Tanda-tanda China ingin mendapat tempat dalam laga kecerdasan buatan generatif sudah terdeteksi pertengahan tahun lalu.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·3 menit baca
Euforia kemunculan platform kecerdasan buatan generatif ChatGPT sejak 2022 masih bergema sampai sekarang. Orang masih saja membincangkan teknologi ini.Kemudian, mereka bertanya, bagaimana China bakal ikut bertarung dalam kancah teknologi kecerdasan buatan ini?
Sejumlah usaha rintisan (startup) China yang bergerak di bidang kecerdasan buatan (AI) generatif mendapat pendanaan besar di tengah sejumlah perusahaan modal ventura mengerem pengucuran dana. Investasi ventura ini benar benar lagi lesu. Sejak tiga bulan lalu, sebanyak empat usaha rintisan mendapat pendanaan hingga membuat valuasi mereka berkisar antara 1,2 miliar dollar AS dan 2,5 miliar dollar AS.
Laporan Financial Times pada akhir pekan lalu menyebutkan, keempat usaha rintisan besar itu adalah Zhipu AI, Moonshot AI, Minimax, dan 01.ai. Mereka tengah mengumpulkan talenta berbakat dan berusaha membuat produk yang hebat. Untuk mengembangkan teknologi ini, mereka harus mendapat persetujuan dari Pemerintah China. Sejauh ini, China telah memberikan persetujuan terhadap 40 usaha rintisan.
Mereka mengandalkan Universitas Tsinghua sebagai gudang para talenta di bidang kecerdasan buatan. Di samping itu, mereka memanggil para talenta yang mempunyai pengalaman di berbagai perusahaan teknologi global. Pendiri Zhipu AI, Yang Zhilin, pernah ikut magang di Google Brain AI dan Meta AI. Kehadiran usaha rintisan berbasis kecerdasan buatan benar-benar memecah kebekuan pendanaan yang nyaris tak bergerak.
Penggerak utama gairah pengembangan teknologi kecerdasan buatan di China sepertinya negara itu tak mau ketinggalan dengan rival mereka, Amerika Serikat. Mereka juga ingin menunjukkan keunggulan di bidang itu meski informasinya masih belum banyak dikeluarkan. Beberapa usaha rintisan masih menutup jumlah putaran pendanaan dan dana yang didapat dengan alasan agar mereka terlindung dari kompetisi melawan pesaing dalam mendapatkan talenta-talenta unggul.
Tanda-tanda China ingin mendapat tempat dalam laga kecerdasan buatan generatif sudah terdeteksi pertengahan tahun lalu. Perusahaan Baidu telah meluncurkan saingan ChatGPT yang bernama Ernie Bot ke publik. Langkah ini disebut sebagai sebuah lompatan besar bagi sektor teknologi negara tersebut karena bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari demam emas kecerdasan buatan.
Dari sumber lainnya disebutkan, CEO Baidu Robin Li saat peluncuran mengatakan bahwa Ernie Bot bisa menjawab sejumlah pertanyaan pengetahuan umum, merangkum informasi dari laman, dan menghasilkan gambar berdasarkan data yang telah direkam sebelumnya.
Tanda-tanda China ingin mendapat tempat dalam laga kecerdasan buatan generatif sudah terdeteksi pertengahan tahun lalu.
Pada waktu yang tak berbeda jauh, laporan Aljazeera menyebutkan, Pemerintah China telah memperkenalkan peraturan baru pada Agustus untuk pengembangan AI yang bertujuan memungkinkan mereka tetap bersaing dengan pembuat ChatGPT, OpenAI, dan Microsoft sambil mengontrol informasi yang beredar di dunia maya dengan ketat.
Tantangan
Apakah teknologi ini akan mulus dalam pelaksanaannya? Apalagi aturan Pemerintah China kemungkinan bakal berbenturan dengan inovasi pengembangan kecerdasan buatan itu sendiri.
Platform kecerdasan buatan di China akan menghadapi tantangan yang tidak terjadi di perusahaan di luar China yang sedang berlomba untuk bersaing bebas dengan ChatGPT. Laman Wired menyebutkan, pada dasarnya sulit untuk menahan kecenderungan para bot percakapan (chatbot) mengarang atau ”berhalusinasi” dengan fakta. Platform seperti ini kadang mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan atau tidak pantas.
Apakah China siap menghadapi seperti ini? Sebaliknya apakah pengembangan kecerdasan buatan akan meloloskan ”kekacauan” platform seperti di atas? Sementara mereka, dalam hal ini mencontohkan Baidu, juga harus mematuhi pedoman sensor ketat pemerintah terhadap konten daring.
”Baidu akan menghadapi ketegangan antara membuat chatbot yang berguna dan membuat chatbot yang sesuai dengan kontrol pemerintah China,” kata Matt Sheehan, peneliti di Carnegie Endowment for International Peace yang mempelajari industri AI China. Ia skeptis mereka akan mampu membuat chatbot dengan tujuan umum yang tidak dapat ditipu oleh pengguna untuk melontarkan ucapan yang tidak dapat diterima di Tiongkok.
Kemampuan Ernie Bot sebenarnya belum setara dengan ChatGPT. Apalagi, OpenAI telah memperkenalkan peningkatan besar-besaran, yang disebut GPT-4, pada teknologi AI yang mendukung ChatGPT. Langkah platform kecerdasan buatan China memang masih jauh, tetapi di berbagai kasus mereka bisa menyalib dan berada di depan. Tanda-tanda itu sudah terlihat dari Ernie Bot yang telah memiliki 200 juta pengguna dan sudah mulai menjual akses berbayar.
Baidu akan menghadapi ketegangan antara membuat chatbot yang berguna dan membuat chatbot yang sesuai dengan kontrol pemerintah China.
Oleh karena itu, kehadiran ChatGPT ala China ini membuat persaingan pengembangan kecerdasan buatan generatif makin meriah. Perusahaan-perusahaan teknologi Amerika Serikat mendapat lawan yang tidak ringan. Mereka bisa mengembangkan teknologi itu dalam waktu singkat. Meski masih digunakan hanya di dalam negeri China, ke depan pasti akan meluas ke pasar global.
Keuntungannya, publik akan mendapat beberapa alternatif platform. Harga yang harus dibayar untuk akses berlangganan bakal makin murah. Sayangnya, masyarakat Indonesia hanya kembali menjadi penonton. Sepertinya belum ada pengembang dalam negeri yang mumpuni untuk bersaing dalam bidang ini. Kita mungkin saja kembali menjadi konsumen.