Kegagalan Proyek ”Galactico” Mbappe, Neymar, Messi di PSG
Harapan Mbappe untuk memberikan kado perpisahan yang indah kepada Paris Saint-Germain tak terwujud.
Oleh
PRASETYO EKO PRIHANANTO
·3 menit baca
Real Madrid pernah mencobanya dengan proyek ”Galactico”, tetapi gagal. Mengumpulkan pemain-pemain megabintang ternyata tak menjamin satu tim dengan mudah mendapatkan gelar impian.
Resep yang terbukti tidak manjur itu rupanya kembali dicoba oleh Paris Saint-Germain. Ketika Qatar Sports Investment mengambil alih PSG pada 2011, tujuan utama mereka adalah meraih trofi paling bergengsi di Eropa, yang dilakukan dengan belanja besar-besaran mengumpulkan para pemain bintang.
Upaya mereka diawali dengan salah satu kejutan terbesar dalam dunia transfer ketika PSG berhasil mengiming-imingi Neymar untuk meninggalkan Barcelona pada 2017. Satu tahun kemudian, ”Les Parisiens” mendatangkan bintang muda yang tengah bersinar terang, Kylian Mbappe dari Monaco, yang baru saja membawa Perancis menjadi juara Piala Dunia 2018.
Masih belum cukup, mereka berhasil mendatangkan pemain terbaik sepanjang masa, Lionel Messi dari Barcelona, pada 2021. Tak hanya itu, untuk mendukung tiga penyerang itu, PSG juga mendatangkan gelandang, bek, dan kiper terbaik. Pemain seperti Marquinhos, Angel Di Maria, Thiago Silva, hingga Gianluigi Donnarumma pun dibeli.
PSG membentuk sebuah dream team seperti ketika tim nasional basket AS mengumpulkan para pemain terbaiknya untuk tampil di Olimpiade. Adalah impian bagi seorang pelatih untuk memiliki pemain-pemain terbaik dunia seperti yang dimiliki PSG. Tidak berlebihan jika trofi Liga Champions seperti tinggal menunggu waktu saja untuk diboyong ke Stadion Parc des Princes.
Semusim dua musim berlalu, ternyata ”Si Kuping Lebar” belum juga mampir ke lemari trofi di kandang PSG. Hingga kemudian satu per satu bintang yang dibeli dengan harga mahal itu meredup dan akhirnya hengkang dari Parc des Princes.
Tiga penyerang bintang PSG kini telah tersebar di berbagai penjuru dunia. Neymar di Riyadh, Arab Saudi, dan Messi di Miami, Amerika Serikat. Tersisa Mbappe yang akhir musim ini juga bakal hengkang dari Paris.
Sejak 2017, PSG nyaris memenangi semua trofi yang memungkinkan mereka menangi. Enam dari tujuh Liga Perancis, tiga Piala Perancis, dan Piala Liga Perancis. Hanya, trofi impian Liga Champions tak dapat mereka raih.
Bahkan, sejak 2017, hanya tiga kali mereka mampu lolos melewati babak 16 besar, yaitu ketika mencapai final pada 2020, semifinal pada 2021, dan semifinal tahun ini. Semifinal kali ini lebih istimewa karena akan menjadi tahun terakhir Mbappe di Paris. Pasalnya, akhir musim ini kontrak pemain yang kini berusia 25 tahun itu berakhir dan kemungkinan ia bakal pindah ke Madrid.
Namun, kado perpisahan impian Mbappe berubah menjadi mimpi buruk karena secara mengejutkan disingkirkan Borussia Dortmund dengan agregat 0-2. Pada laga kedua semifinal di Parc Des Princess, Rabu (8/5/2024) dini hari WIB, PSG takluk 0-1 setelah pada laga pertama di Dortmund, mereka juga kalah 0-1.
Padahal, meski sudah ditinggal oleh Neymar dan Messi, PSG tetap favorit menghadapi Dortmund karena mereka memiliki pemain yang berkualitas. Mbappe yang diharapkan mampu memimpin PSG untuk bangkit ternyata tak mampu berbuat banyak setelah Mats Hummels mencetak gol kemenangan Dortmund.
Mbappe adalah satu dari empat pemain PSG yang tendangannya membentur gawang pada pertandingan itu. Pelatih PSG Luis Enrique menyebut timnya, yang memiliki 31 tendangan ke gawang, sedang tidak beruntung.
Namun, Mbappe tak mau mencari alasan meski timnya mampu mendominasi pertandingan dengan 70 persen penguasaan bola. Menurut dia, mereka tersingkir karena memang tidak cukup bagus, bukan karena kurang beruntung.
”Saya tidak suka bicara soal nasib sial. Saat kamu bermain bagus, kamu tidak akan membentur tiang, kamu mencetak gol. Saya mencoba yang terbaik. Saat saya berbicara kami harus lebih tajam, saya yang harus mencetak gol,” tandas Mbappe.
”Akhir dari Impiannya”, demikian judul berita harian olahraga Perancis, L’Equipe, yang memberi Mbappe skor penampilan 2 dari 10.
Tersingkir dari tim yang berada di peringkat kelima Bundesliga setelah investasi besar-besaran adalah bencana bagi PSG. Ini adalah kelanjutan dari kekecewaan demi kekecewaan yang dialami PSG pada fase gugur Liga Champions. Pada 2017, misalnya, mereka sudah unggul 4-0 pada laga pertama melawan Barcelona pada babak 16 besar. Namun, mereka kemudian dibantai 1-6 dari pada laga kedua, dalam partai yang disebut sebagai ”La Remontada”.
Kemudian pada 2019, lagi-lagi PSG mengalami tragedi pada babak 16 besar. Saat itu, mereka berhasil unggul 2-0 di kandang Manchester United pada laga pertama. Hanya membutuhkan hasil imbang di kandang sendiri, mereka kemudian justru takluk 1-3 pada laga kedua sehingga tersingkir. Setahun kemudian, mereka mampu mencapai ke final, namun gagal menjadi juara setelah kalah 0-1 dari Bayern Muenchen.
Kekalahan pada semifinal dari Dortmund kali ini menjadi akhir tragis dari proyek Galactico Neymar, Messi, dan Mbappe. Liga Champions yang mereka kejar tak kunjung didapat hingga bintang terakhir mereka hengkang dari Paris. (AFP)