkot Yogyakarta juga tengah mengupayakan pembangunan satu unit TPST model RDF lagi di bekas lahan TPA Piyungan. Namun, hal itu sebelumnya mendapat penolakan dari masyarakat sekitar lokasi.
”Kami coba lakukan komunikasi lebih intensif lagi dengan penjelasan lebih detail kepada warga. Sebetulnya TPST di Piyungan itu nanti kita tidak menambah sampah, tapi mengolah sampah sampai habis, bukan ditimbun seperti model TPA Piyungan dulu,” kata Singgih.
Secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman Epiphana Kristiyani mengatakan, pengelolaan sampah di Sleman saat ini menghadapi kendala. Hal ini disebabkan melesetnya target kapasitas pengolahan di dua TPST yang telah beroperasi, yakni TPST Tamanmartani dan TPST Minggir.
Tadinya, kedua TPST itu ditargetkan bisa mengolah total 150 ton sampah per hari, tapi saat ini kenyataannya hanya bisa mengolah total 80 ton per hari. Dengan tambahan pengelolaan sampah secara mandiri di sejumlah kelurahan, dusun, serta TPS 3R dan transfer depo, Epiphana mengatakan, total kapasitas olah sampah kabupaten itu mencapai 119 ton per hari.
”Artinya, masih ada selisih 111 ton sampah yang belum bisa terkelola setiap hari,” ujarnya.
Untuk itu, dia menjelaskan, Bupati Sleman mengambil langkah intervensi dengan mengeluarkan surat edaran kepada setiap pegawai pemkab agar membuat lubang biopori di rumah masing-masing. ”Kalau semua pegawai yang jumlahnya mencapai 13.600 orang mau membuat lubang biopori, Sleman bisa mengurangi 6 ton sampah organik setiap hari,” kata Epiphana.
Hal serupa diharapkan dilakukan oleh 430.000 pelanggan pengangkutan sampah di Sleman. Kalau itu terwujud, Epiphana menyebut bisa menekan 35 ton sampah lagi setiap hari.
Upaya lain yakni menekan volume sampah dari hulu atau rumah tangga dengan aksi kurangi sampah, pakai ulang, dan daur ulang (reduce, reuse, recycle/3R). ”Masyarakat diharapkan turut membantu upaya pengelolaan sampah ini,” ujarnya.